Kenalin, namaku Joko (18), siswa kelas 12 SMA. Sejujurnya, aku ini siswa yang bodoh, nilai rata-rata try out-ku selalu di bawah 70. Tiap kali hasil ujian dibagi, guru-guruku selalu mengatakan, "Joko, belajar yang bener!" Tapi ya gitu deh, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
581Please respect copyright.PENANAbrUS8kKeyY
Kebodohanku ini mungkin disebabkan oleh kecanduanku bermain game, terutama Mobile Legends. Bahkan saat ini, aku sedang asyik bermain game. Layar ponsel memancarkan cahaya biru yang menerangi wajahku, dan suara hero favoritku terus berdendang di telingaku. "Double kill!" seruku kegirangan. Rasanya lebih menyenangkan menaikkan rank di game daripada menaikkan nilai try out-ku.
581Please respect copyright.PENANAgavs8a2wZP
"Triple kill!" seruku lagi. Tiba-tiba, "BRAK!" Pintu kamarku terbuka dengan kasar. Aku terlonjak kaget. Pintu kamarku terbuka lebar. Ibuku, berdiri di ambang pintu.
581Please respect copyright.PENANATXorV5ehSw
Ibuku bernama Siti (38), seorang ibu rumah tangga yang selalu mengenakan hijab, bahkan saat didalam rumah. Katanya sih, takut kalau tiba-tiba ada tamu. Meskipun usianya sudah hampir kepala empat, badannya masih terlihat berisi dan kencang, terutama di bagian payudara dan pinggulnya yang lumayan lebar. Aku sering mencuri pandang kearah Ibuku, terutama saat dia membungkuk, yang membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas dari balik daster atau baju longgarnya. Jujur saja, pergaulan dengan teman-teman di sekolah yang sering membicarakan hal-hal dewasa, ditambah tontonan bokep yang sering kulihat, membuat pikiranku menjadi sedikit "kotor". Yang membuatku mulai memperhatikan tubuh Ibu dengan pandangan yang berbeda.
581Please respect copyright.PENANABIZntb5v8E
"Joko! Main game terus! Bukannya belajar!" Suara Ibu menggelegar, memecah keheningan kamar.
581Please respect copyright.PENANACP3DD5chzR
"Bentar, Buk, tanggung!" jawabku, mencoba menyelesaikan match ini.
581Please respect copyright.PENANAYoAfiLQRwa
"Enggak ada tanggung-tanggungan! Sekarang belajar!" Ibu melangkah mendekat, lalu dengan cepat menyambar ponsel dari tanganku.
581Please respect copyright.PENANAbisv8256eC
Aku mendengus kesal. "Percuma belajar, Buk. Enggak bakal masuk ke otak," gumamku, membuang pandanganku ke samping.
581Please respect copyright.PENANA6O2W3ZTpgn
Ibu mendesah. "Makanya semangat, sayang. Kalau kamu niat, pasti bisa kok." Ibu mencoba tersenyum, tapi aku tahu dia sudah mulai lelah dengan kelakuanku.
581Please respect copyright.PENANARgzQqvrjzM
"Aku bisa semangat kalau dibolehin main HP," kataku pelan, melirik ponselku yang kini ada di tangan Ibu.
581Please respect copyright.PENANA8KZusNTThm
Ibu menggelengkan kepala. "Enggak ada HP-HP-an lagi sampai ujian! Gini aja," katanya, tampak berpikir sejenak. Aku mengangkat alis, sedikit penasaran. "Minggu depan kan kamu try out. Kalau nilai kamu bisa naik, Ibu kasih kamu hadiah deh."
581Please respect copyright.PENANAQfDhkfpB8M
"Hadiah? Hadiahnya apa, Buk?" tanyaku cepat, mulai tertarik.
581Please respect copyright.PENANAXb5vtEF7tl
Ibu tersenyum tipis. "Apa aja, sayang, asal jangan yang berhubungan sama game, kayak skin atau diamond gitu."
581Please respect copyright.PENANA8hItzUIvzG
Seketika senyumku luntur. Sial, kalau bukan game, lalu apa? Otakku berputar mencari ide. Ada sesuatu yang jauh lebih menarik, sesuatu yang belakangan ini sering mengisi pikiranku. Sebuah ide gila muncul di benakku, berisiko, tapi entah kenapa saat ini aku merasa berani. Ini kesempatan!
581Please respect copyright.PENANAoqqZFoSfkQ
Aku menelan ludah, sedikit ragu, tapi kuputuskan untuk mengatakannya. "Oke, yang enggak ada hubungannya sama game ya..." Aku menjeda, menarik napas dalam-dalam. "Aku pengen… pengen liat itu, Buk." Mataku melirik ke arah payudaranya.
