Pagi itu, suasana di perumahan Bumi Asri terasa tenang. Burung-burung berkicau, matahari belum terlalu terik. Dani baru saja berangkat kerja, meninggalkan rumah mungilnya bersama Rina, istri muda yang baru dinikahinya enam bulan lalu. Rina dikenal di lingkungan sebagai wanita manis dengan senyum menggoda, selalu rapi meski hanya di rumah.
Namun pada hari itu, air di atas kamar mandi tiba-tiba bocor. Rina yang panik langsung menghubungi tukang servis yang pernah direkomendasikan grup WA komplek: Mas Bayu, lelaki berusia tiga puluhan, bertubuh kekar, dengan kulit legam dan tangan penuh luka kerja.
Tak lama, Mas Bayu datang.
“Assalamualaikum, Bu.Ini tadi yang lapor torennya bocor ya?”
Rina membukakan pagar dengan senyum tipis. Ia mengenakan daster kuning tipis bermotif bunga, rambut dikuncir asal. Sedikit angin berhembus, membuat suasana jadi... lain.
"Iya, Mas. Naiknya dari samping ya? Tangga ada di gudang. Tapi agak pendek sepanjang... kalau gak keberatan."
Bayu tersenyum sopan. “Nggak masalah, Bu.Saya biasa yang sempit-sempit.”
Kalimat itu menggantung di udara. Rina sempat berhenti sejenak, sebelum berdehem dan mengangguk cepat.
Mas Bayu naik ke atap. Suara sandal jepitnya berdecit setiap menapaki genteng yang panas. Dari bawah, Rina menatap ke atas—seperti mengawasi, tapi lama kelamaan. Mungkin memastikan torennya aman. Mungkin.
“Bu, ini kayaknya pipa sambungannya longgar. Harus saya cek dari bawah juga, dekat kamar mandi,” teriak Bayu dari atap.
“Oh… oke, masuk aja, Mas.”
Masuklah Bayu ke rumah mungil itu. Suaranya menggema di dalam. Rina membimbingnya ke kamar mandi, lalu berdiri di pintu depan.
“Kalau butuh bantuan... telpon aja ya, Mas.”
Bayu hanya mengangguk.
Beberapa menit kemudian, suara air terdengar menetes, lalu berhenti. Lalu terdengar suara lain... entah menyalakan pipa, atau... sesuatu yang lain. Rina masuk membawa lap basah, padahal tak ada yang minta. Tangannya sempat bersentuhan dengan Bayu sambil memberikan obeng.
Sejenak mereka saling menatap. Hanya beberapa detik. Tapi cukup lama untuk membuat suasana terasa... tegang. Lalu, suara notifikasi ponsel memecah momen itu.
Dani:
“Sayang, torennya udah dibenerin? Serem ya kalo sampe bocor terus.
Kira-kira yang ngebenerin kuat kan? Toren kita bisa gede. 😅"
Rina mengetik cepat.
Rina:
“Udah kok, Mas. Tenang aja, Mas-nya kuat. Sampai keringetan loh…”
Dani:
“Wah, emang harus sampai keringetan ya? Emangnya sesusah itu?
Atau karena hawanya panas di rumah? 😅"
Rina melirik ke arah Bayu, yang sedang jongkok di lantai sambil menyeka keringat yang direplikasi.
Rina:
"Ya... mungkin dua-duanya. Tapi Mas-nya telaten banget... lama, tapi serius pekerjaannya."
Dani:
"Lama? Emang perlu selama itu ya buat benerin toren?
Atau... ada yang lain yang bekerja? 😳"
Rina diam. Mengetik. Menghapus. Mengetik lagi.
Rina:
“Yang penting hasilnya bersih dan puas, Mas. Torennya maksudnya 😌.”
Setelah beberapa menit lewat chat, Dani tiba-tiba merasa... gelisah. Entah kenapa, cuacanya seperti air toren yang tak bisa ditebak: kadang lancar, kadang ngucur pembohong. Ia pun menekan tombol Call di layar ponsel.
Rina (di rumah, sedikit terkejut):
“Eh… halo, Mas?”
Dani (ceria):
"Sayang, aku kepikiran aja. Torennya nggak apa-apa kan? Tadi kamu bilang Mas-nya sampai keringetan… itu karena harus naik ke atap ya?"
