
******
Chapter 3 :
Peacherino
******
93Please respect copyright.PENANArzddbdHSAq
SETELAH mendengar ucapan anaknya yang sangat tiba-tiba itu, Juan sedikit melebarkan matanya. Untuk beberapa saat, pria itu hanya terdiam.
‘Selin itu single.’
Belum sempat Juan merespons apa-apa, Lucian yang sedang tersenyum miring itu lantas berteriak seraya melambaikan tangannya, “Bye, Dad! Hati-hati di jalan!”
Setelah itu, Lucian mulai berbalik; pemuda itu berlari menaiki tangga ke pintu utama mega mansion itu tanpa menoleh lagi ke belakang. Sengaja meninggalkan ayahnya yang terdiam itu begitu saja.
Beberapa detik kemudian, Juan mulai tersenyum. He let out a breathy smile; he was gently amused.
Ada-ada saja.
Tanpa berkata apa-apa, Juan pun berbalik. Para bodyguard yang menunggunya di sisi kanan dan kiri pintu mobil itu tengah menunduk hormat padanya; sejak tadi, pintu mobil itu sudah terbuka.
Masih ada senyuman tipis yang tertinggal di wajah Juan saat ia mulai menaiki mobil itu dan duduk di kursi penumpang.
Begitu pintu mobil itu ditutup oleh salah satu bodyguard, sopir pribadi Juan mulai memberi salam dan sedikit membungkuk ke arah Juan. Sementara itu, para bodyguard yang berdiri di luar tadi langsung masuk ke mobil hitam yang ada di belakang mobil Juan; mereka akan mengawal mobil Juan dari belakang. Menanggapi salam dari sopirnya itu, Juan hanya mengangguk—ekspresinya belum berubah—lalu akhirnya mobil berwarna hitam itu mulai berjalan. Keluar dari area mega mansion itu.
93Please respect copyright.PENANAt6WjyYU51a
******
93Please respect copyright.PENANAGyKGsdCa9X
Juan turun dari mobil begitu pintu mobil itu dibuka oleh bodyguard-nya. Saat ia turun, sudah banyak orang yang berbaris di sisi kiri dan kanannya, menyambut kedatangannya pagi ini. Pintu mobil itu ditutup kembali oleh salah satu bodyguard, lalu para bodyguard itu langsung ikut berbaris dengan rapi dan memberikan jalan untuknya.
Dengan penuh wibawa, Juan berjalan ke pintu utama gedung perusahaannya. Tatkala ada salah satu dari staff atau bodyguard yang menyapanya dengan kalimat: ‘Selamat datang, Pak.’ atau ‘Selamat pagi, Pak.’, Juan akan menoleh kepada mereka, mengangguk pelan, lalu menjawab, ‘Ya, selamat pagi.’.
Ketika sudah melewati pintu utama gedung perusahaan itu dan mulai berjalan di lobi, para bodyguard Juan langsung mengikutinya dari belakang. Sejujurnya, begitu Juan masuk, semua orang di lobi yang superluas itu langsung melebarkan mata. Ada sebuah aura kepemimpinan yang sangat kuat yang tiba-tiba memenuhi udara, tetapi entah mengapa aura itu tidak terasa seperti aura membunuh.
Maksudnya, begitu Juan datang, mendadak udara di sana jadi terasa begitu…segar. Seolah-olah ada sebuah angin lembut yang mengiringi kedatangannya. Ia langsung membuat semua orang terpana; ada sebuah daya tarik yang membuat semuaorang langsung melihat ke arahnya. Ia memancarkan aura kekuasaandengan cara yang berbeda. Pembawaannya sendiri sudah dapat menguasai dan mempengaruhi orang lain; ia bisa dihormati orang lain hanya karena sikapnya. Jadi, meskipun semua perempuan di sana merasa napas mereka tertahan saat melihat sosoknya yang luar biasa, mereka semua tetap menunduk hormat saat melihat dia melangkah masuk.
