Aningsih ( 1 ) (Enny Arrow)
TAMAN RIA Remaja Senayan. Air membentang seluas mata memandang. Perahu-perahu hilir mudik dengan berbagai bentuk. Kebanyakan berkepala bebek. Penumpang-penumpangnya bermacam-macam. Ada keluarga. Terdiri Bapak, Ibu dan anak-anaknya. Atau pasangan-pasangan yang sedang berpacaran. Wajah-wajah mereka menunjukkan kegembiraan. Ada yang senyum, tertawa cerah. Atau bercanda ria. Memang demikianlah halnya kebanyakan pengunjung-pengunjung Taman Ria ini. Kebanyakan menampakkan
wajah gembira. Ceria. Namun di antaranya, ada seorang yang tidak menampakkan wajah gembira. Benny ! Dia duduk di atas rerumputan pebukitan yang memanjang. Matanya memandang ke depan. Sebentar meredup, sebentar membola. Seperti ada golakan di dalam hatinya. Seperti gelombang yang menderu-deru. Tiap sebentar menghela napas panjang! Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Lama dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang paling manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya. Benny membuka matanya lagi. Secara jujur, Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia sangat mencintai Lisa. Belum pernah sebelumnya, Benny mencintai seseorang, seperti
besarnya kecintaannya kepada Lisa, Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah berobah menjadi kebencian. Kebencian amat sangat. Benny merentak. Setengah menyentak, dia bangun dari sikap berharingnya. Berpaling ke kiri dan meludah. Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan mata seseorang. Seorang perempuan. Benny terperangah. Sejak kapan perempuan itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya pada beberapa menit yang
lalu. Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai pada bahunya, masih saja memandang Benny. Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian ! Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah. Duduk dengan sikap agak sembarangan, sehingga ujung roknya tersingkap. Dan menyembullah
pahanya yang memutih penuh ! Benny segera menarik pandangnya dan melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan dengan perempuan. Walau bagaimanapun cantiknya. Tentu dia tidak berapa jauh dengan Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . . mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih indah dari pada mata Lisa. Secara naluriah. Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi matanya bentrok. Uf! Perempuan itu membalas senyum Benny. lni benar-benar di luar dugaan. Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan itupun itu pun membalas mengangguk.
3272Please respect copyright.PENANAJLRb5n6L28
“Aku tidak boleh ge-er!” ujar Benny dalam hati. “Aku tidak boleh mengharapkan terlalu banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri. Lumayan menjadi teman ngobrol!” Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya, kemudian menunjuk perempuan itu. Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana kalau Benny menemani perempuan itu duduk. menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu. Segera dia berdiri dan menghampiri perempuan itu.
3272Please respect copyright.PENANAP9xM6pPEPM
“Tidak mengganggu?!” tanya Benny sambil duduk di sisi perempuan itu.
3272Please respect copyright.PENANALmSlAAV0QT
“Senang sekali dikawani!” jawab perempuan itu.
3272Please respect copyright.PENANAU3TSiUfkDn
“Sendirian?” tanya Benny.
3272Please respect copyright.PENANAGvFBZz2n3u
“Seperti yang kamu lihat!” kata perempuan itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan: “Sebenarnya saya menunggu seseorang.”
3272Please respect copyright.PENANAOdTLkBjyUQ
“Pacar?!”
3272Please respect copyright.PENANAcQlcdGLsUp
“Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan biasa. Dan kamu?!” tanya perempuan itu, yang tahu betul bahwa Benny jauh di bawah umurnya.
3272Please respect copyright.PENANAzVu0xL5xGs
“Saya memang datang sendirian,” ujar Benny.
3272Please respect copyright.PENANAo4NboaxzZQ
“Nggak sama pacar?!” tanya perempuan itu sambil tersenyum.
3272Please respect copyright.PENANAY05bQIq2qO
“Saya . . . eh, belum punya pacar.”
3272Please respect copyright.PENANAM8Xc0x88bl
“Bohong!” kata perempuan itu spontan.
3272Please respect copyright.PENANAD1GWVXGX8O
“Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!” Benny mengernyitkan keningnya.
