
******
Chapter 3 :
Elysian
******
15Please respect copyright.PENANASGIoKeQg4W
5 TAHUN YANG LALU
15Please respect copyright.PENANAkZdLiOYwQg
“LANGSUNG ke UKS saja, ya, Harin. Ruangannya tidak Ibu kunci,” ujar Bu Mari saat Harin bertemu dengannya di koridor beberapa saat yang lalu. Berhubung kepala Harin sakit saat itu, mungkin karena bergadang semalam, Harin berencana untuk meminta obat dan beristirahat di UKS. Namun, tahu-tahu ia berpapasan dengan Bu Mari, guru yang biasa menjaga UKS, di koridor. Tentu saja, Harin langsung menegurnya dan berkata bahwa ia ingin pergi ke UKS.
“Memangnya tidak apa-apa, Bu, kalau saya langsung ke sana?” tanya Harin, dahi gadis itu agak berkerut. Ia agak segan sebab di UKS biasanya agak sepi.
“Tidak apa-apa, Harin, pergilah ke sana. Langsung ambil saja obatnya dan beristirahatlah. Kau tahu yang mana obatnya, ‘kan?” tanya Bu Mari seraya tersenyum.
Ah, ya. Seminggu yang lalu, Harin pergi ke UKS dengan masalah yang sama. Akhir-akhir ini, dia sering bergadang karena para guru di kelasnya agaknya sedang kompak mengadakan ulangan harian. Meski Harin anak yang pintar, dia tidak belajar setiap hari. Namun, kalau sudah ujian…dia bisa belajar hingga lupa waktu. Ia tak bisa belajar setiap hari karena kegiatannya di sekolah sudah cukup melelahkan. Ia adalah Ketua OSIS di sekolahnya, ia juga merupakan seorang Ketua Kelas. Oleh karena itu, dia tidak bisa belajar setiap hari.
Namun, guess what? Dia tetap menjadi siswi top di sekolah itu. Dia sering ikut Olimpiade Matematika, dia juga selalu juara satu di kelasnya. Singkat kata, dia adalah siswi yang sangat berprestasi di bidang akademik.
Harin pun mengangguk. “Baik, Bu. Saya istirahat di sana, ya, Bu. Sudah diizinkan oleh guru di kelas saya.”
Bu Mari lalu tersenyum dan mengangguk. “Oke. Titip UKS, ya. Ibu mau ke Ruang Kepala Sekolah dulu. Ibu dipanggil ke sana.”
“Baik, Bu,” jawab Harin, lalu gadis itu menunduk dengan sopan. Bu Mari pun menepuk pundak Harin sejenak, lalu pergi meninggalkan Harin. Ia mulai berjalan ke Ruang Kepala Sekolah.
Harin pun kembali berjalan. Lurus terus…hingga akhirnya ia sampai di depan Ruang UKS. Ia lantas membuka pintu Ruang UKS itu, lalu masuk ke sana setelah menutup pintunya kembali.
Ruang UKS itu…ternyata memang sedang sepi.
Tidak ada seorang pun di sana.
Harin bernapas lega. Syukurlah. Ia lebih senang jika tempat istirahatnya hening. Ia tak harus khawatir ini itu; ia tak harus takut membangunkan seseorang ataupun takut orang lain akan mengganggu waktu istirahatnya. Dia benar-benar harus minum obat sakit kepala dan tidur.
Harin mulai membuka lemari obat-obatan di UKS itu dan mencari obat sakit kepala yang waktu itu pernah Bu Mari berikan padanya. Lemari yang menyimpan obat sakit kepala itu tergantung cukup tinggi di dinding, jadi Harin mesti mendongak dan berjinjit untuk mencari obatnya.
Tiba-tiba saja, pintu Ruang UKS itu terbuka. Terbukanya tidak santai; Harin yakin barusan pintu itu dibuka dan didorong dengan cepat hingga menimbulkan bunyi yang keras. Harin kontan menoleh ke pintu itu.
Di sana, Harin melihat seorang pemuda. Wajah pemuda itu tampak lebam di daerah bibir dan tulang pipinya. Ada darah di sudut bibir pemuda itu.
Pemuda itu berdiri di ambang pintu seraya memperhatikan Harin dengan bola matanya yang kelam.
Ah. Bukankah itu…
…Jeon Jungkook?
Selaku Ketua OSIS, Harin kenal pemuda itu. Dia adalah anak dari pemilik sekolah swasta ini. Dia itu berandal, tetapi karena parasnya yang tampan, dia sangat populer di sekolah. Dia juga tak pernah mendapat masalah apa pun; dia tak pernah dihukum walau dia berandal. Bagaimana mungkin orang-orang berani menghukumnya saat dia adalah anak dari pemilik sekolah ini?
