Tante Wulan tergeletak di kamar mandi dengan posisi terlentang.Handuk yang basah oleh genakan air dan Tang yang tergeletak tak jauh dari tubuhnya yang tak tertutup apapun.Andi?..Pergumulan hebat dua insan antara Tante wulan dan Andi menyisakan lelah namun menjadi pengalaman berbeda bagi pemuda itu.Yang terkejut saat tersadar.Dengan panik ia merangkak ke luar kamar mandi dan segera naik ke lantai atas meninggalkan istri Om Suryo yang tergeletak dengan senyum penuh kepuasan karena malam itu ia telah mendapatkan dua tegukan gelas anggur memabukan.dari suaminya dan yang kedua dari Andi.Dalam ketakutan dan rasa cemas andi masuk ke kamar dengan menggenggam kaos basahnya dan memakai celana yang basah pula.Namun denyutan di terongnya masih terasa meninggalkan sensasi yang belum pernah di rasakannya selama ini.
"Gilaa..ada apa denganku?...Duh..Untung saja Om Suryo belum bangun....Rong..Terong..Lo kenapa sih? Kesurupan hantu kamar mandi apa?..."Ingatan pemuda itu melayang kembali saat dirinya melintas kamar no 12 dan wangi itu...hmmm...berujung naik gunung bersama Tante Wulan.--"Waduh..bagaimana besok kalau ketemu Tante Wulan dan Om Suryo..?"pikirnya.Andi merebahkan tubuhnya di lantai kamar dan menerawangan ke langit-langit.Ia tersenyum saat membayangkan kembali ekspresi liar Tante Wulan dan saat terongnya di maikan.Si Tante seperti anak kecil baru menemukan mainan baru yang membuatnya menjadi liar.
Tanpa di sadarinya Dito yang terbangun saat melihat sahabatnya masuk kamar dengan keadaan basah kuyup tidak buru-buru bangun.Ia membuka matanya sedikit dan memperhatikan Andi yang tengah tersenyum sendiri."Kenapa tu anak?Masuk kamar basah kuyup,tapi roman mukanya seneng banget.Aaah paling habis terapi sabun di kamar mandi ini mah.."
***
Kamar suite mewah itu bagai potongan surga duniawi yang jatuh ke bumi. Langit-langit tinggi dihiasi lampu gantung kristal Swarovski yang memantulkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Dindingnya dilapisi panel kayu mahoni berkilau, dipadu dengan aksen marmer Carrara yang dingin namun elegan. Karpet tebal warna merah anggur yang begitu lembut hingga seperti menelan setiap langkah kaki. Di tengah ruangan, ranjang king size berbalut seprai satin putih seperti kanvas yang menunggu lukisan malam.
Di dekat jendela panoramik yang memamerkan gemerlap kota malam, ada sebuah chaise longue berlapis beludru emerald, tempat Ririn duduk anggun. Gaun merah darahnya menyala kontras dengan kemewahan sekitarnya, belahan sampingnya memperlihatkan lekuk kaki yang memanjang. Wangi parfumnya, Midnight Orchid yang eksotis dan menggoda, sudah memenuhi udara, bercampur dengan aroma kopi elit yang baru saja diseruput Pak Sasongko.
Sasongko sendiri, pria paruh baya dengan sedikit perut buncit tanda kemakmuran (atau lebih tepatnya, tanda korupsi), tengah berdiri di dekat mini bar. Ia memegang erat gelas kristal berisi wiski tua. Wajahnya lelah tapi matanya berbinar penuh nafsu, menatap Ririn seperti anak kecil melihat balon raksasa di pasar malam – penuh ketakjuban dan keinginan untuk memilikinya.
"Pusing sekali hari ini, Rin," ujar Sasongko dengan suara serak, mencoba terdengar penting. "Rapat di BUMN X tadi... bosan! Semua cuma omong kosong proyek, laporan fiktif... padahal duitnya sudah mengalir deras ke sini," ia menepuk perutnya sendiri, terkekeh pendek. "Tapi lebih deras lagi rasa penasaranku padamu malam ini." Matanya menyipit penuh arti.
Ririn tersenyum tipis, misterius. Senyumnya seperti pisau berlapis beludru. "Ah, Pak Pejabat sibuk memang selalu dicari banyak orang. Tapi malam ini," ia bangkit, berjalan perlahan mendekati Sasongko, setiap langkahnya berirama. "Yang mencari Pak Sasongko... cuma Ririn." Tangannya yang halus menyentuh lengan Sasongko. "Lupakan BUMN X, lupakan proyek fiktif. Malam ini, proyeknya hanya satu... kepuasan." Suaranya berbisik, hangat dan mematikan akal sehat.
Sasongko tercekat. Nafsu dan sedikit rasa takut bercampur. Pesona Ririn begitu kuat, membuatnya yang biasa berkuasa di kantor, kini merasa seperti bocah yang disodori mainan baru yang mahal dan berbahaya. Ia seperti balon warna-warni yang siap melayang tinggi atau meletus kapan saja. "P-Puas? Ya... ya! Puas!" katanya gagap, menenggak habis wiskinya. "Aku bayar mahal untuk yang spesial, Rin. Jangan mengecewakan."
