Keesokan harinya...
Setelah mengancingkan bajunya, Juna memandang dirinya di cermin sekali lagi. Kerah bajunya diperbaiki. Sedikit debu di celananya ditepuk. Setelah merasa puas dengan apa yang dilihat, dia mengambil tas yang berisi laptop dan berjalan cepat keluar dari kamarnya menuju pintu depan.
"Jun, jangan pergi dulu, sini sarapan sebentar!" Terdengar suara lantang Farrah dari dalam dapur.
Juna terhenti dan menoleh ke arah dapur. Dia tersenyum melihat Farrah melambaikan tangan ke arahnya. Farrah berhenti menyeduh kopi ketika Juna melangkah masuk ke dapur. Dia tersenyum lebar melihat Juna yang mengenakan pakaian kantornya untuk pertama kali. Pemuda itu tampak gagah dengan kemeja lengan panjang berwarna biru muda, dipadukan dengan celana berwarna abu-abu terang dan ikat pinggang hitam.
"Wah! Ganteng banget keponakan tante ini. Mau bikin bos barumu terkesima ya? Semoga besok langsung naik gaji ya." kata Farrah sambil melanjutkan pekerjaannya.
Pagi ini setelah selesai mandi, Farrah sibuk menyiapkan sarapan. Dia hanya mengenakan jubah mandi berwarna merah muda yang panjangnya sampai lutut. Rambutnya yang basah disisir rapi ke belakang.
"Hehehehe, biasa aja tante. Namanya juga hari pertama masuk kantor, harus memberikan kesan yang bagus. Tapi nggak tau kenapa tiba-tiba aku ngrasa nervous ya." Farrah menoleh ke Juna yang berdiri di sampingnya.
"Heh? Nervous? Udah gede kok masih nggak percaya diri sih?”
"Nggak tau nih, tiba-tiba jantung deg-degan terus dari tadi." Farrah memegang lengan Juna dan menatap wajahnya. Bola mata mereka bertemu.
"Kamu tidak perlu khawatir. Tante yakin kamu akan berhasil, bukan hanya hari ini, tetapi sepanjang hidupmu. Tante sangat percaya padamu. Santai saja, semuanya akan baik-baik saja."
Juna tersenyum lebar. Sejak kecil, tantenya itu memang tidak pernah berhenti memberikan kata-kata semangat dan nasihat kepadanya. Bahkan lebih banyak daripada ibunya sendiri.
"Terima kasih, Tante. Juna jadi lebih rileks sekarang."
"Sama-sama, sayang," jawab Farrah singkat. Dia menoleh dan tersenyum. Walaupun tanpa sedikit pun makeup, wanita itu tampak segar dan menawan. Juna melihat jam di lengannya, pukul 7.45 pagi.
"Eh, semalam Tante bilang ada lembur di kantor, kok sekarang udah bangun? Nggak capek?”
"Ah, ini hari pertama kamu. Tante nggak mau kamu pergi kerja dengan perut kosong. Tante bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan untukmu." Juna terharu hingga tidak bisa berkata apa-apa. Hanya senyuman manis yang terukir di bibirnya.
"Kamu juga aneh, masih jam segini udah buru-buru pergi. Kemarin kan tante sudah bilang kalo jarak kantormu dari sini hanya 15 menit.”
"Aku nggak mau terlambat di hari pertamaku kerja, ingat, kesan pertama itu sangat menentukan. Hehehehehe.”
Farrah memasukkan roti yang baru saja diolesi selai ke dalam kotak plastik sekali pakai. Kemudian, dia menuangkan nescafe yang sudah diseduh ke dalam termos kecil dan menyerahkan keduanya kepada Juna.
"Nih, makan di perjalanan nanti. Termos itu jangan lupa dibawa pulang lagi ya."
Setelah memasukkan keduanya ke dalam tas, Juna mengecup dahi Farrah selama tiga detik. Dia menghirup dan menikmati aroma rambut wanita itu, merasakan kelembutan kulit wajahnya di bibirnya. Farrah sedikit terkejut karena itu adalah pertama kalinya dahinya dicium Juna.
Namun, dia tidak mempermasalahkan, kecupan itu, meski sekejap, membuatnya merasa tenang dan bahagia. Tanpa sengaja, Farrah menengadah dan menutup mata, berharap Juna akan mengecup bibirnya juga. Namun, dia mendengar pemuda itu berbisik,
"Juna pergi dulu ya tanteku tersayang.” Farrah merasakan pipinya dicium lembut. Leher Farrah meremang. Jantungnya berdegup kencang karena kucupan kedua itu.
