"Wah, lagi seneng banget nih kelihatannya. Senyum-senyum sendiri. Semalam dapat jatah dari keponakan ya?" Farrah terkejut mendengar pertanyaan mendadak dari Naura.
"Kamu ini. Belum panas sofa tempatku duduk, sudah ditanyai macam-macam? Kalau mau tau, hidangkan aku minuman dulu. Sajikan camilan juga ya." Kini Naura juga tersenyum mendengar permintaan Farrah.
"Manja banget! Ambil sendiri kalo mau, kayak nggak pernah kesini aja. Cepatlah cerita, aku mau tahu, kamu sudah lihat bodinya belum? Keren tidak dia?" Farrah mendekatkan wajahnya ke wajah Naura. Dengan nada yang rendah, dia berkata santai.
"Kontolnya pun sudah aku lihat." Mata Naura terbelalak. Mulutnya yang ternganga ditutup dengan kedua tangan.
"Apa? Kamu pasti bohong! Kamu mengintip waktu dia ganti baju ya?"
"Enggak, dia yang nunjukin sendiri.”
“Hah? Serius??!” Melihat ekspresi takjub dari Naura membuar Farrah terkekeh kecil.
“Tadi waktu bangunin dia aku langsung masuk ke kamarnya. Aku nggak tau kalo dia pas tidur nggak pake apa-apa. Jadi ya gitu deh.”
"Oh my God! Besar nggak?" Sekali lagi, bayangan alat kelamin Juna berputar di benak Farrah. Kali ini, tengkuknya meremang.
"Besar. Bersih tanpa jembut pula," jawabnya singkat dan lembut. Naura merasa canggung dibuatnya. Tanpa disadari, ia memegang payudaranya sendiri.
"Kamu nggak coba pegang?" tanya Naura penuh semangat.
"Pegang? Gila kamu. Kan itu kontol keponakanku!” Naura meletakkan tangan kanannya di atas paha kiri Farrah.
"Peduli setan, keponakanmu atau pamanmu. Kalau aku sih, aku akan menjilatnya dulu. Pelan-pelan agar dia terbangun, setelah itu..." Tangan kanannya mulai mengusap paha Farrah dengan lembut. Pandangannya tertuju pada bola mata tetangganya itu.
"Lalu apa?" Kini Farrah juga ikut merasa bersemangat.
"Lalu aku menjilati batangnya sampai mencapai kepala kontolnya. Lalu, aku mengangkat batang itu perlahan-lahan, menjilati kepala kontolnya sekali lagi sebelum memasukkannya ke dalam mulutku."
Farrah menggigit bibir bawahnya. Memang dia juga berpikir untuk melakukan hal itu. Dia juga seorang wanita yang memiliki keinginan dan hasrat. Tapi Juna itu keponakannya dan dia masih berstatus istri Bambang.
"Kamu gila! Gimana kalau dia bangun?" Naura menjilat bibirnya sebelum menjawab.
"Percaya padaku, cowok manapun di dunia ini kalo udah ngrasain kontolnya disepong nggak akan protes.”
"Mmm. Enak banget, ya. Kalau bukan keponakanku, aku pasti udah ngentotin dia. Uratnya besar, panjang. Mmm...."
Farrah bicara dengan nada manja. Tangannya mulai memijat payudara kirinya sendiri dengan perlahan. Naura memindahkan tangan kanannya dari paha Farrah ke payudara kanan Farrah. Diremasnya perlahan.
"Payudaramu keras."
"Iyalah, semua gara-gara kamu.”
"Kamu juga sange kan? Kamu bilang mau setia sama suamimu, nggak mau mikirin laki-laki lain!" Naura mengerang sebelum meremas vagina Farrah yang hanya ditutupi celana pendek.
"Sialan! Vaginaku sakit…" rengek Farrah.
Naura tertawa melihat reaksi Farrah. Manja dan kekanak-kanakan. Farrah pun ikut tertawa, tetapi hasrat untuk vaginanya disentuh lagi semakin kuat.
"Eh ya, aku punya krim payudara baru. Lebih bagus dari yang kamu punya."