3272Please respect copyright.PENANAtaIWbM3tid
“Umur kamu berapa?!”
3272Please respect copyright.PENANANdQtbEAisZ
“Dua puluh empat!”
3272Please respect copyright.PENANAzKklftC5Ud
“Dua puluh empat tahun, belum punya pacar. Siapa yang mau percaya!”
3272Please respect copyright.PENANAjoA3v98avT
“Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!” jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny sangat menyesali ucapan mulutnya.
3272Please respect copyright.PENANAVA9tl6f9hz
“Aku bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar. Tetapi aku sebel sama dia!”
3272Please respect copyright.PENANAT0Zd06IJBd
“Nama kamu siapa?!”
3272Please respect copyright.PENANAx2JPpdavLK
“Benny. Dan nama Mbak?!”
3272Please respect copyright.PENANAuibHrTeWxJ
“Aningsih.”
3272Please respect copyright.PENANAUps4qrpg6L
“Ya. Kenapa?!”
3272Please respect copyright.PENANAXqqLTUtPVp
“Nggak apa-apa! Nama yang manis!” Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul bahu Benny.
3272Please respect copyright.PENANA8XScrZ5cL1
“Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!”
3272Please respect copyright.PENANAaZzvij8ncc
“Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak memang manis, seperti orangnya. Cantik. Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!”
3272Please respect copyright.PENANAOULMf28WVM
“Memangnya kenapa dengan ketawaku?!”
3272Please respect copyright.PENANAf1SoyWeTJv
“Manisnya nggak ketulungan!” Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi !
“Makin manis saja,” kata Benny.
3272Please respect copyright.PENANAXPmwUB47In
Perempuan itu, yang menyebutkan namanya Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny yang ketawa-ketawa senang.
3272Please respect copyright.PENANAG32SAobKni
“Kamu seharusnya sudah punya pacar.”
3272Please respect copyright.PENANAaAeLjHtjFl
“Nggak ada perempuan yang mau sama saya.”
3272Please respect copyright.PENANAp7fsUGnI3q
“Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak perempuan yang mau sama kamu!”
3272Please respect copyright.PENANAwYYnE4THyE
“Sungguh kok, Mbak,” kali ini Benny bicara lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya ujungnya sampai hancur. Kemudian dilemparkannya.
3272Please respect copyright.PENANAhhx8uLEYbj
Lalu berkata dengan suara lebih perlahan: “Tak ada perempuan yang mau sama saya!”
3272Please respect copyright.PENANA03Jj6tIybw
“Mengapa kamu beranggapan demikian?!”
3272Please respect copyright.PENANAPcr6eZv6Pw
“Kenyataannya memang begitu.”
3272Please respect copyright.PENANA1QusYKe0pm
“Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal. Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!”
3272Please respect copyright.PENANAoQMPmcGt01
“Tidak begitu, kok!” jawab Benny. “Saya biasa-biasa saja!”
3272Please respect copyright.PENANAACqaFSck9W
“Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah punya pacar!”
3272Please respect copyright.PENANAUrc5oGJ6fq
Benny mencabut lagi sebatang rumput, menggigitnya, kemudian membuangnya lagi jauh-jauh.
3272Please respect copyright.PENANAAE19VAwNcU
“Saya memang pernah punya pacar. Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . ” terputus ucapan Benny.
3272Please respect copyright.PENANA5ZMeVxK2rn
“Tetapi mengapa . . . ?!” bertanya Mbak Ning antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi, digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh-jauh.
3272Please respect copyright.PENANAR8EyJ4ILyj
“Putus, Mbak.”
3272Please respect copyright.PENANA9rva56KM9B
“Mengapa putus?!”
3272Please respect copyright.PENANADzSN1XCwNp
Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak Ning juga memandang ke arah danau, lalu kembali pada Benny.
3272Please respect copyright.PENANA2v9rsyx5DW
“Mengapa putus?!” Mbak Ning mengulangi pertanyaannya.
3272Please respect copyright.PENANA42k3fF0bwQ
“Barangkal sudah begitu nasib saya!”