581Please respect copyright.PENANAXK2C9WbDoc
Awalnya Ibu tampak bingung, keningnya berkerut. Lalu, seolah petir menyambar, matanya membulat, menyadari apa yang kumaksud. Seketika, tangannya terangkat. Aku menunduk, siap menerima tamparan. Jantungku berdegup kencang, menyesali keberanian bodohku. Habislah aku!
581Please respect copyright.PENANAXvyZ2nv5j2
Tapi tamparan itu tak kunjung datang. Perlahan, tangan Ibu turun. Dia menatapku dengan sorot mata yang sulit kuartikan, antara terkejut, marah, dan... entahlah.
581Please respect copyright.PENANAGtJVuMJOcn
Ibu menghela napas panjang. "Oke," katanya, suaranya pelan dan berat. "Kalau itu bisa bikin kamu semangat belajar, dan nilai kamu bisa naik..." Ibu berhenti sejenak, menatapku lurus. "...Ibu setuju."
581Please respect copyright.PENANAJhDgG5qWad
"Beneran, Buk?" tanyaku. Mataku membelalak, memastikan apa yang baru saja kudengar.
581Please respect copyright.PENANAULh5PG8OUk
Ibu mengangguk. "Bener, paling juga nyesel entar." ucapnya pelan, nyaris seperti bergumam pada dirinya sendiri. Kemudian pandangannya turun melirik ke arah payudaranya sendiri, ada sedikit kerutan di keningnya, dan bibirnya sedikit mengerucut.
581Please respect copyright.PENANAtIzZNstRVI
"Hah, nyesel kenapa, Buk?" tanyaku, penasaran.
581Please respect copyright.PENANAUM5sRMZmcz
Ibu hanya menggelengkan kepalanya. "Udah, sekarang yang penting kamu belajar," ucap Ibu, nada suaranya kembali serius. "Kalau nilai try out-mu besok jelek, hadiahnya batal."
581Please respect copyright.PENANATKrMnXmOmk
"Siap 69!" seruku penuh semangat.
581Please respect copyright.PENANAHww3R67O8Z
Ibu menghela napas, kemudian berbalik, melangkah keluar kamar. Daster longgarnya bergoyang mengikuti langkahnya, dan pandanganku tak bisa lepas dari pantatnya hingga dia menghilang di balik pintu.
581Please respect copyright.PENANA56OkOvWcWz
Begitu Ibu pergi, aku langsung meraih buku-buku yang tergeletak di meja belajar. Mataku menatap deretan rumus dan soal-soal pelajaran. Aku merasa ada energi baru yang membakar semangatku. Aku harus mendapatkan hadiah itu.
581Please respect copyright.PENANAuBd7hGQoXd
Hari-hari berikutnya kulalui dengan belajar, belajar, dan terus belajar. Bayangan "hadiah" itu terus terngiang di benakku, menjadi cambuk agar aku tidak lengah.
581Please respect copyright.PENANAhbGYWEKsnc
Dan akhirnya, hari H try out pun tiba. Aku memasuki ruang ujian dengan perasaan campur aduk. Soal-soal terbentang di depanku, dan kali ini, entah kenapa, aku merasa bisa mengerjakannya. Aku menjawabnya satu per satu, dengan keyakinan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
581Please respect copyright.PENANAvfji3jrIOr
Seminggu kemudian, hasil try out keluar. Aku melihat hasil try out-ku dengan jantung berdebar kencang. Mataku membelalak melihat nilai rata-ratanya. 80! Aku tidak salah lihat! Aku berhasil! Senyumku merekah, membayangkan hadiah yang akan kudapatkan.
581Please respect copyright.PENANAqhBCyInPEG
Aku langsung berlari pulang. Begitu sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar, membuka tas, dan mengambil hasil try out dengan tangan gemetar.
581Please respect copyright.PENANAgaE9wLiRtb
"Ibuuuuuk!" teriakku sekuat tenaga, suaraku menggelegar ke seluruh penjuru rumah.
581Please respect copyright.PENANAYez3kjfCdd
Tak lama kemudian, Ibu muncul di ambang pintu kamarku. Dia mengenakan kaus lengan panjang dan hijab instan berwarna putih.
581Please respect copyright.PENANAKRQ8CfeqT2
"Kenapa sih, Jok? Kok teriak-teriak gitu," tanyanya, keningnya sedikit berkerut.
581Please respect copyright.PENANAupWwTE88Xj
"Ini, Buk! Lihat!" Aku menyodorkan hasil try out-ku padanya. "Nilaiku naik, Buk!"