Tatkala Juan masuk ke lift untuk menuju ke lantai atas—tempat di mana ruangannya berada—lobi itu langsung dipenuhi dengan teriakan tertahan dari hampir semua perempuan. Pimpinan tertinggi mereka sudah hilang di ujung sana, sudah meninggalkan lobi, tetapi keberadaan serta aroma tubuhnya seakan masih tertinggal. Sebetulnya, jika mereka tidak sedang berada di lingkup profesional seperti ini, mereka pasti sudah membuat huru-hara. Situasinya akan menjadi gempar!
Jujur, tak ada seorang pun di perusahaan itu yang tak tahu bahwa pemimpin mereka adalah seorang duda. Duda tampan yang kaya raya. Kenyataan bahwa ia adalah seorang duda entah mengapa justru memperkuat pesonanya. He will provide for you. He will take care of you. He will satisfy you. He will give you everything you want.
It’s like he’ll do everything in his power for you.
Moreover, he’s experienced.
Oh, gosh, perempuan akan lemah dengan semua itu. Semakin dewasa, perempuan semakin ingin dimanja. Mereka ingin dijadikan sebagai seorang ratu.
Begitu sampai di ruangannya, Juan langsung berjalan ke meja kerjanya. Meja itu ada di ujung ruangan, di samping dinding kaca tinggi yang ada gorden berwarna coklat keemasannya. Gorden itu biasanya akan ditutup pada malam hari.
Ruangan Juan didominasi oleh warna coklat; it’s a luxurious and elegant office. Ada beberapa tanaman hias yang diletakkan di dinding kaca itu. Di depan meja kerja Juan, ada beberapa buah sofa serta sebuah meja kaca. Biasanya, ia akan menggunakan area itu untuk mengobrol santai dengan rekan bisnisnya. Kadang-kadang, ia juga duduk di sana untuk berdiskusi dengan para C-suite, director, manager, atau vice president. Jadi, jika kau berdiri di ambang pintu ruangan Juan, kau akan langsung bisa melihat sofa-sofa itu serta meja kerja Juan di ujung sana.
Ruangan itu sangat luas, bahkan ada space yang kosong di depan sofa-sofa itu. Posisi space yang kosong itu kalau dijelaskan kurang lebih begini: jika kau berdiri di ambang pintu dan menoleh ke kanan, di sanalah space kosong itu. Namun, sebetulnya…tidak sekosong itu juga, sih. Di sana ada dua lemari. Satunya lemari buku dan satunya lagi lemari kaca berisi wine. Ada beberapa lukisan mahal juga yang tergantung di dindingnya. Lantai di area itu diberi karpet mewah yang terbuat dari wol dan sutra. Jadi, ya…area itu kosong, tetapi masih ada beberapa benda yang diletakkan di sana.
Supaya tidak terlihat janggal saja.
Setelah melewati luasnya ruangan itu, Juan pun sampai di mejanya. Di meja tersebut ada sebuah desk name plate yang terbuat dari kaca. Di desk name plate itu, dengan huruf yang berwarna emas, tertulis:
93Please respect copyright.PENANAZMITekaofO
JUAN A.D. ZACHARIAS
CEO & OWNER
93Please respect copyright.PENANAtI40Ez57IS
Juan meletakkan tas kerjanya di atas meja, lalu mulai duduk di kursinya. Saat ia baru saja bersandar di kursi itu, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk oleh seseorang.
“Pak.”
Itu adalah suara sekretaris Juan. Juan lantas menjawab, “Ya? Masuk.”
Pintu ruangan itu pun dibuka. Tampaklah seorang pria berkacamata yang tengah berdiri di sana dan langsung menunduk hormat kepada Juan. Pria itu berusia sekitar tiga puluh tahun ke atas.
“Selamat pagi, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan Bapak bahwa ada meeting yang akan Bapak pimpin pagi ini. Sebentar lagi, meeting-nya akan dimulai, Pak. Saya sudah menyiapkan semuanya.”
Juan menatap sekretarisnya itu, lalu mengangguk. “Oke. Saya akan ke sana sebentar lagi.”
“Baik, Pak,” jawab sekretaris itu, Hubert, setelah mendengar jawaban Juan. Hubert lantas menunduk hormat lagi, lalu mulai mundur dan menutup pintu ruangan Juan kembali.