3272Please respect copyright.PENANAly19xkTs67
“Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar lain. Maka kamu mencari gara-gara!”
3272Please respect copyright.PENANAWFJCAVigWr
“Saya tidak serendah itu.”
3272Please respect copyright.PENANAcHtbd5UboD
“Lalu mengapa bisa putus?!”
3272Please respect copyright.PENANAwo0kYkIf99
“Dia yang memutuskan.”
3272Please respect copyright.PENANAyD79h721Xb
“Dia pacaran dengan lelaki lain?!”
3272Please respect copyright.PENANANfywRmlVyV
“Ya!”
3272Please respect copyright.PENANALKa9EafjIi
Aningsih menghela napas. “Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki. Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan tidak cuma satu di dunia ini!”
3272Please respect copyright.PENANAkFjcbplaMw
“Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit sekali melupakannya.”
3272Please respect copyright.PENANAphZSHPOz5b
“Kamu sangat mencintainya?!”
3272Please respect copyright.PENANAqed10YNvQQ
“Ya!”
3272Please respect copyright.PENANAN9KWjglbnC
“Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma bohong!”
3272Please respect copyright.PENANAXOCBRajwL1
“Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong. Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya,” sambil berkata demikian Benny mengambil dompetnya dan mengeluarkan sehelai foto berukuran separoh kartu pos. Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua puluh satu tahun. Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu.
3272Please respect copyright.PENANAulFJEaYKfW
“Cantik memang. Pantas kamu sangat mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini type setia. Rasanya hampir tidak mungkin kalau dia mengkhianati cinta kalian!”
3272Please respect copyright.PENANApLiFVzQXKj
Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke saku belakang celananya.
3272Please respect copyright.PENANAqBj3IvC5ZG
“Mengapa Mbak tidak percaya, padahal saya sudah menceritakan yang sebenarnya.”
3272Please respect copyright.PENANABuenmWm2Xo
“Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh buat. Kamu harus tabah,” suara Aningsih seperti yang sedang memberi petuah.
3272Please respect copyright.PENANAEzJSTmJudD
“Ya, memang. Saya harus tabah,” ujar Benny.
3272Please respect copyright.PENANAuXX032OkMR
Angin melembut, menggerai-geraikan rambut mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada sepasang manusia yang berjalan mesra sekali. Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita. Sedangkan kepala si wanita menyandar ke bahu si lelaki. Mesranya! Selangit!
3272Please respect copyright.PENANA2HyToahD7N
“Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain,” ujar Benny yang melihat sepasang insan yang saling mencinta itu.
3272Please respect copyright.PENANARTExMzKCos
“Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan yang menyiksamu!”
3272Please respect copyright.PENANAYYnKp3VssN
“Tempat ini banyak memberikan kesan pada saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari. Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!”
3272Please respect copyright.PENANAK4Jfluk3Ea
Mbak Ning tertawa. “Kau salah!” katanya.
3272Please respect copyright.PENANAV4dQMFUtzo
“Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu!”
3272Please respect copyright.PENANAq6Ag83zHQU
“Yah, saya memang salah. Memang salah!” ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya. Lalu dilemparkannya kembali.
3272Please respect copyright.PENANAiZMWhOhoHy
“Dan Mbak sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!”
3272Please respect copyright.PENANAQP3SwlbPlE
“Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu seseorang.” kali ini wajah Mbak Ning menampakkan kegelisahan.
3272Please respect copyright.PENANAKDezwZsfeH
Benny menatap lebih tajam. “Kelihatannya Mbak bohong!”
3272Please respect copyright.PENANAabt338JZia
“Kamu tidak percaya?!”
3272Please respect copyright.PENANAcOnWtsxRqj
“Ya! Saya tidak percaya!”
3272Please respect copyright.PENANAP8sueHDPPE
“Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?!”
3272Please respect copyright.PENANAMqI08lLC0X
“Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!”
3272Please respect copyright.PENANAmdaKdMLZ4n
Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. “Saya tidak bohong.”
3272Please respect copyright.PENANAfkRBwWqz6C
“Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?!”