581Please respect copyright.PENANAW6egmMWQ2O
Ibu melangkah mendekat, mengambil hasil try out-ku. Matanya menyusuri deretan angka, dan perlahan, senyum tipis mengembang di bibirnya. Dia mengangguk-angguk. "Kan, Ibu bilang juga apa. Kalau semangat pasti bisa," ucapnya lembut.
581Please respect copyright.PENANASbj3WmV2gs
"Semangat dong, Buk! Kan dapat hadiah, hehe," kataku, sambil melirik ke arah payudaranya.
581Please respect copyright.PENANAovFEk6hUHu
"Mmm... Sebenernya Ibuk kepikiran buat ganti hadiahnya, Sayang." katanya, sambil sedikit mengernyitkan dahi.
581Please respect copyright.PENANArdTJbTbhUm
"Lho, kok gitu sih, Buk?! Ibuk kok ingkar janji sih!" protesku, merasa kesal dan kecewa.
581Please respect copyright.PENANAbUxE5A6qG8
Ibu menatapku, ada keraguan di matanya. "Udah, Ibuk ganti aja ya, Sayang. Mau top up game juga gapapa deh." katanya, mencoba menawar.
581Please respect copyright.PENANASje8vkKyZu
Aku menggeleng kuat-kuat. "Enggak, enggak mau! Kalau Ibu enggak nepatin janji, Joko enggak mau belajar lagi!" ancamku.
581Please respect copyright.PENANAUCrHlt1rHE
Ibu mendesah. "Punya Ibuk jelek, Joko. Udah kendor, Ibuk yakin kamu enggak bakal suka." Dia melirik ke arah payudaranya sekilas, ada rona merah di pipinya.
581Please respect copyright.PENANAFHWvLnSo2A
"Enggak apa-apa, Buk! Aku pasti suka kok!" kataku mantap, penuh keyakinan.
581Please respect copyright.PENANA6CaKlC8eVA
Ibu menghela napas panjang, seolah pasrah. Dia akhirnya mengangguk pelan. "Yaudah," gumamnya, nyaris tak terdengar.
581Please respect copyright.PENANAAK8leUqZbv
Kemudian, Ibu berjalan mendekat ke arahku. "Tutup pintunya, Jok." kata Ibu pelan, tanpa menatap mataku.
581Please respect copyright.PENANAYMr86UlehT
Aku sedikit terkejut. Menutup pintu? Untuk apa? Pikiranku langsung dipenuhi berbagai spekulasi liar. Apa ini benar-benar akan terjadi? Aku menelan ludah, berusaha menyembunyikan kegugupanku. Walaupun bingung, aku menuruti perkataannya. Aku melangkah menuju pintu, dan menutupnya.
581Please respect copyright.PENANARjvRAwjfIa
Ketika aku kembali menghadap Ibu, jemarinya yang ramping sudah meraih ujung kaus lengan panjangnya. Kaus itu terangkat, sedikit demi sedikit, memperlihatkan bagian perutnya, lalu naik lagi, hingga akhirnya memperlihatkan bra merah yang Ibu kenakan.
581Please respect copyright.PENANAefOpfET6eM
Kemudian, tangan Ibu meraih pengait bra di punggungnya. Suara "klik" pelan terdengar, dan bra merah itu terlepas.
581Please respect copyright.PENANA2WkISUVG4G
Kini kedua payudara Ibu menjuntai bebas, memang terlihat sedikit kendor seperti yang Ibu katakan sebelumnya, tapi justru itu yang membuatnya terasa lebih... menggoda. Putingnya berwarna coklat gelap, lumayan besar dan menonjol. Kulit di sekitarnya tampak lembut, dengan urat-urat tipis samar terlihat di permukaannya.
581Please respect copyright.PENANAaHRFUFH8gf
"Kok diem aja?" Suara Ibu memecah keheningan. Dia berusaha menutupi payudaranya dengan kedua tangannya. "Nyesel ya?"
581Please respect copyright.PENANAWvN4uc47s0
Aku tersentak dari lamunanku. "Enggak, Buk! Enggak nyesel! Bagus kok!" kataku cepat.
581Please respect copyright.PENANA5JdPjmTKSD
Ibu mendengus pelan, menatapku dengan tatapan skeptis. "Halah, paling kamu ngomong gitu biar Ibuk seneng, omong kosong!"
581Please respect copyright.PENANAyFyk1KddoA
"Enggak, Buk! Beneran bagus kok!" Sanggahku. Tanpa sadar, aku menunjuk ke arah tonjolan di celanaku. "Ini buktinya, titidku tegang liat nenen Ibuk!"
581Please respect copyright.PENANAM4Ii14BALf
Mata Ibu langsung membelalak. Wajahnya yang tadi agak masam kini berubah sepenuhnya, rona merah menjalar ke seluruh pipinya. "Joko!" serunya, suaranya meninggi. "Bisa-bisanya kamu nafsu liat nenen Ibuk?!"