"Spesial?" Ririn tertawa kecil, suaranya seperti denting bel. "Oh, Pak Sasongko... spesial itu terlalu biasa. Malam ini, kita main ekstrem." Matanya tiba-tiba terlihat lebih gelap, lebih dalam, seolah ada sosok lain yang sesaat mengintip dari balik pupilnya yang indah. Sasongko tidak menyadarinya, terlalu fokus pada leher Ririn yang jenjang.Dua daging hidup yang nampak menyembul itu membuat lidahnya berdenyut ,tak sabar mengulumnya.
Ririn menarik Sasongko ke ranjang satin yang luas. Awalnya anggun, sentuhan lembut, ciuman yang menggigit perlahan. Namun, seperti tombol yang ditekan, Ririn berubah. Keanggunannya meleleh menjadi liaran yang terkendali. Gerakannya lincah, penuh kuasa, menguasai setiap inci ruang dan tubuh pria di bawahnya.Jari yang lentik dengan lukisan kuku berkedip oleh hiasan bintan menarik tali piyama pejabat itu.Dan..
TUING! tiba-tiba sebuah pedang pendek menyembul .
Ririn tersenyum dan mulai menempelkan ujung lidahnya.Desiran hangat itu membuat Sasongko seperti orang yang lewat kuburan .Merinding.Perut buncitnya kembang kempis saat lidah itu bermain sesaat.
Sasongko, yang mengandalkan "pedang conan" warisan Mak Gerot – sang ahli terong legendaris yang konon racikannya bisa membuat baja pun menunduk – tiba-tiba menemukan kenyataan pahit. "Pedang"-nya yang biasanya gagah perkasa di tempat lain, menemui "Goa Naga" milik Ririn yang bukan saja dalam, tapi seolah memiliki kekuatan mistis.
"B-Bisa... bisakah?" desah Sasongko penuh harap, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia berusaha menyerang, tapi seperti pedang tumpul menghadapi jurus silat tingkat tinggi.
Ririn hanya tersenyum sinis. Dengan gerakan pinggul yang memelintir dan mengunci seperti ular piton, "pertahanan" yang dimainkannya bukan sekadar pasif. Aktif, kuat, dan... menghisap! "Goa Naga"-nya seolah memiliki otot sendiri, memelintir, mengerut, mengisap setiap keperkasaan yang mencoba menembusnya. Rasanya bukan menembus benteng, tapi mencoba menusuk air dengan pedang!
"Aduh! Hei! Apa-apaan ini, Rin?" erang Sasongko, bukan karena sakit, tapi karena frustasi dan kelelahan yang luar biasa. Ia seperti bocah yang kehilangan balonnya ditelan angin kencang. "Pedang conan Mak Gerot-ku... ini... ini tidak adil!" Ia meronta, tapi tubuhnya sudah terperangkap dalam permainan Ririn yang mematikan.
Ririn tertawa, suaranya bergetar antara godaan dan ejekan. "Kekuatan sejati bukan dari terong, Pak Sasongko," bisiknya di telinganya, gigitannya di cuping telinga Sasongko membuatnya merinding. "Tapi dari siapa yang mengendalikan naga." Gerakan Ririn semakin liar, memutar, mengunci, memeras setiap tetes tenaga dan kesombongan Sasongko. Ia bukan lagi wanita selimut malam; ia algojo kenikmatan.Perut pria itu bagai ombak samudera pasipik naik turun seiring dorongan pinggul Ririn yang mendesah dengan wajah menegadah ke atas..bibirnya terbuka.sasongko merasakan tenggorokannya kering.Apalagi saat melihat buah semangka yang bergetar.Ia tak kuasa untuk meremasnya .Membuat Ririn semakin liar.
Adegan berubah.Ririn menelentakan kedua pahanya dan Jambu merah obat DBD itu seperti di tutupi lapisan mengkilat.Sasongko terengah-engah.Pedang Conan miliknya nampak berdenyut dan terus kembali menggempur goa naga ririn.Suara syphoni ranjang berbunyi seiring erangan yang membuat pertahanan sasongko semakin tak terkendali untuk menyerah kalah.Hingga tubuhnya bergetar hebat dan seperti kelinci yang baru selesai malting terjungkal ke samping
Puncak & Akhir Adegan (Dengan Sentuhan Drama):
Usaha Sasongko sia-sia. "Pedang conan" yang dibanggakannya, diolah dengan racikan terong Mak Gerot sekalipun, takluk total di hadapan "Goa Naga" Ririn yang mematikan itu. Ia hanya mampu terkapar, napas tersengal-sengal, tubuh berkeringat dingin, mata berkunang-kunang. Ada kepuasan semu, ya, tapi lebih dominan rasa kehabisan tenaga yang parah, rasa malu, dan kekalahan telak. Ia seperti pejuang yang baru keluar dari medan perang tanpa senjata, hanya dengan tubuh yang lemas dan jiwa yang tercabik.