Ketika pintu ruangan itu sudah tertutup, Juan mulai berdiri. Pria itu berjalan dengan tenang ke arah dinding kaca yang ada di sisi kiri meja kerjanya. Dengan postur tubuh yang tegak, Juan berdiri menghadap dinding kaca itu. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya; ia hanya diam seraya memperhatikan gedung-gedung tinggi yang ada di luar sana. Gedung-gedung itu rata-rata lebih pendek dari posisinya saat ini.
Gedung ini adalah sebuah menara kantor mewah yang Juan jadikan sebagai kantor pusat Zach Enterprises. Gedung pencakar langit ini disebut sebagai Zach Tower.
Zach Enterprises, Inc. (kadang-kadang disebut Zach Corp. atau Zach Industries) adalah sebuah perusahaan multinasional. A business conglomerate. Zach Enterprises, Inc. saat ini dimiliki dan dipimpin oleh Juan Abraham Damon Zacharias, tetapi founder perusahaan ini adalah ayah Juan, yaitu Simeon William Zacharias. Pada masa kepemimpinan Simeon hingga Simeon meninggal dunia, Zach Enterprises belum sesukses sekarang. Zach Enterprises naik daun dan berada pada masa keemasannya di zaman kepemimpinan Juan A.D. Zacharias, yaitu keturunan pertama dan satu-satunya Simeon Zacharias.
Saat Simeon memimpin, Zach Enterprises belum menjejaki banyak sektor dan belum menjadi perusahaan multinasional. Awalnya, Zach Enterprises adalah perusahaan barang konsumsi. Namun, sejak Juan memimpin, perusahaan itu mulai berkembang pesat dan akhirnya memiliki banyak anak perusahaan. Perusahaannya tersebar luas di dunia. Zach Enterprises mulai melebarkan sayapnya dan memperbanyak bidang usaha.
Juan Zacharias telah dipersiapkan untuk menjadi penerus ayahnya sejak ia masih kecil. Namun, bukan, itu bukan paksaan dari ayahnya. Juan memang menyetujui dan menginginkan hal itu. Sama seperti ayahnya, ia tertarik dengan dunia bisnis.
Selain bisnisnya yang merambak ke nyaris semua sektor, Zach Enterprises juga memiliki sebuah yayasan. The Zach Foundation namanya. Yayasan yang didirikan oleh Juan ini memiliki banyak tujuan. Di antaranya adalah untuk seni dan humaniora, untuk meningkatkan layanan kesehatan dan membantu mengurangi kemiskinan ekstrem, memperluas kesempatan pendidikan dan akses terhadap teknologi informasi, membantu mendanai penelitian ilmiah, dan menyediakan pelatihan-pelatihan gratis untuk kebutuhan tertentu. Yes, Zach Enterprises basically ‘rules’ so many countries. It’s one of the largest companies in the world.
Saat Juan masih memandangi gedung-gedung di luar sana melalui dinding kaca itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi singkat, pertanda bahwa ada sebuah chat yang masuk. Pria itu lantas mengerjap, lalu mengambil ponselnya dari dalam saku kemejanya. Setelah kunci layar ponsel itu terbuka, ia pun melihat chat yang baru masuk itu.
Itu adalah chat dari Lucian.
93Please respect copyright.PENANAlJCPYo6FrK
Little Buddy Lucian
Dad, sorry agak lama. Keasyikan makan tadi 😂
Ini nomor-nomor mereka.
P.S.: ganti aja namanya, Dad.
Attachment: 4 contacts
93Please respect copyright.PENANAQkFhKYMUSG
Sebelum membuka attachment itu, Juan membalas pesan Lucian.
93Please respect copyright.PENANAawyxVezVAv
Juan A.D. Zacharias
Ok.
93Please respect copyright.PENANAheC09VQpBQ
Little Buddy Lucian
Just in case, kalo Ayah mau save pake nama lengkap mereka:
- Canaria Calypse
- Dylan Kenrich Matthias
- Florentia Roselin Agrece
- Elena Ruby Maximilian
Tapi kalo bisa nggak usah pake nama lengkap. Menuh-menuhin layar HP aja. Haha
93Please respect copyright.PENANAk7dJoBK0Gy
Juan A.D. Zacharias
I’ll use their nicknames then.
