
Kata itu. Satu kata itu membuat tubuh Jhoni seperti meledak.
Ia membalikkan tubuh Lili, mengangkatnya ke ranjang.
Pentilnya ku hisap dan gigit dengan rakus hingga Asi nya kluar deras. Tangan Lili mencari penisku dan ditariknya ke arah lubang memeknya. Aku mengikuti saja kemauannya sampai perlahan-lahan penisku menjejali lubang vaginanya.
Aku merasakan lubang vaginanya legit banget meskipun memeknya banjir oleh cairan. Aku yang biasanya jijik melihat lili menyusui kini ntah knapa sangat rakus meminum asi nya, dan yang anehnya setiap aku gigit pentilnya dia melenguh bukan mengeluh sakit,
Dan stiap aku meremas sekuatnya pada payudara 36 miliknya memeknya terasa balas meremas penis 15 cm ku ,nikmat banget dan menjepit.
Aku bermain cepat dan kasar. “ ahh..jhon...terus jhon.. lebih keras lagi..gigit aku jhon.”
Lili berceloteh, mebercelot hal2 yg gak masuk akal menurutku.
Tidak lama kemudian dia terdiam. Mungkin merasa akan mendapat orgasme jadi dia berkosentrasi. Dan bensr saja tidak lama kemudian dia menjerit orgasme lagi sambil merangkul tubuhku seerat-eratnya sampai kukunya terasa menancap di kulitku sehingga susah aku bergerak.
“Aduh enak banget entotan lu, knaoa gk dsri dulu sih lu sekasar ini gua suka dientot kayak gini,” katanya setelah dia siuman dari kesurupan orgasmenya.
“Kalau kontollu belum loyo gua mau main terus gua mau di kasarin terus biar gua puas,”
katanya lalu menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku diam saja antara bingung mencerna kata2nya dan juga merasa nikmat karena penisku rasanya seperti di pijat dan di hisap dalam Vaginanya.
Lama-lama rasanya semakin nikmat akupun mulai menggenjot dia lagi perlahan-lahan sambil menyesuaikan ayakan pinggulnya.
Penisku seperti dibetot-betot oleh vagina lili. Dia pun kelihatannya menikmati memeknya diaduk-aduk, karena makin lama dia makin bersemangat sampai akhirnya nyape lagi.
Aku pun sudah tidak mampu lagi menahan kenikmatanku, sehingga ketika dia rangkul ketat yang membuatku tidak bisa bergerak, kutembakkan spermaku sepuasnya. Nikmat sekali rasanya.
“Aduh anget banget pejuh lu jhon, rasanya enak banget,”
kata Lili.
Dia tidak membolehkan penisku dicabut, malah dia berusaha mempertahankan penisku untuk tetap berada di dalam memeknya. Diciumi mukaku penuh nafsu dan kepuasannya.
51Please respect copyright.PENANAvpU3jCoTIv
Cukup lama juga penisku yang rasanya sudah menyusut berada di dalam memeknya. Lili memainkan otot vaginanya sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat. Makin lama rasanya makin enak, apalagi Lili menciumiku terus seperti takut berpisah. Penisku jadi bangun lagi pelan-pelan. “Wah hebat banget , kontolmu tuan udah keras lagi, cepet banget,”
Katakat sambil tersenyum manis lalu mulai menggoyang pantatnya.
Kali ini Lili minta dia berposisi diatas. kami berusaha mengubah posisi sambil menjaga kontol tidak terlepas dari memek. Lili mulai main dengan duduk tegak kaki bersimpuh. Dia bergerak dengan penuh nafsu. Gerakannya diubah dengan memutar-mutar pinggulnya sampai dia mencapai orgasme dan ambruk di dadaku.
Malam itu kami bercinta seperti pasangan baru menikah dengan emosi yang mentah, napas memburu, dan desahan yang tak bisa dibendung. Jhoni menggenggam Lili seakan mencoba merebut kembali semua miliknya yang nyaris jatuh ke tangan orang lain. Dan Lili… menggeliat dengan nikmat seolah setiap kata kasar dan sentuhan keras adalah musik untuk tubuh dan jiwanya.