"Hmmm, ujung-unjungnya mau jualan produk baru lagi nih?” Sindir Farrah.
"Dengar dulu. Krim ini sedikit istimewa. Fungsinya bukan hanya untuk mempercantik payudaramu, tetapi juga untuk membuat putingmu lebih sensitif. Jadi kalau putingmu dihisap, rasanya akan lebih nikmat." Farrah menggeleng sambil tersenyum sinis.
"Ishhh! Lalu yang mau ngisep punyaku siapa? Suamiku masih sibuk sama istri barunya di luar pulau.” Gerutu Farrah.
"Lah, kan di rumahmu sekarang ada Juna. Siapa tau dia khilaf dan mau ngisepin nenenmu? Kita coba dulu yuk, nanti kalo kamu cocok beli ya. Hehehehehe.”
Tak bisa dipungkiri, Farrah sedikit bergairah dengan kemungkinan payudaranya dihisap Juna. Benteng nafsunya makin melemah. Hasratnya makin menguasai pikirannya. Namun, ia masih ingin mengendalikan perasaan dan nafsunya. Ia masih setia menunggu Bambang pulang.
"Mau coba dimana?" Naura menarik tangan Farrah, mengisyaratkan agar mengikutinya.
"Ayo masuk ke kamarku aja biar lebih bebas.”
Begitu Farrah dan Naura melangkah masuk ke kamar, Farrah langsung menyandarkan punggungnya di ujung ranjang. Sementara itu, Naura mengeluarkan sebotol krim dari keranjangnya dan duduk di sebelah Farrah.
"Angkat tanganmu, biar aku buka bajumu."
Farrah mengangkat kedua tangannya dan Naura menarik kaos lengan pendek Farrah ke atas kepalanya. Lalu tanpa disuruh, Farrah membuka kancing bra-nya dan melemparkannya ke sisi ranjang, memperlihatkan sepasang payudara besar dan montok.
Keindahan payudara Farrah membuat Naura tergila-gila. Daging yang lezat itu tak pernah gagal membangkitkan nafsunya, meski sudah berkali-kali ia melihat tubuh telanjang tetangga kesayangannya itu. Tanpa membuang waktu, ia menuangkan sedikit krim ke telapak tangannya. Lalu, ia mengoleskannya ke payudara kanan Farrah. Payudaranya terasa hangat saat tangan Naura mulai memijatnya dengan lembut. Tak lama kemudian, kehangatan itu perlahan berubah menjadi kenikmatan.
"Mmm….Kamu pinter banget kalo mijitin tetekku kayak gini.” kata Farrah saat Naura memijat bagian areola dengan gerakan memutar.
"Terima kasih, sayangku. Putingmu perlu dipijat setiap hari, lho. Sekarang kamu bisa merasakan khasiatnya." Farrah mengambil botol kecil itu dan membaliknya.
"Made in Thailand? Kamu udah pernah coba?"
"Pasti... Manjur, lho. Waktu putingku dihisap kemarin, rasanya seperti tersengat listrik."
Kini Naura mencubit pelan ujung putting Farrah. Wanita cantik itu bisa merasakan perbedaannya. Ternyata, rasanya lebih nikmat dari biasanya. Perlahan, vaginanya terasa sangat lembab.
"Hmmm, pasti Farid yang isap, kan?" Naura mendekatkan wajahnya ke wajah Farrah dan berbisik.
"Hmmm, bukan. Irfan, sahabat Farid.” Mata Farrah terbelalak. Ia tahu Naura cukup nakal, tapi ia tak menyangka dia akan senakal ini.
"Apa? Kok bisa? Kamu nggak takut kalo Farid sampai tau?”
"Biarin aja, kami kan nggak pernah pacaran. Aku dekat dengan Farid hanya untuk urusan ngentot doang. Tapi, gimana kalau..." Naura berhenti bicara dan kembali menuangkan krim itu ke telapak tangannya.
"Bagaimana kalau apa?"
Naura tak langsung menjawab. Ia mulai memijat payudara kiri Farrah hingga mata tetangganya itu terpejam nikmat.