581Please respect copyright.PENANANv4phHtzLu
Aku sedikit terkejut dengan reaksinya, tapi aku tidak bisa menarik kembali kata-kataku. "Ya namanya juga dikasih liat nenen, Buk! Siapa coba yang enggak nafsu!" Aku mencoba membela diri.
581Please respect copyright.PENANAj6RWvSO3ir
Ibu mendesah, lalu dengan ragu dia memegang salah satu payudaranya. "Tapi kan ini nenen Ibuk, Sayang. Dulu waktu bayi kamu ngenyotin tiap hari juga enggak pernah nafsu," Lanjutnya.
581Please respect copyright.PENANAMeQ0lw53nJ
Aku mendesah. "Itu kan dulu waktu masih bayi, Buk. Sekarang Joko udah gede."
581Please respect copyright.PENANAxD8jOeRu8E
Ibu melirik ke bawah, ke arah tonjolan di celanaku yang terlihat jelas. "Apanya yang udah gede?"
581Please respect copyright.PENANAZOispGZOUN
"Ibuuuuuk!!!" Aku merasa pipiku ikut memanas.
581Please respect copyright.PENANAPQffFMlCKj
Ibu tertawa pelan. Tangannya mulai meraih kaus dan bra-nya. "Yaudah, intinya Ibuk udah nepatin janji ya," katanya. "Terus masalah yang lagi tegang itu..." Ibu melirik sekilas ke tonjolan di celanaku, lalu tertawa lagi. "Ibu enggak ada urusan sama itu, ya! Kamu urus itu sendiri!"
581Please respect copyright.PENANAGEYbqISDdS
Aku mendengus. "Iya iya. Tapi bentar dulu dong Buk," kataku, berusaha menahannya agar tidak cepat-cepat memakai baju. Mataku tak bisa lepas dari pemandangan di depanku. Lalu, ide lain muncul. Aku melirik ke arah celana Ibu. "Ngomong-ngomong, boleh liat yang bawah enggak, Buk?"
581Please respect copyright.PENANANd4WMHJJVH
Seketika tawanya berhenti. Mata Ibu membulat lagi. "ENGGAK!" serunya, suaranya kembali meninggi. "Ngelunjak ya kamu!" Ibu dengan cepat mengenakan kausnya. "Eh, tapi..." Dia terdiam sejenak, menatapku, senyum tipis kembali mengembang di bibirnya. "Ibu pikirin kalau nilai Ujian Nasionalmu bagus."
581Please respect copyright.PENANA9XieWwskvb
Mataku langsung berbinar. "SIAP 69!" teriakku penuh semangat. Ujian Nasional? Itu tantangan yang jauh lebih besar, tapi hadiahnya juga jauh lebih besar.
581Please respect copyright.PENANAobaSKeE4XN
Ibu tersenyum tipis, lalu berbalik dan melangkah keluar kamar. Aku hanya bisa menghela napas, sisa-sisa pemandangan tadi masih terbayang jelas di benakku.
581Please respect copyright.PENANA8oSbQadle2
Aku segera duduk di meja belajar. Ujian Nasional minggu depan. Ini bukan main-main. Aku harus fokus. Aku harus belajar. Bayangan "hadiah" yang dijanjikan Ibu, yang lebih besar dan lebih berani, kini menjadi bahan bakar utama. Aku mengambil buku, membukanya dengan semangat baru. Demi "hadiah" itu, aku akan berjuang habis-habisan!
581Please respect copyright.PENANAgcSulMhrov
Hari-hari berikutnya kulalui dengan belajar, belajar, dan terus belajar, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Setiap kali aku merasa bosan atau lelah, bayangan "hadiah" itu langsung muncul di benakku, memberikan suntikan motivasi yang luar biasa.
581Please respect copyright.PENANAs63Eb7CbIz
Dan akhirnya, hari H Ujian Nasional pun tiba. Aku memasuki ruang ujian dengan perasaan yang sangat berbeda. Soal-soal terbentang di hadapanku, dan kali ini, aku merasa siap. Aku mengerjakan setiap soal dengan teliti, mengingat setiap rumus dan konsep yang sudah kuhafalkan mati-matian. Ada beberapa soal yang menantang, tapi aku bisa menyelesaikannya.
581Please respect copyright.PENANAXfiW6NBYId
Seminggu kemudian, hasil Ujian Nasional keluar. Jantungku berdebar tak karuan saat melihat namaku di daftar. Mataku langsung tertuju pada kolom nilai rata-rata. Delapan puluh sembilan koma lima! Nyaris menyentuh angka 90! Aku tak bisa menahan senyum lebar yang merekah di wajahku. Aku berhasil! Aku benar-benar berhasil! Ini nilai tertinggi yang pernah kuraih sepanjang hidupku. Langsung saja aku berlari pulang, tak sabar menagih hadiah yang sudah Ibu janjikan!
