Intan berdiri di hadapan cermin, matanya merenung wajah yang semakin kusam. Hujan masih turun di luar, namun di hatinya, badai yang lebih hebat sedang mengamuk. Telefon di tangan bergetar sekali lagi, kali ini dengan mesej ringkas.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkUmuOjNLZj
“Boleh kita jumpa? Saya perlu bercakap dengan awak.” — Fazli.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYAHdLjsEAB
Tanpa fikir panjang, Intan membalas, hatinya berkecamuk antara keraguan dan keinginan. Dia memilih sebuah kafe kecil yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk kota, tempat yang sering mereka kunjungi dulu.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSpqEWUsIey
Ketika Intan tiba, Fazli sudah menunggu, wajahnya kelihatan sama seperti dulu—tapi ada sesuatu yang berbeza, lebih matang, tapi juga penuh dengan kesedihan.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡtnXNr9ajBc
Mereka duduk berdepan, kata-kata sulit mula mengalir, menyentuh luka lama yang belum sembuh. Percakapan yang menghangatkan, namun juga menusuk ke dalam hati Intan.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡGk02etn8td
“Kenapa kau datang kembali, Fazli? Kau tahu aku sudah bergelar isteri,” suara Intan sedikit bergetar.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMbY0lsibu7
Fazli memandang dalam matanya, “Aku tahu, Intan. Tapi aku tak pernah lupakan kita... dan aku tak nak terus hidup dengan penyesalan.”
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡp7XtDxB1k5
Intan menunduk, air mata hampir mengalir. Dia tahu, apa yang mereka lakukan salah, tapi perasaan yang lama terpendam itu seperti api yang menyala kembali.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1peFEhzrMZ
Pertemuan itu menjadi titik mula yang membawa mereka ke jalan penuh ranjau dan pilihan sukar.
53Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9WNvfjzSQg