"Pu... puas?" tanyanya lemah, hampir tak terdengar.
Ririn, yang kini sudah berdiri di tepi jendela, menatap keluar ke gemerlap kota. Gaun merahnya sedikit berantakan, tapi sikapnya kembali anggun, misterius. Senyum tipisnya mengandung sesuatu yang dalam – kepuasan? Penghinaan? Atau mungkin... kesedihan? "Puas?" ia membalikkan badan, matanya sekali lagi terlihat lebih tua, lebih berat dari wajahnya, seolah sosok lain yang melihat melalui dirinya. "Bagi sosokku, ini baru permulaan, Pak Sasongko. Tidurlah. Besok... ada rapat BUMN lagi yang perlu 'dilunasi', bukan?" Ucapannya penuh teka-teki.
Sasongko sudah tak sanggup menjawab. Ia tertidur pulas, lemas seperti boneka kain. Puas secara fisik mungkin iya, tapi hancur secara mental dan penuh pertanyaan. Dan tentang "sosok" yang mengendalikan Ririn? ...
Gadis itu berjalan ke meja.Menhampiri tas kecil yang di bawanya.Mengeluarkan handpone nya dan mematikan tombol record.di bukanya file video yang baru di buatnya melalui kamera tersembunyi di tasnya.Ada senyum kecil di bibirnya.Lalu mengetik sebuah pesan ---DONE--Dan file pun terkirim.
Setelah selesai dengan tugas rahasianya.Ririn berjalan menuju kamar mandi dan menyalakan shower.Matanya memejam sembari menggosok tubuhnya.Selang beberapa saat terasa sesuatu melingkar di pinggangnya.Gadis itu menoleh.Sasongko telah berdiri..tapi sorot matanya berbeda.Ririn mendesis lirih saat tangan itu meremas buah dadanya yang kini lebih kencang.Dan sebuah benda hangat menyelusup dari arah belakang menembus goa naga hangat yang di aliri air.
Slep...Slepp....
"Owwh...Kang Mas.....Shhhh...." Erangan gadis itu terdengar .Kedua telapak tangannnya menempel ke dinding kamar mandi dengan kaki terbuka dan kepala melentik ke belakang.Sasongko yang tengah kerasukan ahluk astral itu merengkuh pinggang ririn dengan suara erangan seperti harimau..gerakan putaran bokongnya dan hentakan membuat Ririn terpekik .Benda itu seakan menembus perutnya dari belakang.Tubuhnya bergetar merasakan sensasi yang tak tertahankan.Tangannya mengepal kuat menahan desakan geli yang berbeda dengan saat pergumulan pertama dengan Sasongko.
"Heeghh...Heggh..aaaakh...teruuusss..Kang Mas...shshhh...uuugghh....ssshhhh."
Tubuh itu terangkat.Saat Sasongko menggendongnya.Dan tusukan pedang Pusaka berbeda menembus goa .Pedang dengan guratan urat kekar dan pamor cahaya itu melesak dengan kekuatan penuh membuat Ririn mendesis ...mengerak hebat....untung saja kamar mandi itu kedap suara saat jeritan-jeritan liar terdengar.Hingga adegan berikutnya tubuh itu di bawa ke ranjang dan terhempas.Lalu gadis itu melengkung seperti udang dengan goa yoni yang menganga berdenyut.Dan serangan berikutnya menghujam dari atas.sasongko berdiri dan menekan paha gadis itu dengan irama tusukan pusaka yang berpendar oleh kilatan cahaya minyak surgawi Ririn.Hingga kembali pekikan terakhir membuat gadis itu mengejang dan memancarkan air kenikmatan yang berhamburan membasahi selimut satin.Setelah itu sasongkopun memuntahkan amunisinya yang menyembur ke wajah gadis itu.Lalu terkapar.
Matahari pagi menembus jendela kamar hotel.Sasongko membuka matanya.Ia merasakan sekujur tubuhnya remuk redam.Terutama dibagian pedang Conanya yang kini tak lebih seperti jamur kancing yang tergeletak di tumpukan mie.Matanya melihat sekeliling.Namun..Ririn tidak ada di tempat.Ia merasakan selimut yang basah dan lengket.Serta kondisi ranjang berantakan."Hmmm..Apakah semalam sehebat itu aku melakukannya?..."
Dreeezzttt..dreezzztt...Ada pesan masuk.Pria buncit itu meraih ponselnya.
---Pak,Ada dimana?---cepat ke kantor.Genting!"-- sebuah pesan dari sekretarisnya.
Tak lama sebuah gambar video muncul.membuat sasongko terbelalak.Melihat adegan dirinya tengah berpacu dalam mak gerot..eh melody panas bersama seorang gadis yang tak terlihat wajahnya.Wajahnya langsung pucat.tangan bergetar.
"RIRIN?"
ns216.73.216.239da2