581Please respect copyright.PENANARKPWrbE36r
Sesampainya di rumah, aku langsung membuka pintu rumah dengan semangat menggebu. Begitu masuk, aku melihat Ibu sedang duduk di ruang tamu, di sofa, dengan wajah cemas.
581Please respect copyright.PENANARuE9wSJjAq
"Gimana, Sayang, hasilnya? Bagus kan?" tanyanya.
581Please respect copyright.PENANAYt0h4gdxtZ
Aku tidak langsung menjawab. Aku ingin memberinya sedikit kejutan. Aku berjalan menghampirinya dengan langkah pelan, memasang ekspresi cemberut. Ibu menatapku dengan mata khawatir. Semakin dekat, aku bisa melihat gurat cemas di wajahnya.
581Please respect copyright.PENANAIaobuLUuNv
Saat sudah berada tepat di depannya, aku langsung menerjang, memeluk Ibu erat. "Ibukkk!" teriakku. "Nilaiku... nilai rata-rataku delapan puluh sembilan koma lima!" Aku melepaskan pelukan, menatapnya dengan senyum bangga.
581Please respect copyright.PENANAQavzyEUxfj
Mata Ibu langsung terbelalak. Dia tampak tidak percaya, bibirnya sedikit terbuka. "A-apa? Delapan puluh sembilan koma lima?" tanyanya, suaranya bergetar. Tanpa menunggu jawabanku, tangannya langsung terulur, merebut kertas hasil Ujian Nasional dari genggamanku. Dia memelototi angka-angka itu, seolah memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.
581Please respect copyright.PENANAtIjvCTzNP0
Beberapa saat kemudian, Ibu mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. Dia memelukku erat. "Ibu bangga sama kamu, Nak," bisiknya, suaranya penuh haru.
581Please respect copyright.PENANAmSGBmBdhFs
Aku menyeringai sombong. "Harus bangga dong, Buk! Punya anak pinter gini masa enggak bangga?" Aku melepaskan pelukan, menatapnya penuh arti. "Yang lebih penting tu, Ibuk masih inget hadiahnya kan? Ibuk enggak ada niat buat ingkar janji kan?"
581Please respect copyright.PENANAgjRCUJLn1c
"Janji apa?" tanyanya. "Kan Ibuk ngomongnya mau pikirin dulu kalau nilaimu bagus." Lanjutnya, sambil menjulurkan lidah.
581Please respect copyright.PENANAuh8uWksZuH
"Kok curang sih, Buk!" protesku. Tapi aku sudah tahu counter-nya. "Kalau Ibuk curang gitu, aku enggak mau kuliah!"
581Please respect copyright.PENANARKHPi2iajS
Mata Ibu membelalak. "Eh, berani ngancem Ibu?" tanyanya, keningnya berkerut.
581Please respect copyright.PENANAG5bMQpFqo6
"Ya habis Ibu curang sih!" Aku bertahan, tahu bahwa ancaman ini adalah kartu trufku.
581Please respect copyright.PENANAm5OoF8TKwz
Ibu mendengus, lalu senyum misterius muncul di bibirnya. Dia menyilangkan tangan di dada, menatapku lekat-lekat. "Emang pengen banget ya liat anu Ibuk?" tanyanya. "Punya Ibuk lebat loh," lanjutnya, matanya sedikit membesar, seolah ingin membuatku jijik. "Enggak pernah Ibuk rawat."
581Please respect copyright.PENANA3SJwdh44gl
Aku tahu dia sedang mencoba membuatku merasa jijik, tapi itu tidak akan berhasil. Justru sebaliknya! Aku tersenyum lebar, merasa di atas angin. "Bagus dong, Buk! Aku emang suka yang lebat-lebat gitu," kataku sambil menjulurkan lidah, kali ini dengan ekspresi kemenangan.
581Please respect copyright.PENANAb0duvVlRw6
"Hah?" Ibu tampak sedikit terkejut dengan jawabanku.
581Please respect copyright.PENANAIxOo96zIWw
"Sekarang enggak ada alasan-alasan lagi, Buk. Ayo dong, jangan ingkar janji!" desakku, tak sabar menagih janjinya.