Harin—yang merupakan Ketua OSIS—pun sebenarnya tahu bahwa Jeon Jungkook seharusnya menjadi anak yang bermasalah di sekolah, tetapi karena Harin orangnya tidak berapi-api, Harin pun membiarkannya. Sama seperti Kepala Sekolah dan para guru, OSIS pun tak ingin berurusan dengan Jeon Jungkook. Lebih kepada…yah…dibiarkan saja. Jeon Jungkook akan tetap mendapatkan masa depan yang cerah meskipun dia berandal di masa SMA-nya.
Jeon Jungkook tidak pernah mem-bully orang lain. Pemuda itu juga tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan ayahnya terhadap sekolah itu. Kata ‘berandal’ yang dimaksudkan untuk Jeon Jungkook itu lebih kepada…dia sering bertengkar. Dia akan menghabisi setiap orang yang mengganggunya. Dia juga hobi balap motor liar. Jadi, sebetulnya tak ada alasan bagi warga sekolah ini untuk benar-benar membencinya.
Harin bukan orang yang berkoar-koar mau menuntut keadilan atau apa pun itu; dia juga tak ada dendam pada Jeon Jungkook, jadi dia diam saja. Bisa dibilang, dia tak begitu memedulikan keberadaan Jeon Jungkook, apalagi Jeon Jungkook juga tak sekelas dengannya.
Well, meskipun Harin menjabat sebagai Ketua OSIS, dia memilih untuk menjalaninya dengan normal saja. Dia enggan mencari masalah yang tidak perlu. Dia hanya ingin lulus dari sana dengan prestasi terbaik, lalu kuliah di jurusan yang dia inginkan. Simpel.
Saat menyadari bahwa ternyata waktu istirahatnya takkan setenang yang ia duga, Harin pun menghela napas pelan dan memalingkan wajahnya. Kembali mencari obat sakit kepala di lemari itu.
Harin mendengar Jungkook melangkah masuk.
15Please respect copyright.PENANAIYAhRnttLe
“Bu Mari ke mana?”
15Please respect copyright.PENANA36Xy0eRvtk
Ah. Agaknya, ini adalah pertama kalinya Harin mendengar suara Jeon Jungkook.
Tanpa menoleh, Harin pun menjawab, “Beliau sedang pergi ke Ruang Kepala Sekolah.”
Tidak ada jawaban dari Jungkook. Bertepatan dengan itu, Harin akhirnya menemukan obat yang dia cari. Gadis itu langsung mengambil satu tablet dan menutup pintu lemari gantung itu kembali.
Sebetulnya, ini adalah pertama kalinya Harin berada sedekat ini dengan Jeon Jungkook. Mereka selama ini seperti orang asing, padahal masih satu angkatan. Akan tetapi, kembali lagi ke kenyataan bahwa: Harin bukan orang yang terlalu memedulikan hal itu. Dia adalah gadis yang tenang. Composed.
Oleh karena itu, meskipun dari sudut matanya Harin bisa melihat Jungkook yang sudah menggeret salah satu kursi di ruangan itu dan duduk di sana, Harin hanya diam dan langsung berjalan ke arah dispenser. Gadis itu langsung menadah air minum dari sana, lalu meminum obat yang telah ia ambil.
“Kau Seo Harin, ‘kan?” ucap Jungkook tiba-tiba. “Ketua OSIS.”
Harin menghabiskan air di dalam gelas itu sambil membatin.
Ternyata dia tahu.
Setelah meletakkan gelasnya di wastafel yang ada samping dispenser, Harin pun menjawab Jungkook, “Masih, untuk saat ini.” Soalnya, sekarang aku sudah kelas tiga.
“Kau sakit?”
Harin mengernyitkan dahinya, lalu menoleh kepada Jungkook. Mengapa Jungkook bertanya seperti itu padanya?
“Bukankah semua orang datang ke UKS karena sedang sakit?” tanya Harin seraya menaikkan sebelah alisnya.
“Akhirnya, kau melihat ke arahku,” jawab Jungkook seraya tersenyum miring. Pemuda itu duduk seraya menyilangkan tangannya di depan dada.
Dia ini sedang bicara apa, sih? Tadi aku sudah melihatnya saat dia berdiri di ambang pintu.
Harin menghela napas. Dia ingin menyudahi percakapan ini karena sejak tadi tujuannya ke sini adalah ingin meminum obat dan beristirahat. “Bu Mari mungkin sebentar lagi akan kembali. Kalau kau ingin cepat, semua obatnya ada di dalam lemari. Aku tidur dulu.”