"Kalau aku mau ngentot Juna boleh nggak?" Seketika mata Farrah terbuka dan ia menyipitkan matanya menatap tajam.
"Ish, kamu ini. Itu anak saudaraku lho!" Naura menutup mulutnya dan tertawa.
"Ya ampun. Cemburu amat. Aku tahu kamu juga ingin menidurinya kan?"
Farrah terdiam. Ia membayangkan kontol besar Juna. Alangkah nikmatnya jika daging keras itu bisa masuk ke dalam mulutnya. Makin nikmat lagi jika kontol Juna bisa sampai menyesaki vaginanya. Memikirkan kemungkinan itu, vaginanya mulai berdenyut.
"Hei! Malah bengong! Kamu lagi bayangin kontol Juna ya?” tanya Naura sebelum meremas vagina Farrah.
"Aww! Pikiranmu kenapa mesum terus sih? Aku nggak mungkin ngentotin Juna, dia keponakanku. Lagipula aku masih ingin setia menunggu Mas Bambang pulang.” Naura mencibir. Dia sangat kesal dengan suami Farrah itu.
"Sudahlah lupakan Bambang. Pria itu tidak berguna. Mungkin sekarang dia lagi enak-enakan sama istri mudanya dan nglupain kamu. Sekarang aku tanya, kapan terakhir kali dia meneleponmu? Seminggu sekali? Atau bahkan sebulan sekali?”
Farrah hanya menunduk. Wajahnya terlihat muram. Sejak hari itu, sudah lebih dari sebulan Bambang tidak meneleponnya. Pesan WA pun hanya seminggu sekali. Melihat wajah muram Farrah, Naura mulai merasa menyesal. Dengan cepat, dia memeluk tubuh Farrah.
"Maafkan aku, ya. Kamu tahu kan kalo aku cuma ingin membantumu melewati masa-masa sulit seperti ini. Aku senang ketika Juna tinggal denganmu, setidaknya kamu tidak kesepian." kata Naura dengan lembut.
Kemudian ia membelai rambut Farrah dan mencium pipi kirinya dengan lembut. Farrah hanya diam saja dan memiringkan kepalanya ke kiri, memberi jalan bagi Naura untuk mencium lehernya juga. Nafasnya semakin cepat saat Naura mulai meremas kedua payudaranya dengan lembut. Erangan pelan mulai keluar dari mulutnya.
"Eeemmcchh…Naura…Jangan sekarang ya, aku lagi nggak mood…” Naura berhenti mencium dan berbisik di telinga Farrah.
"Aku tahu kamu membutuhkan ini, bayangin aja aku adalah Juna.”
Farrah hanya mengangguk lemah. Benteng nafsunya selalu kuat saat berhadapan dengan pria lain tetapi saat berhadapan dengan Naura, ia selalu mengalah. Menurutnya, bermesraan dengan wanita lain bukanlah sebuah pengkhianatan pada suaminya.
Naura mendorong tubuh Farrah dengan lembut untuk memberi isyarat agar wanita itu berbaring. Begitu Farrah berbaring telentang di tempat tidur. Naura melepas kaus dan bra-nya. Kemudian dia berdiri dan melepas celana pendeknya beserta G-stringnya. Tanpa sisa, Naura merebahkan tubuhnya di atas tubuh Farrah dan menciumi lehernya lembut. Mata Farrah terpejam. Bibir bawahnya digigit. Kenikmatan sentuhan Naura membuat napasnya semakin cepat.
"Ouucchhh Naura…Enak banget…" Farrah merengek manja saat putingnya diremas pelan oleh Naura.
Perlahan ciuman Naura turun ke dada Farrah. Ciumannya terhenti sejenak dan ia menatap gundukan payudara Farrah yang nikmat. Ia sangat terpukau dengan keindahan payudara tetangganya itu.
"Putingmu benar-benar kencang. Coba bayangkan kalau sekarang Juna yang sedang menghisapnya.”
"Sudahlah jangan ingatkan aku padanya terus…” pinta Farrah.