581Please respect copyright.PENANA2YFyRPQ8Aw
Ibu menatapku dalam-dalam. Ada perpaduan pasrah dan sesuatu yang lain di matanya, sesuatu yang sulit kuartikan. Dia menghela napas panjang. "Beneran?" tanyanya pelan. Aku mengangguk cepat. "Yaudah deh," gumamnya, nyaris tak terdengar. Kemudian, dengan nada yang lebih jelas, dia berkata, "Tutup pintu, terus kunci sekalian. Takut kalau tiba-tiba ada tamu."
581Please respect copyright.PENANAhhjzx1bGqi
"Yesss!" seruku dalam hati, tak bisa menyembunyikan kegembiraanku. Aku segera berlari ke pintu, menguncinya rapat-rapat. Dan langsung kembali menatap Ibu.
581Please respect copyright.PENANAUqSLlq3cwS
Perlahan, tangannya bergerak ke pinggangnya, dan mulai menarik turun celana panjangnya. Kain celana itu melorot, memperlihatkan betisnya yang mulus, lalu lututnya. Dan kemudian… celana dalamnya. Berwarna biru muda, menempel erat di selangkangannya, memperlihatkan gundukan samar di baliknya.
581Please respect copyright.PENANAsnzq81bUm2
Ibu kembali menatapku, ada kilatan aneh di matanya. Tanpa ragu, tangannya bergerak ke pinggir celana dalam itu. Dengan gerakan yang lambat, dia menariknya ke bawah. Perlahan, kain biru muda itu melorot hingga akhirnya terlepas.
581Please respect copyright.PENANANz7BUmpg7x
Dan kini, di hadapanku, vagina Ibu terhampar jelas. Bulu vaginanya berwarna hitam pekat, tebal, menutupi sebagian besar area vaginanya, namun tetap menyisakan sedikit celah untuk melihat bibir vaginanya yang sedikit gelap dan agak tebal. Klitorisnya samar terlihat di antara rimba bulu vaginanya, kecil dan mungil.
581Please respect copyright.PENANAqXEERUwCLy
Aku berdiri mematung, menatap pemandangan di depanku dengan mulut sedikit terbuka.
581Please respect copyright.PENANAFl62KQe0LV
"Suka banget ya, kok sampe mangap gitu?" Suara Ibu terdengar, memecah kekagumanku. Dia tersenyum nakal, lalu tangannya terangkat, mengusap pelan bulu vaginanya.
581Please respect copyright.PENANA5oZwcrdAXq
Aku tersentak, cepat-cepat menutup mulutku. Wajahku terasa panas. "Bagus banget Buk. Tapi... beneran kayak hutan ya, hehe."
581Please respect copyright.PENANAm2T7gWLxvU
Ibu mendengus, tawanya sedikit keluar. "Itu muji atau ngejek, Sayang?" tanyanya.
581Please respect copyright.PENANAMdetzu7C7C
"Muji dong, Buk! Sumpah, bagus banget, Buk!" kataku, bersikeras.
581Please respect copyright.PENANAX9hR5J6m6K
"Huuu," Ibu kembali tertawa pelan. Tangannya terus mengusap-usap vaginanya. Setiap sentuhan tangannya membuat area itu terlihat lebih menggoda.
581Please respect copyright.PENANAwo0xodaRD7
Kemudian, Ibu menatapku dengan tatapan yang berbeda, lebih lembut, lebih... memabukkan. Sambil terus mengusap vaginanya, dia berkata, "Dulu kamu lahir dari sini lho, Sayang."
581Please respect copyright.PENANAjKIlc7TqzQ
Aku tersenyum kikuk. "Hehe, pantes aja, kok aku ngerasa pengen reunian," kataku tanpa berpikir.
581Please respect copyright.PENANA9Ph8qoShrn
Mata Ibu langsung menyipit, tawanya mereda. "Hush! Maksud kamu? Mulai nakal ya?!" nadanya sedikit mengancam.
581Please respect copyright.PENANAPDLIMO1T0j
"Eh, anu itu... anu..." Aku gelagapan, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Tapi sudah terlambat, Ibu sudah tahu kemana arah pembicaraanku.
581Please respect copyright.PENANATZHIU5fOAj
Ibu tertawa melihatku gelagapan, kali ini lebih lepas. Kemudian dia mulai meraih celana dalamnya yang tergeletak di lantai, seolah ingin memakainya lagi. Panik melandaku.
581Please respect copyright.PENANAICv2L4P7EE
"BENTAR BUKKKK!" seruku, nyaris menjerit. Ibu menghentikan gerakannya, menatapku dengan alis terangkat. Aku menelan ludah, mengumpulkan sisa-sisa keberanianku. "Boleh pegang enggak, Buk?" tanyaku, suaraku sedikit bergetar karena takut sekaligus berani.
581Please respect copyright.PENANApmKudqq0Vm
Ibu terdiam, matanya membesar. "Hah? Pegang? Mau ngapain kamu pegang-pegang anu Ibuk?" tanyanya.