Rina (suaranya terdengar agak terburu-buru):
“I-iya, Mas. Lagi… ini, masih dicek sih. Dalam juga, soalnya.”
Dani mendengar suara-suara samar di latar belakang. Suara air menetes... lalu, seperti suara sesuatu yang bergeser—atau mungkin tubuh mengenai dinding keramik. Lalu…
Bayu (suara lirih):
“Sedikit lagi, Bu… dorong dikit ya…”
Dani (berkerut):
"Hah? Itu... suara siapa, Rin?"
Rina (cepat-cepat):
“Itu… Bayu, Mas.Lagi… dorong-dorong pipa.”
Bayu (masih terdengar):
“Nah, tahan…iya gitu…jangan dilepas dulu ya…”
Dani (setengah tertawa tapi bingung):
“Uh... kalian lagi benerin toren atau main tarik tambang ya?”
Rina:
"Aduh, Mas... ini emang posisi pipanya susah. Harus dua orang. Aku bantuin nahan aja, kok."
Dani:
“Nahan apa?”
Hening.
Terdengar hembusan napas. Entah dari siapa.
Lalu suara Bayu lagi, pelan dan dalam:
Bayu:
“Kalo kayak gini terus... bisa jebol ke dalamnya, Bu...”
Dani (setengah panik):
"Rina, itu maksudnya apa?! Jebol apa?!"
Rina (cepat):
"MAS... Pipa maksudnya! Dalam pipa torennya tuh udah rapuh!"
Dani:
“Ya Allah… nadanya kayak adegan di film-film tengah malam, Rin.”
Rina (tertawa gugup):
“Aduh, Mas Dani… jangan mikir aneh-aneh. Ini serius loh, teknis banget!”
Tiba-tiba suara udara menyembur deras. Dani di ujung telepon mendengar suara teriakan kecil dari Rina.
Rina:
“YA AMPUN! KENA MUKA AKU, MAS!”
Bayu:
"Aduh, maaf, Bu! Saya nggak sengaja... semburan pertama memang agak susah dikontrol."
Dani (mulut ternganga):
“Rina… kamu baik-baik saja kan?”
Rina (setengah tertawa):
“Tenang, Mas… cuma basah sedikit. Tapi… ya lumayan kena baju.”
Dani (gelisah tapi mencoba tenang):
“Yaudah, kamu ganti baju dulu. Kasian, jangan sampai masuk angin...”
Rina:
“Iya, Mas... ini Bayu-nya juga mau beresin bagian atas dulu…”
Dani:
“Bagian atas apanya lagi?”
Rina (diam sejenak, lalu pelan):
“Toren, Mas... Toren.”
Dani:
“Yaudah, dikit lagi aku istirahat dan ga ada jobdesk, nanti aku pulang aku khawatir sama kamu”
Rina (Sedikit menahan napas):
“uh.. iyahhh massa hati-hatttti yaa ekkk”
(Rina menutup telepon)
Beberapa menit kemudian dani meluncur ke rumahnya, dani memasukkannya ke dalam rumah dan memeriksa toren rumahnya.
Namun tidak ada siapa-siapa disana hanya ada peralatan yang berserakan, Dani memeriksa ke tiap sudut rumahnya.
Lalu Dani pun mendengar suara gaduh dari dalam kamar mandi ruang tamu.
Di dalam rumah…
Pintu terbuka perlahan. Sunyi. Hanya suara tetesan air dari kamar mandi belakang.
Dani memanggil pelan, “Rin...? Sayang...?”
Tak ada sahutan.
Ia menapaki lantai rumah yang lembap. Ada jejak kaki basah di keramik. Kakinya gemetar bukan karena takut—tapi karena pikiran pembohong.
Semakin dekat ke kamar mandi, semakin jelas suara dari dalam toilet.
Suara Rina (dari dalam):
“Aduh, Mas... itu basah semua lho. Dalemannya juga...”
Suara Bayu:
“Gapapa, Bu. Tadi udah saya angkat pelan-pelan. Kalo dibiarin malah bisa jamuran...”
Dani (membuka sedikit pintu kamar mandi):
“RINA?!”