3272Please respect copyright.PENANA6Yse2z7uRM
“Sudah hampir satu jam aku menunggu. Rasanya dia memang tidak datang.”
3272Please respect copyright.PENANAaIFDU74MZq
“Barangkali dia ada halangan.”
3272Please respect copyright.PENANAHc5ptwno3z
“Ya! Barangkali!” Aningsih melihat ke jam tangannya.
3272Please respect copyright.PENANAbOejZdtRQg
Sudah jam lima lewat. Matahari sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk semilir. Lama mereka ngobrol. Melompat dari satu masalah ke masalah lain. Kebanyakan tidak penting. Suasana petang semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan yang saling memadu kasih. Dan sekarang, Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan. Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu Benny.
3272Please respect copyright.PENANAoI38L9C2OY
“Kalau saja pacar Mbak melihat kita, tentu akan cemburu!” ujar Benny.
3272Please respect copyright.PENANA7AyKlyNEdZ
Aningsih tersenyum. “Aku belum punya pacar.” katanya.
3272Please respect copyright.PENANAh95yZWTywt
“Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!”
3272Please respect copyright.PENANAOnq8WxHd7i
Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, “Lelaki itu belum lama kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!” ujar Aningsih.
3272Please respect copyright.PENANA90aFZuGuOk
Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke lehernya. Geli yang merambati pembuluh-pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lenganlengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka.
3272Please respect copyright.PENANA3diM15WxjR
“Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!” tanya Benny.
3272Please respect copyright.PENANAR44gE3EwGu
“Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau mau datang.” kata Ning.
3272Please respect copyright.PENANAxBxPsjme0J
“Pasti! Pasti aku akan datang!” kata Benny.
3272Please respect copyright.PENANAhpYTVJeiVm
Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan tangan mereka saling bergenggaman. Lalu saling meremas. Lalu berkecupan lagi. Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin menghitam. Angin semakin dingin berkesiur. Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah lama
saling memadu kasih. Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar menatap jam tangannya.
3272Please respect copyright.PENANA4j1BFj9hPY
“Ah, sudah jam delapan!” katanya. Lalu dilepaskannya rangkulannya. “Kita pulang, Ben!”
3272Please respect copyright.PENANA2FdFOlK1ya
Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny dan Aningsih melangkah kecil, menuruni pebukitan itu. Lengan Benny melingkari pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya bergelayutan di leher Benny. Benny cepat meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka berpelukan sambil berdiri.
3272Please respect copyright.PENANAOxDxXJ6ghp
“Kuantarkan Mbak pulang.” ujar Benny
3272Please respect copyright.PENANAQ27IuRGji3
“Tidak. Biar aku pulang sendiri.”
3272Please respect copyright.PENANAfHHXQjCSwy
“Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning.”
3272Please respect copyright.PENANAqhAb7xg3pS
“Boleh. Tetapi tidak sekarang.”
3272Please respect copyright.PENANA6HlzhIhrPL
“Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!”
3272Please respect copyright.PENANAe4NKX6PruN
“Jangan Malam Minggu.”
3272Please respect copyright.PENANAwFMYDYwxvj
“Pacar Mbak datang. ya?!”
3272Please respect copyright.PENANASLx4UkDvWV
“Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara keluarga.”
3272Please respect copyright.PENANASIY1f7BOlO
“Acara apa ?! Ulang tahun?!”
3272Please respect copyright.PENANAADhNUXG8wR
“Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak tanya.”
3272Please respect copyright.PENANAHxONgGDina
“Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu lagi?!” Aningsih mcngernyitkan keningnya.
3272Please respect copyright.PENANA8js0CP9hah
“Baiklah! Aku tunggu kau!” lalu Aningsih menyetop taksi.
3272Please respect copyright.PENANAqV4MfMgYjb
Sejurus kemudian, taksi pun melesat meninggalkan Benny yang masih saja mematung memandangi taksi itu. Lalu Benny menstarter motornya. Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning. Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum-senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya. Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba-tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu.
3272Please respect copyright.PENANA5G8bjyboEW