93Please respect copyright.PENANAI8efhb11JP
Little Buddy Lucian
That’s good!
Have a nice day today, Dad.
93Please respect copyright.PENANAKzDw7GrUcJ
Juan A.D. Zacharias
Yes. You too.
93Please respect copyright.PENANAivp3p2Aqwv
Setelah membalas pesan dari Lucian, Juan pun membuka attachment itu. Ada empat nama kontak dan Juan melihat namanya satu per satu. Pria itu sedikit men-scroll layar ponselnya.
93Please respect copyright.PENANADN92o5JuLi
Aria❤︎
Maximaniac
Dylan Grandpa
Cake Expert Selin
93Please respect copyright.PENANAGCnyS5wBC7
Ah, jadi inilah sebabnya Lucian menyuruh Juan untuk mengganti nama mereka.
Juan memperhatikan nama-nama itu selama tiga detik. Setelah itu, Juan mengklik nama yang paling bawah. Membuka profilnya.
Alhasil, terlihatlah nomor ponsel beserta display name yang digunakan oleh si pemilik nomor itu. Juan memperhatikan display name-nya.
Se-lin Agrece
Selin menggunakan fotonya sendiri sebagai foto profilnya. Di dalam foto itu, Selin terlihat kalem. Gadis itu duduk dan kedua lengannya terlipat di atas meja. Kepalanya bersandar di lengannya sendiri dan ia melihat ke kamera seraya tersenyum manis. Posenya terlihat begitu lembut.
Saat melihat foto Selin, tiba-tiba kejadian semalam terkilas kembali di benak Juan. Sebenarnya, sulit untuk memercayai bahwa tadi malam Selin—gadis di dalam foto itu—berani memintanya untuk menutup mata. Selain itu, Selin meminta padanya dengan suara yang lembut dan mata yang membulat polos, seperti seekor kucing kecil.
Omong-omong, Selin terlihat canggung dan…banyak diam ketika berhadapan dengannya, tetapi…
…kalau dengan Lucian, agaknya Selin adalah orang yang cukup banyak bicara.
Akan tetapi, itu wajar. Mungkin, Selin masih segan kepadanya, terutama setelah apa yang terjadi semalam.
Pada akhirnya, ia pun menambahkan nomor Selin ke dalam kontaknya dan memberinya nama: ‘Selin’.
93Please respect copyright.PENANAAP33ULnxzg
******
93Please respect copyright.PENANABmF33AN0kI
Di kampus, saat jam makan siang, Selin duduk di kantin bersama Maxi. Lucian, Aria, dan Dylan tidak ada di sana karena mereka sedang ada urusan. Yah, kalau Lucian dan Aria mah, paling-paling mau berduaan. Namun, kalau Dylan…tak tahu juga.
Selin dan Maxi duduk berseberangan; makanan dan minuman mereka sudah ada di atas meja. Namun, sebetulnya Maxi sendirilah yang sedang makan; Selin hanya duduk di sana dan tak menghiraukan makanannya sama sekali. Agaknya, pikirannya sedang melayang ke mana-mana.
Sejujurnya, Selin masih kepikiran soal tadi malam. Seluruh ruang di pikirannya seolah-olah diisi oleh Om Juan.
Selin sudah melamun sejak di kelas tadi. Gadis itu tak bisa fokus sama sekali; dia termenung di samping Maxi. Matanya melihat ke materi yang diterangkan oleh dosen di depan kelas, tetapi sebetulnya ia tak benar-benar memperhatikan materi itu. Agaknya, wajah dosen itu pun berubah jadi wajah Om Juan.
Om Juan…jadi dosen?
Boleh juga, tuh.
Namun, sebetulnya…yang membuat lamunan Selin jadi awet adalah betapa buruknya pertemuannya dengan Om Juan. Andaikan mereka bertemu dengan cara yang normal, maka Selin tidak akan terus-terusan kepikiran seperti ini.
Selin malu, tetapi di sisi lain dia juga terus-terusan memikirkan penampilan setengah telanjang Om Juan. Ah, sial! Dia mulai mempertanyakan kesucian otaknya.