Pintu terbuka setengah. Dani menjawab.
Di dalam, terlihat Rina sedang berbaring di depan mesin cuci, rambut setengah basah, mengenakan daster lain yang lebih longgar—sepertinya baru diganti. Di sana, Bayu berdiri sambil memegang ember dan kaus lonjongnya yang juga basah kuyup.
Di lantai, ada tumpukan baju—termasuk kaus Bayu dan... bra warna peach milik Rina.
Rina (terkejut):
“MAS?! Kok udah pulang?”
Bayu (ikut panik):
“Eh… Pak Dani ya? Maaf, saya tadi bantu Bu Rina masukin cucian basah, soalnya tadi air torennya nyembur… saya juga ketumpahan.”
Dani (bingung, memicingkan mata):
"Kalian berdua... di kamar mandi? Baju ganti? Dan... kenapa baju kamu ada di situ rina?, aku khawatir tau!"
Rina (terbata):
“Mas, tadi air torennya bener-bener nyembur kayak air pembuangan. Semua kena... aku reflek buka pintu, eh Mas Bayu juga ikut ketumpahan. Jadi yaa... dia buka bajunya buat dikeringin, terus aku juga ganti…”
Bayu (menambahkan):
"Bener, Pak. Saya juga minta maaf kalau keliatannya… aneh. Tapi saya profesional, kok."
Dani diam. Matanya ke tumpukan baju. Lalu ke wajah Rina. Lalu ke Bayu yang masih setengah basah dengan dada mengilap karena keringat dan air toren.
Dani (pelan):
“Emm… jadi ini… bagian dari servis toren juga ya?”
Rina (nyengir malu):
“Anggap aja bonusnya Mas. Gratis cuci baju…”
Dani:
“Hmm... pantes kamu tadi bilang 'hasilnya bersih dan puas'...”
Bayu:
“Itu maksudnya pipa torennya, Pak.”
Rina:
“Iya… toren, Mas.Cuma toren.”
Beberapa menit kemudian, suara air mengalir dari kamar mandi belakang. Dani, yang masih di ruang tengah, mendengar sayup-sayup suara riuh air dan tawa kecil.
Dani berjalan pelan ke arah kamar mandi. Suara percikan air dan suara dua orang saling bicara samar-samar dari balik pintu.
Bayu (dari dalam):
“Eh Bu…sabunnya licin banget, sampe jatuh.”
Rina (terdengar tertawa):
“Iya, Mas… hati-hati dong.Tadi hampir aja injek kaki saya!”
Bayu:
“Maaf Bu… refleks saya juga udah lama gak bareng gini…”
Dani mengetuk pintu perlahan.
Dani:
“Sayang… itu kamu sama Mas Bayu?”
Rina (dari dalam):
“Iya, Mas. Ini… bareng mandi bentar. Biar hemat air.”
Dani (berkerut):
"Bareng? Emangnya air torennya cuma bisa buat satu kali bilas ya?"
Bayu (ikut menjawab dari dalam):
“Betul, Pak. Tekanannya cuma cukup buat satu aliran aja. Kalo gantian bisa-bisa yang kedua malah cuma netes-netes.”
Dani (masih bingung):
“Oh gitu ya… Tapi emangnya sabun cukup untuk dua orang?”
Rina (dengan cepat):
“Pakai sabun cair, Mas. Satu pump bisa buat berdua kok... asal dipakai rata.”
Dani (mengangguk perlahan):
"Iya juga sih. Tapi... emangnya bisa rata? Kan harus digosok juga..."
Bayu:
“Tenang, Pak. Saya bantuin gosokin punggung Bu Rina biar cepat kelar. Soalnya dia susah menjangkau bagian atas…”
Dani (diam sesaat):
“Oh… baiklah juga ya, Mas Bayu…”
Rina (menimpali, suara sedikit tawa):
“Mas Bayu ini... servisnya lengkap, Mas.Dari atas sampai bawah.”
Dani (tersenyum bingung):
“Ohhh…maksudnya torennya ya?”
Hening.
Rina:
“Iya, Mas. Toren, uhh..”
.
.
.Seperti apa kelanjutannya?
.
.
BERSAMBUNG
ns216.73.216.51da2