581Please respect copyright.PENANAxEFiXLoquF
"Bentar aja kok, Buk, boleh ya... plisss," pintaku, memasang ekspresi memohon.
581Please respect copyright.PENANAftDdBJnrJA
Ibu tidak menjawab. Dia hanya menatapku, napasnya sedikit terengah. Tangannya yang tadinya ingin memakai celana dalam, kini terhenti. Perlahan, dia mulai duduk di sofa.
581Please respect copyright.PENANAoxwBNLEE7l
Dengan gemetar, aku melangkah mendekat, lalu berlutut di depannya. Mataku tak lepas dari vaginanya. Aku mengulurkan tangan, dan dengan berani, jari-jariku mulai menyentuh, memainkan bulu kemaluannya. Ibu hanya diam, matanya terpejam, tangannya perlahan mengusap rambutku.
581Please respect copyright.PENANA1s9fkplbAh
Aku semakin berani. Jemariku mulai mengusap area vaginanya, merasakan kelembutan kulit di balik rimbunnya bulu. Lalu, pelan-pelan, aku menyelipkan ujung jariku sedikit ke dalam. Ibu tersentak, dan sebuah desahan tertahan lolos dari bibirnya. Tangannya tanpa sadar menjambak rambutku, tidak keras, lebih seperti reaksi kaget.
581Please respect copyright.PENANAkCxS14E9dM
Tak bisa menahan diri, tanpa meminta izin, aku mendekatkan wajahku. Dan dengan nekad, aku mulai menjilat vaginanya.
581Please respect copyright.PENANAXqZbHnQymH
Ibu tersentak lagi, tubuhnya sedikit melengkung. "Joko! Ngapain?!" desahnya, suaranya tercekat. "Jijik tahu, itu buat Ibuk pipis!"
581Please respect copyright.PENANAhb0JfUEXHB
Aku tak peduli. Lidahku terus bekerja, menjelajahi setiap inci area itu. Kadang aku menjilat perlahan, kadang menghisap pelan klitorisnya, kadang bahkan memasukkan ujung lidahku ke dalam vaginanya.
581Please respect copyright.PENANATHEI1McJ0e
Desahan Ibu semakin keras, memenuhi ruang tamu. Kadang tangannya menjambak rambutku, kadang juga menekan kepalaku, seolah ingin aku lebih dalam. Aku bisa merasakan getaran di tubuh Ibu. Ini gila, benar-benar gila. Tapi rasanya... luar biasa.
581Please respect copyright.PENANAs8f9mAzqwt
Lidahku terus menari-nari, mencoba mencari titik-titik yang membuatnya mendesah lebih kencang. Getaran di tubuh Ibu semakin intens, napasnya tersengal-sengal.
581Please respect copyright.PENANAYBZs7l9Vgv
Desahan Ibu berubah menjadi rintihan panjang. "Ohh... ahh... Joko..."
581Please respect copyright.PENANAAsy8Ylvuof
Tiba-tiba, sebuah semburan hangat menerpa wajahku. Cairan itu membanjiri mulut, pipi, dan dahiku. Aku tersentak, sedikit terkejut, namun tidak menghentikan aksiku. Cairan itu terasa asin, namun anehnya, tidak menjijikkan. Ibu terus mendesah-desah, suaranya kini lebih pelan, tapi masih penuh gairah. Tangannya yang tadinya mencengkeram rambutku kini melonggar, mengusap kepalaku dengan lembut.
581Please respect copyright.PENANAU0kTVHOafp
"Enak banget, Jok," bisik Ibu, suaranya serak. "Baru kali ini Ibu muncrat-muncrat gitu."
581Please respect copyright.PENANAXN9B0W8V8Z
Aku bangkit dari posisi berlutut, wajahku masih basah oleh cairannya. Aku menatap Ibu, dengan gairah yang masih membuncah di dalam diriku. "Ibu yang enak," kataku, suaraku sedikit serak. "Aku belum ngerasain enaknya, Buk." Aku melirik ke arah tonjolan di celanaku, berharap dia mengerti maksudku.
581Please respect copyright.PENANAR0F8PlDKZg
Mata Ibu melebar. Dia menatapku, lalu melirik ke bawah, ke arah penisku. Sebuah senyum tipis, entah malu atau menggoda, muncul di bibirnya. Dia menghela napas, kemudian dengan gerakan perlahan, dia melebarkan kakinya.
581Please respect copyright.PENANA5dY2xNPyZq
"Jangan kenceng-kenceng ya, Sayang," ucapnya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.