Saat klimaks mengguncang, Lili menggenggam erat seprai di bawah tubuhnya. "Jangan berhenti... Tuan... Aku... suka..."
Jhoni menahan napas, lalu menghempaskan tubuhnya dengan satu hentakan terakhir. Untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun, mereka berdua mencapai puncak bersamaan. Tapi yang lebih mengejutkan adalah bukan hanya tubuh mereka yang merasa hidup… tapi hatinya juga.
Untuk sesaat, mereka tak berkata apa-apa. Hanya suara napas dan debar jantung yang membanjiri kamar tidur mereka yang remang.
Dan saat Lili menatap Jhoni, ada senyum kecil di sudut bibirnya. Senyum yang bukan menggoda… tapi menantang.
51Please respect copyright.PENANAKH7aSIvM62
Tubuh mereka masih saling menempel, lengket oleh sisa keringat dan napas yang belum sepenuhnya tenang. Lili menghela napas panjang, kepalanya rebah di dada Jhoni yang hangat dan naik-turun perlahan. Tangannya mengusap pelan sisi pinggang suaminya, jemarinya seolah menari dalam hening yang nyaman.
Lili berbisik sambil menatap langit-langit, “Hebat kamu, Jhon… Kenapa kamu sangat bergairah dan… hebat banget malam ini?”
Jhoni tertawa kecil. Suaranya terdengar pelan, seperti gumaman yang hanya untuk Lili. “Entahlah… aku merasa hidup… dan bergairah. Sesederhana itu.”
Lili tersenyum, lalu membalik tubuhnya agar bisa memeluk Jhoni lebih erat. Dada bidang suaminya menjadi bantal terbaik saat ini.
“Aku kira kamu cemburu dan marah. Capek loh kalau harus gonta-ganti trainer. Perkenalan lagi, adaptasi lagi…” ucap Lili sambil mendesah kecil.
Jhoni hanya mengangguk pelan. “Nggak. Aku nggak akan ganti lagi.”
“ maaf tadi aku sedikit kasar kebawa nafsu “
“Tapi kamu nggak suka kan,kasar begitu” gumam Lili pelan,
“Ntahlah gua blm pernah, tapi knapa lu gak marah Lil? “
“ Nikmat aku suka kamu kasar begitu berasa di mililki membuatku sangat bergairah “ ucapnya sambil mengelus dadaku mlalu dia berkata lagi “ jhon lu banyangin deh liat Arman… hitam, dekil, nyenggol-nyenggol aku?”
Jhoni menarik napas dalam. Jawabannya tak langsung keluar.
“knapa lil ? Kamu mau buat aku cemburu.?”
Lili terdiam sejenak. Lalu dengan nada menggoda yang pelan namun memabukkan, ia berkata,
“Tapi tadi Arman… pas keringetan… keliatan seksi aja gitu. Kulit hitamnya jadi mengkilat… eksotis...”
Mata Jhoni membelalak sedikit. Tapi bukan karena marah. Lili, yang masih bersandar di dadanya, melirik ke bawah dan matanya membulat saat melihat reaksi spontan dari tubuh suaminya yang jelas sekali tak bisa menyembunyikan gairahnya.
“Eh…” Lili terkekeh kecil, tak percaya. “Serius, Jhon?”
Jhoni hanya diam. Tapi wajahnya memerah samar. Ia bahkan tak tahu harus merasa malu, tertantang, atau justru semakin terangsang.
Lili tersenyum lebar, menggigit bibir bawahnya. Rasa lelah yang tadi sempat menggantung di pelupuk matanya menguap perlahan. Ia mencium Jhoni singkat—lembut namun penuh sinyal nakal.
“Pertama kalinya dalam dua tahun… kita bisa dua kali dalam satu malam. Gila, kamu.” Suaranya nyaris berbisik.
Jhoni tak menjawab, hanya menatap Lili dalam diam. Tapi di balik keheningan itu, ada sesuatu yang baru menyala gairah, keingintahuan, dan mungkin… kenikmatan terselubung dari rasa cemburu yang tak lagi membuatnya benci, tapi justru membuatnya hidup
ns216.73.216.21da2