Dia segera membuka mata dan melihat Juna sudah membalikkan badan dan berjalan ke arah pintu depan. Saat dia mengikuti pemuda itu, tiba-tiba sebuah ide nakal muncul di benaknya. Begitu Juna selesai mengenakan sepatunya di depan pintu, dia menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan kepada tantenya. Matanya terbelalak ketika melihat bagian tengah jubah mandi Farrah sudah terbuka lebar. Farrah sengaja mempertontonkan tubuh telanjangnya pada Juna. Belum sempat Juna berkata apa-apa, Farrah lebih dulu menutup kembali jubah mandinya dan melambaikan tangan.
"Hati-hati di jalan ya!" kata Farrah dengan suara lantang sambil menutup pintu.
Mulut Juna ternganga..
***
386Please respect copyright.PENANAxzPt9OSuFw
"Duduk di sini dulu ya, saya panggilkan Pak Andre." kata Anita, wanita berparas ayu yang berposisi sebagai staff HRD di kantor baru Juna.
“Baik terima kasih.”
Juna mengambil tempat duduk paling ujung dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia membuka aplikasi WhatsApp. Percakapan singkat antara dia dan tantenya dibacanya lagi.
386Please respect copyright.PENANANzPPPMsWja
"Tante, tadi jubah Tante terbuka lho... keliatan semua... hehehe."
"Tante tahu. Kamu suka yang kamu lihat tadi, Jun?"
"Suka banget... montok... hahaha."
"Nakal ya... Balasnya lama banget, kamu lagi bayangin ya?"
"Hahaha... nggak kok, Tante. Benerin celana dulu. Salah posisi... hahaha."
"Nggak sopan! Tapi tadi Tante sengaja sih. Waktu itu kan Tante udah lihat punyamu. Sekarang kamu lihat punya Tante. Jadi kita sudah impas, ya!"
"Apa sih. 12 tahun lalu di pantai, terus 22 tahun lalu waktu Tante mandiin Juna, nggak ingat? Masih belum impas dong.”
386Please respect copyright.PENANAp0iyUhuIKK
"Arjuna?" Juna terkejut ketika bahunya ditepuk. Ia cepat-cepat menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.
"Senyum-senyum sendiri. Lagi chatting sama pacar ya?" tanya Andre, ketua tim divisi marketing. Juna langsung bangkit dan menyodorkan tangan untuk bersalaman.
"Eh, nggak kok, Pak. Tadi balas chatt tante saya.”
"Oh gitu. Ayo, aku kenalin kamu dengan tim kita. Ngomong-ngomong, jangan panggil Pak. Jadi merasa tua. Panggil Andre saja. Lagi pula, kita semua di sini rekan satu tim." Ujar pria berusia 45 tahun yang selalu berpenampilan klimis itu.
Juna hanya mengangguk dan mengikuti Andre menuju sebuah ruangan kecil. Tulisan di pintunya bertuliskan "Tim Marketing". Andre memperkenalkan Juna kepada Dion dan Calvin, sesama developer software di sana. Lalu, ia mengajak Juna keluar ruangan dan memperkenalkannya kepada Natalie, senior marketing.
"Nat, ini Arjuna, developer software baru kita."
Natalie tersenyum lebar. Ia cepat berdiri dan mengangkat tangan kanannya. Meskipun kelihatan berumur, Natalie terlihat cantik dan bergaya. Wanita itu mengenakan jilbab segi empat berwarna putih dan jubah berwarna merah muda. Jubah itu sedikit ketat, menampakkan bentuk tubuhnya yang menawan. Payudaranya yang besar menarik perhatian Juna, tetapi ia segera mengalihkan pandangannya.
"Hai Arjuna," Natalie tersenyum manis dan melambaikan tangannya.
“Panggil Juna aja Bu.”
"Kalau ada masalah dengan marketing digital, kamu bisa langsung mendiskusikannya dengan Natalie.”
"Betul, asal jangan curhat soal mantan atau duit ya." jawab Natalie spontan, membuat Juna dan Andre tertawa serentak.
"Jun, jangan sekali lagi kamu panggil saya pake Bu ya. Natalie saja." kata Natalie.
