Aku, Firman, mahasiswa rantau dari Jawa, sedang terpuruk di semester akhir kuliahku di Universitas Indonesia. Skripsiku macet, lamaran kerjaku ditolak mentah-mentah, dan status jombloku makin perih melihat temen-temen pamer mesra di medsos. Untuk kabur dari kepala yang penuh sesak, aku melangkah ke danau tersembunyi di hutan UI, tempat sepi yang selalu menenangkanku. Di bawah sinar senja, aku melempar kerikil ke air, tak sadar kabut tipis mulai menyelimuti danau, membawa sesuatu yang bakal mengubah malamku.
Tiba-tiba, dari kabut itu, sosok wanita melayang muncul di depanku. Jantungan, tapi mataku terpaku—dia cantik luar biasa, dengan kulit pucat bercahaya, mata besar polos, dan gaun putih tipis yang ketat, nyaris tembus pandang, memamerkan lekuk tubuhnya yang seksi bak MILF dalam mimpi. Dia bilang dia Wewe Gombel, tapi lugunya bikin aku bingung—hantu kok cekikikan kayak anak kecil? Dengan senyum genit tapi naif, dia duduk melayang di sampingku, mendengar curhatku tentang skripsi dan hidup yang kacau, seolah dia bukan hantu, tapi temen lama.