Pengemudi sedan itu terkapar seperti boneka kain, satu kaki ter1ipat pada sudut yang lidak wajar. Kepalanya terkulai, tangannya kurus dan pucat. Tapi dari gerakan di dada, sepertinya pria itu belum mati. Hanya terluka dan tidak sadarkan diri.
Dian Pelangi berusaha menariknya. Jilbabnya yang beraneka wama terlihat kontras dengan suasana langil yang kelabu. lnneke menarik blusnya dan merobek secarik kain, membuat perban darurat yang dililitkan menutupi Iuka dalam di kepala pria itu. Sementara Puput Melati berjongkok dan menyentuh luka di leher. Sambil mengerutkan kening, ia lalu menengadah kepada Inneke.
Dengan jemari berlumuran darah ia berkata, "Kenapa darahnya banyak sekali? Lihat lehernya."
Saat itu Arzetti sudah kembali, lampaknya Jeep benar-benar kosong. Entah kemana pengemudinya, mungkin melarikan diri karena ketakutan setelah menabrak orang. Bersama-sama mereka memeriksa kondisi si orang tua.
"Ada lubang di lehernya," Dian Pelangi berseru kaget.
Mereka semua langsung tersentak. Sementara Inneke berusaha menutupnya, pandangan Citra tanpa sengaja beradu dengan sebuah las tangan wanita yang tergeletak tak jauh dari mobil. la segera turun untuk mengambilnya, siapa tahu ada idenlilas di dalam tas itu. Zaskia mau tak mau jadi ikut turun untuk menemaninya.
Meski kecil, las itu terlihat cukup berharga. Bordirannya rumit dan tali rantainya seperti terbuat dari emas. Di permukaannya bertaburan mutiara yang sangat berkilauan. Ini jenis tas yang disandang wanita-wanita berduit.
Sementara Citra menatap las tangan itu, sebentuk pemikiran kecil muncul dalam benaknya, membesar, membesar, dan terus membesar hingga akhimya merekah. Dimana wanita pemiliknya?
Pada saat ilulah ada bayangan menimpanya.
Pria itu tidak jangkung, atau gemuk, tapi tampak sangat kokoh; ototnya seperti kuda, rapat ke kulit, menggelombang dan berbentuk spiral. Citra tersentak saat menatap wajah pria itu yang halus dan muda. Rambutnya yang cepak tampak berkilau lerkena air hujan dan pakaiannya sekelabu langil yang bergulung cepat di atas. Senyumnya lebar dan menunjukkan gigi-gigi putih, namun Citra tidak mempercayai senyum itu sedikitpun.
Kesan pertama Citra adalah pria ini mirip rubah. Bukan, ia menyimpulkan. Lebih tepatnya, musang. Ya, musang memang lebih cocok. Ada pistol di
pinggang celana pria itu. Citra langsung tersentak dan mengangkat tangan. Bukan ke wajah tapi ke dada. Begitu juga dengan Zaskia. Keduanya seperti ingin melindungi anggota tubuh mereka yang paling berharga, yaitu payudara; yang dari tadi terus dipelototi oleh pria itu.
Tolong, jangan sakiti kami." Citra berkata tanpa berpikir. Pria itu memandangnya dan tertawa.
Dari sudut matanya, Citra melihat teman-temannya yang lain juga membeku di tempat masing-masing. Arzetti berdiri gelisah, sementara lnneke, Puput Melati dan Dian Pelangi saling berpegangan tangan.
Pria kedua berjalan mendekati mereka. Sangat besar, gendut dan jangkung. Juga mengenakan pakaian kelabu. Rambutnya gondrong berantakan. Satu giginya hilang dan senyumnya lapar. la memandang para artis berjilbab itu dengan tatapan mengundang.
Beruang, pikir Citra secara otomatis.
Pergi," Citra berbisik kepada Zaskia. "Ayo pergi, sekarang!' Sambil berjalan mundur, ia menggandeng tangan Zaskia menuju minibus mereka. Di belakang setir, Edies Adelia menonton semua adegan itu dengan kaki siap di pijakan gas, bersedia melarikan mobil kencang-kencang begitu semua sudah masuk ke dalam.
Namun baru dua langkah, dengan cepat si musang menyambar jilbab lebar yang dikenakan oleh Citra. "Auw!" gadis itu berteriak, berusaha berontak dan melepaskan diri. la menampar tangan pria itu, tapi dengan hati-hati, takut memukulnya, takut membuatnya marah.