"Oke Nat." balas Juna sambil tersenyum.
"Ngomong-ngomong mana Maya?" tanya Andre. Natalie mengangkat bahunya.
"Entahlah, tadi ada di sini. Mungkin pergi ke toilet." jawab Natalie. Andre melirik jam di dinding dan mengeluh lirih.
"Oke, Jun. Nanti Maya akan memperkenalkan dirinya sendiri kepadamu. Kamu nikmati aja dulu kantor barumu. Aku harus pergi rapat dengan bos besar."
"Oke siap!" jawab Juna singkat sebelum berjalan kembali masuk ke ruang kerjanya.
Juna langsung meletakkan beberapa barang-barangnya di meja kerja. Dadanya masih deg-degan karena ini kali pertama dia datang ke kantor sebagai seorang karyawan baru. Impresi yang didapatkannya dari rekan-rekannya cukup baik, setidaknya itu bisa membuatnya mulai merasa nyaman.
"Arjuna?"
Juna menoleh dan melihat seorang wanita berdiri di samping meja kerjanya. Wanita itu memiliki kulit cerah, halus, dan berseri. Matanya bulat dengan warna alis tertata rapi serta bulu mata lentik. Rambutnya yang sedikit pirang diikat ekor kuda ke belakang. Tinggi dan langsing. Mengenakan blouse berwarna biru dan celana abu-abu terang yang sama seperti pakaian Juna. Wanita yang usianya tak jauh berbeda dengan Juna itu menyandarkan tangan di pinggangnya sambil memandang Juna dari atas ke bawah. Dahinya langsung berkerut.
"Kamu kenapa pakai baju warna sama kayak aku?" tanya wanita itu dengan tegas.
"Ehhmm…Sorry…?" jawab Juna. Otaknya berpikir cepat untuk merespons pertanyaan tajam wanita di depannya.
"Ciiieeee! Ada yang udah pake baju couple aja nih! Bisa samaan gitu!" kata Calvin begitu masuk ke dalam ruangan.
"Serasi banget! Kapan nih undangan resepsinya?" tambah Dion. Kedua rekan Juna itu tertawa terbahak-bahak sementara Juna hanya tersenyum mendengar gurauan itu.
"Ishhh! Bisa nggak kalian diam dulu? Juna, aku..." wanita itu mengalihkan perhatiannya kepada Juna.
"Ini Maya, admin kita. Dia yang uruskan keluhan pelanggan, permintaan peningkatan fitur. Kalau kamu mau pergi luar kota, dia yang pesankan tiket." sebelum Maya selesai berbicara, Dion langsung memotong.
"Bukan cuma itu aja, dia juga yang beliin makanan, buatkan kopi, pesankan Grab, kirim paketan, bersihin meja. Pokoknya apapun masalhmu di ruangan ini, serahkan sama Maya." sahut Calvin. Wajah Maya langsung berubah masam. Dia menoleh ke arah Dion dan menatapnya tajam.
"Dion. Jangan banyak omong kamu. Kapan kamu bayar hutangmu? Hah? Masih miskin?" hardik Maya. Dion langsung terdiam.
"Dan Calvin. Next time, jangan harap aku bakal bantuin kamu kalau pergi pacaran sama Cindy, ya. Silahkan cari alasanmu sendiri kalo istrimu sampai tau!" tambah Maya. Sekarang giliran Calvin yang terdiam. Juna menutup mulutnya menahan tawa.
"Dan kamu!" Jari Maya menuding ke arah Juna. Tatapannya yang tajam langsung mengarah ke pemuda tampan itu. Jika mengikuti hatinya, dia ingin keluar saja dari ruangan itu.
"Kalau kamu pakai baju warna sama kayak aku lagi, aku bakal bikin gajimu bulan ini sulit keluar!”
"Ok, ok.. maaf!" jawab Juna sambil mengangkat kedua tangannya.
Maya melirik Juna sebelum melangkah keluar dari ruangan itu. Dia sempat menoleh sekali lagi untuk melihat karyawan baru itu. Juna tersenyum padanya, namun wajah Maya tetap datar tanpa reaksi. Namun, begitu dia berada di luar ruangan, senyuman manis langsung terukir di bibirnya.
386Please respect copyright.PENANAL5tzgbKysq
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION, untuk membaca versi lengkapnya silahkan klik link yang ada di bio profil
ns216.73.216.6da2