Tiba-tiba, seakan sengaja ingin membangunkan Selin dari lamunannya, Maxi berteriak.
“Makan, woy! Melamun terus! Kasian, tuh, ayam gorengnya dianggurin!” Maxi tertawa kencang. Dia betul-betul menertawakan Selin di kantin itu, tak peduli dengan banyaknya pasang mata yang memperhatikan mereka. Sebenarnya, sejak di kelas tadi, Maxi sudah menyadarkan Selin berkali-kali, tetapi ujung-ujungnya Maxi lelah karena dua menit setelahnya, Selin akan melamun lagi.
Pada akhirnya, Maxi memilih untuk mengabaikan Selin dan fokus belajar. Bukannya apa, Maxi tidak berotak encer dan dia tak mau mengulang kelas hanya karena mengurusi temannya yang sedang mabuk akibat terkena pesona om-om.
Ups.
Iya, Bung, Maxi tahu kalau Selin sedang memikirkan sang daddy yang ada di rumah Lucian.
“Woooooooy, Lin, makan!” teriak Maxi sekali lagi. “Udah dulu mikirin Om Juannya!”
Mendengar nama Om Juan disebut, Selin tersentak dan langsung menatap Maxi dengan tajam. “Berisik kamu!”
Maxi tertawa kencang. “Makan dululah, biar ada energi buat ngelamuninnya lagi. Jangan sampe kamu pingsan di kelas gara-gara ngelamunin Om Juan. Dilaporin Lucian ke Om Juan baru tau rasa haha!”
Mendengar ejekan dari Maxi itu, Selin rasanya mau menangis saja.
Yaa…gimana, ya, Omnya ganteng banget, tapi aku malah bikin hal kayak gitu…
93Please respect copyright.PENANAhpuAqSzHiT
Ah, sial.
93Please respect copyright.PENANALoUWGh97Z9
Selin mendadak jadi lesu. Tubuhnya mulai membungkuk; kepalanya jadi bertumpu di meja. Ia seakan-akan kehabisan energi.
Akan tetapi, tiba-tiba Maxi bersuara.
93Please respect copyright.PENANAn6jiXYKvnz
“Jadi, gimana Omnya pas shirtless?”
93Please respect copyright.PENANAD4XC5STZUK
Tatkala pertanyaan itu sampai di telinga Selin, sontak saja Selin melebarkan mata. Meskipun saat itu badannya terasa lemas, dia langsung menoleh kepada Maxi—dagunya bertumpu di meja—lalu dengan mata yang membulat penuh semangat, Selin langsung mengacungkan jempolnya dan menjawab, “Mantap.”
Maxi kontan tertawa kencang. Kencang sekali, sampai-sampai satu kantin bisa mendengarnya. Ia memukul pundak Selin berkali-kali karena tidak tahan. Mampus, deh, sejak kapan Selin jadi mesum begini? Sompret, kalau Lucian ada di sini, anak itu pasti menertawai Selin habis-habisan.
Namun, Selin—dengan gilanya—malah ikut tertawa. Gadis itu duduk tegak dan mulai tertawa bersama Maxi.
Beberapa saat kemudian, sambil mencoba untuk menghentikan tawanya, Maxi pun mulai berkomentar, “Selin ini, enam tahun single, tapi diem-diem mendadak dia pamer badan ke om-om! Dia pake handuk doang!”
Tawa Selin jadi semakin kencang; ia langsung memukul-mukul kepala Maxi dengan tasnya. Maxi menutupi kepalanya dengan tangannya sendiri sembari tertawa.
Ah, diledek seperti itu memang memalukan. Akan tetapi, karena lelucon yang Maxi buat itu, pikiran Selin jadi sedikit lebih tenang. Ia juga jadi berhenti melamun.
Ia benar-benar harus makan atau perutnya akan berbunyi di kelas nanti. Mereka masih ada kelas setelah ini dan ia tak mau Lucian mengejeknya cuma karena bunyi perutnya. Anak itu tukang ledek, soalnya. Berbeda sekali dengan ayahnya. []
93Please respect copyright.PENANAT0HLg4uRQr