Pria itu meneriakkan sesuatu yang tidak dipahami oleh Citra karena saking paniknya. Seringaiannya berubah menjadi tatapan dingin. Wajahnya berubah gelap. la mencengkeram pundak Citra dan mengguncangnya. Citra merosot ngeri dan hampir saja kembali berteriak kalau saja tidak didengarnya suara lnneke yang menjerit histeris, menyuruhnya untuk diam dan tenang.
"Nah, begini kan lebih baik." kata si musang, senyumnya telah kembali.
Kita dapat sandera yahud, Bos." si beruang tertawa hingga ludahnya berhamburan kemana-mana. Ditatapnya keenam wanita yang berdiri ketakutan di hadapannya dengan pandangan lapar. Sangat-sangat lapar.
la menjilati bibirnya saat mengawasi Zaskia, kentara sekali tertarik dengan tubuh gadis yang barusan melahirkan itu. Tubuh Zaskia memang jadi begitu montok sekarang, susu dan pinggulnya jadi tambah besar akibat menyusui. Ditambah kegemarannya yang memakai gamis ketat, jadilah ia pemandangan indah bagi si beruang yang lapar. Berusaha sekuat apapun menyembunyikan diri di balik badan Citra, tetap saja ia jadi incaran pertama.
Lelaki tinggi besar itu kemudian melangkah maju. Zaskia segera melipat kedua lengannya dengan kikuk, berusaha untuk menyembunyikan kemontokan payudaranya yang begitu mengundang. Namun laki-laki itu temyata mengabaikannya. la juga mengabaikan Citra yang masih berada di dalam cengkeraman si Musang.
"Panggil teman kalian yang ada di dalam mobil." kata si beruang santai.
Matanya beralih bergantian menatap keempat wanita yang ada di depannya.
Inneke membeku, ia tak mampu untuk bergerak. Begitu juga dengan Puput Melati dan Dian Pelangi. Hanya Arzetti yang seperti ingin berkata sesuatu, tapi kemudian terdiam.
"Kalian jangan takut," Laki-laki itu menunduk memandangi wajah pria tua yang sekarang sudah diam, mungkin sudah meninggal. "aku tidak akan menyakiti... malah, aku ingin mengajak kalian bersenang-senang." la tertawa. dan ludahnya kembali berhamburan keluar.
Inneke segera berpaling, sementara Dian Pelangi dan Puput Melati menutup mulut untuk mengurangi rasa jijiknya. Hanya Arzetti yang masih berani menatap mata pria itu.
"Tubuhmu kurus, tapi kamu cukup berani juga." katanya sambil dengan malas mengetukkan kakinya yang bersepatu bot ke kepala si pria tua, memastikannya benar-benar tewas.
Arzetti terkesiap. Laki-laki itu sungguh tega. Membuat darahnya jadi mendidih, dan tanpa sadar tangannya sudah melayang untuk menampar.
Namun kurang dari satu centi, si beruang menyentakkan tubuhnya ke belakang dan dengan ter1<ejut menangkap pergelangan tangan perempuan cantik itu. Keterkejutannya lalu berubah menjadi rasa geli. Sambil mendorong lengan Arzetti ke bawah, tangannya menyambar hingga menemukan menemukan gundukan payudara perempuan itu dan berlama-lama meremas-remas disana.
•Jangan! Hentikan!" Arzetti menjerit. Berusaha untuk melepaskan diri, namun sama sekali tidak bisa. Si beruang terus meremas dan memainkan tonjolan buah dadanya, berganti-gantian antara yang kiri dan yang kanan.
Mendadak laki-laki tnggi besar itu bosan dengan mainannya. Tanpa isyarat apa-apa, ia tiba-tiba memukul Arzetti tepat di perut. Membuat perempuan cantik bertubuh tinggi itu langsung jatuh berlutut. Keempat temannya yang dari tadi tadi diam saja spontan menjerit mendekati. Mereka memapah Arzetti yang masih membungkuk-bungkuk memegangi perut dan bemapas dengan susah payah.
"Hei, kemana si Kuntet?" tanya Musang kepada si beruang.
Laki-laki tinggi besar itu memberi isyarat ke rerumputan tinggi di pinggir tanggul. Ekspresinya aneh, seakan-akan ada sesuatu yang disembunyikannya.
Dasar muka tempik!" umpat si musang, garang.