Lain di mulut lain pula di hati, karena sekarang Farrah memang membayangkan Juna berada di atasnya saat ini. Lidah Naura yang dingin menyentuh putingnya, mata Farrah terpejam. Ia mendongak dan mendesah nikmat tanpa henti saat Naura menghisap kedua putingnya secara bergantian. Dalam benaknya ia terus membayangkan Juna meremas-remas putingnya. Menghisap putingnya. Memberikan kenikmatan yang selama ini ia rindukan.
Vagina Farrah begitu basah, berdenyut, memohon untuk disentuh. Naura seakan mampu membaca pikiran itu. Ia menurunkan celana pendek yang masih dikenakan oleh Farrah. Matanya terbelalak saat melihat Farrah tidak mengenakan celana dalam. Vagina Farrah yang indah dan dicukur rapi semakin membangkitkan nafsunya.
"Kenapa kamu nggak pake CD? Kamu ingin Juna melihat pantatmu ya?" tanya Naura sambil membelai lubang vagina Farrah.
"Emmmcchh….Enggak…Kan tiap di rumah aku jarang pake CD…."
"Kenapa sekarang memekmu jadi basah banget? Sange karena mikirin Juna ya?" Tanya Naura sambil menciumi selangkangan Farrah, membuat wanita itu semakin bingung. Apalagi saat klitorisnya disedot dengan sangat keras.
"Cukup Naura! Aku nggak mau Juna, aku mau kamu! Aaahhh!"
"Kalau begitu. Kamu marah ya kalau Juna menjilatimu seperti ini?"
Tanpa basa-basi, Naura menjulurkan lidahnya dan membenamkannya di dalam vagina Farrah. Setiap inci vagina wanita itu tersentuh lidah Naura. Klitoris Farrah dijilat dengan cepat.
"Ahhhh...... Enak banget. Ahhhh....."
Farrah mendesah tak henti-hentinya. Kepalanya terayun-ayun saat Naura mengisap klitorisnya. Napasnya pun semakin cepat saat lidah Naura menari-nari cepat di dalam vaginanya.
"Ahhhhhhhh.... Ahhhhh....Ahhhhhh...."
Pantat Farrah terangkat naik saat lidah Naura menusuk di dalam vaginanya. Naura kemudian memasukkan dua jarinya ke dalam vagina Farrah. Titik-titik G-spot wanita cantik itu ditekan, lalu ditariknya keluar kedua jarinya sebelum kemudian memasukkannya kembali dengan cepat. Tak lama kemudian, Farrah mencapai klimaks. Tubuhnya bergetar hebat saat kenikmatan orgasmenya menyebar ke seluruh tubuh. Jantungnya berdetak kencang.
Naura mengeluarkan jarinya dari vagina Farrah. Ia bangkit dan berbaring di samping wanita itu. Payudara Farrah diremas dan keningnya dikecup lembut. Farrah membuka mata dan tersenyum.
"Sudah puas kan?" tanya Naura sambil menatap wajah Farrah.
"Rasanya enak banget. Kamu memang paling pinter bikin aku lemes kayak gini…”
"Itu baru pake jari sama lidahku loh, gimana kalo pake kontolnya Juna?”
Farrah tidak menjawab. Ia hanya tersenyum riang dan menempelkan kepalanya di dada Naura. Jari-jarinya menari-nari di payudara Naura.
"Jadi, kamu mau beli berapa botol?" Farrah mengernyit mendengar pertanyaan Naura yang tiba-tiba.
"Beli botol apa?"
"Aisshh! Ya beli ini lah!” jawab Naura seraya mengangkat botol krim payudara miliknya.
“Aiiihh! Masih aja jualan ya kamu ni…!” Farrah memeluk mesra tubuh Naura lalu mencumbunya mesra. Kedua wanita cantik itu kembali meneguk nikmat tabu yang hanya diketahui oleh mereka saja. Sebuah rahasia kecil di tengah carut marut kehidupan.
791Please respect copyright.PENANAyFv9OZlAcv
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION, untuk membaca versi lengkapnya silahkan klik link yang ada di bio profil
ns216.73.216.6da2