581Please respect copyright.PENANAVsrNaAcvsD
Mendengar itu, tanpa ragu sedikit pun, aku langsung melepas celanaku. Penisku yang sudah tegang langsung menyembul keluar. Aku berdiri di depannya, kini posisiku agak menindih tubuh Ibu yang masih duduk di sofa. Dengan gemetar, aku mulai mengusap-usapkan ujung penisku di bibir vagina Ibu, merasakan kehangatan dan kelembaban yang memabukkan.
581Please respect copyright.PENANATp4Dsit0rZ
Ibu mendesah, tubuhnya sedikit bergerak gelisah di bawahku. "Ngapain, Sayang, ahh..." desahnya, suaranya sedikit bingung. "Kalau kamu ragu, mending enggak usah, Sayang. Nanti Ibu kocokin aja."
581Please respect copyright.PENANAKKxy6cZRMy
Aku tersenyum tipis, menatap matanya yang sayu. Ragu? Tidak ada lagi keraguan di benakku. Aku sudah sejauh ini, tidak mungkin aku berhenti. "Enggak, Buk," kataku mantap.
581Please respect copyright.PENANAxhVNbrsuWi
Dengan perlahan, aku menekan. Ujung penisku mulai masuk, menembus bibir vaginanya, merasakan dinding hangat yang melingkupi penisku. Ibu tersentak lagi, dan sebuah desahan panjang lolos dari bibirnya. "Ahhh..." Tubuhnya melengkung, tangannya spontan mencengkeram bahuku, menarikku lebih dalam.
581Please respect copyright.PENANADwlvmGf4K3
"Enak banget, Buk!" ujarku.
581Please respect copyright.PENANA3FTD09YMKb
"Ahhh... nakal banget kamu, Sayang" desah Ibu, suaranya tercekat di antara napasnya yang memburu. Kemudian dia mencubit lenganku, tidak keras, lebih seperti cubitan gemas.
581Please respect copyright.PENANARurCtQBA8j
Aku menyeringai. "Yang nakal itu Ibuk," balasku, sedikit terengah. "Muncrat di wajah anaknya sendiri."
581Please respect copyright.PENANADjvXdGoPQh
Ibu tidak menjawab, aku bisa melihat rona merah menjalar di pipinya. Dia pasti malu. Aku tidak peduli, ini terlalu menyenangkan untuk dihentikan. Setiap gesekan, membuatku semakin tenggelam dalam kenikmatan. Aku bisa merasakan kehangatan yang merengkuh penisku, cengkeraman otot vaginanya yang ketat, dan desahan-desahan Ibu yang kini bercampur dengan rintihan.
581Please respect copyright.PENANAeMw7xzh7pT
Aku mempercepat ritme, menjadi lebih dalam dan lebih cepat. Ibu menyesuaikan diri, kakinya melingkari pinggangku. Tubuhnya bergetar, desahannya semakin intens, kemudian berubah menjadi sebuah erangan. Aku tahu dia juga menikmati ini.
581Please respect copyright.PENANA534HRLpU6c
Setiap hentakan terasa begitu nikmat, aku tenggelam dalam sensasi itu. Keringat mulai membanjiri dahiku, dan napasku juga mulai memburu. Ibu terus mengerang, sesekali memanggil namaku di antara desahannya. Cengkeramannya di punggungku semakin kuat, kuku-kukunya menusuk kulitku, tapi aku tidak peduli.
581Please respect copyright.PENANAcRkLn9ezNw
Lima belas menit berlalu, sensasi itu semakin memuncak. "Ahhh... Buk!" dengan desahan terakhir, aku merasakan cairan spermaku keluar membanjiri vaginanya. Aku crot.
581Please respect copyright.PENANAB881VbSgOs
Kemudian tubuhku ambruk, menimpa Ibu di sofa. Aku memeluknya erat, napas terengah-engah. Kepalaku terbenam di ceruk lehernya, merasakan detak jantungnya yang masih berpacu kencang. Kami berdua terdiam, hanya suara napas kami yang memenuhi ruangan.
581Please respect copyright.PENANAEEeofIu2m4
Perlahan, Ibu mengusap punggungku. "Capek, Sayang?" bisiknya lembut.
581Please respect copyright.PENANAZJfXu8pISI
Aku hanya mengangguk, terlalu lemas untuk bicara.
581Please respect copyright.PENANATNN4NLSwZa
Ibu tertawa pelan. "Udah puas, kan?"
581Please respect copyright.PENANAu5fEZPk7Lo
Aku mengangguk lagi. Kemudian Ibu menggeser tubuhnya sedikit, memberiku runang untuk merebahkan diri di sampingnya. Kami berdua tiduran di sofa, berpelukan. Ini adalah akhir yang sempurna untuk "hadiah" yang paling gila dalam hidupku.
ns216.73.216.239da2