“Apa kau bisa menahan sakit kepalamu setidaknya selama lima menit?” tanya Jungkook tiba-tiba, membuat Harin—yang baru saja mau berjalan ke salah satu ranjang UKS itu—kontan menoleh kepadanya lagi.
“Mengapa kau tahu bahwa aku sedang sakit kepala?” tanya Harin. Alisnya menyatu.
Jungkook memiringkan kepalanya. “Kau tadi membawa obat sakit kepala, Nona Ketua OSIS.”
Oh.
Pemuda itu melihat semuanya.
Akhirnya, Harin pun menghadap sepenuhnya ke arah Jungkook. Gadis itu menghela napas. “Alright. Ada apa dengan lima menit?”
“Aku ingin meminta tolong padamu,” jawab Jungkook.
Harin kembali mengernyitkan dahinya. “Tolong apa?”
“Tolong obati aku. Bisa?” tanya Jungkook seraya tersenyum.
15Please respect copyright.PENANAWcozJ5JUXJ
Sebentar.
Apa?
15Please respect copyright.PENANAspvEUOSzuE
Harin mendengkus. “Tidak bisa.”
“Aku tak mengerti bagaimana cara mengobatinya,” ujar Jungkook. Dia menatap Harin dengan lekat. “Aku ingin masuk ke kelas setelah ini. Setidaknya luka di wajahku harus dibersihkan.”
“Tidakkah kau pernah datang ke sini sebelumnya? Kalau sudah pernah, seharusnya kau sudah tahu obatnya yang mana saja dan bagaimana cara Bu Mari mengobatimu,” jawab Harin seraya mengangkat alisnya.
Jungkook menggeleng pelan. “Tidak pernah. Luka di wajahku tidak pernah separah ini, jadi aku belum pernah datang ke sini sebelumnya.”
Harin hanya diam. Sesungguhnya, dia tak mau membantu Jungkook. Bukan apa, Jungkook adalah orang asing baginya. Mengobati wajah orang asing…rasanya akan sangat aneh. Suasananya akan canggung setengah mati.
Karena Harin hanya diam, Jungkook pun kembali bertanya dengan mata yang sedikit melebar polos. “Bisa tolong aku?”
Harin langsung membuang wajahnya. “Tidak bisa. Aku mau istirahat.”
“Ya sudah. Kalau begitu, aku tak bisa kembali ke kelas. Aku akan tidur di sini saja. Boleh aku tidur di sampingmu?” tanya Jungkook.
Kedua mata Harin kontan membeliak. Gadis itu lantas kembali menoleh kepada Jungkook. “Apa?”
“Boleh aku tidur di sampingmu, Nona Ketua OSIS?” tanya Jungkook sekali lagi seraya memiringkan kepalanya. “Aku tak bisa kembali ke kelas dengan wajah yang seperti ini.”
“Mengapa harus di sampingku? Ada banyak ranjang lain di UKS ini!” Harin tiba-tiba meninggikan suaranya. Dia yang biasanya tenang, kini jadi kebingungan sendiri tatkala menghadapi Jeon Jungkook. Ternyata, Jeon Jungkook orangnya cukup menyebalkan.
“Supaya kau merasa bersalah saat melihat wajahku,” jawab Jungkook enteng. Pemuda itu mengedikkan bahunya.
Harin mengurut keningnya. Pusing sendiri. “Kau ini sebenarnya mau apa, sih…”
Jungkook tersenyum miring. “Aku mau Nona Ketua OSIS mengobatiku. Boleh?”
Akhirnya, Harin berhenti memijit keningnya. Gadis itu berkacak pinggang—menatap Jungkook dengan mata yang menyipit tajam—lalu menghela napasnya.
“Baiklah. Lima menit saja.”
Mendengar jawaban Harin, Jungkook pun tersenyum.
“Terima kasih, Nona Ketua OSIS.”
Harin mulai melangkah ke area depan lagi dan membuka lemari obat-obatan. Kali ini, Harin membuka lemari yang berdiri dan bersandar pada dinding, bukan lemari yang tergantung. Lemari itu berwarna putih dan sedikit lebih tinggi daripada tubuh Harin.
Saat telah mengambil obat untuk luka serta kasa, Harin pun menutup lemari itu dan mulai menghampiri Jungkook yang ternyata sejak tadi tengah memandanginya.
Setelah sampai di hadapan Jungkook, tanpa ba bi bu lagi, Harin langsung berlutut di depan Jungkook. Kedua lututnya bertumpu di lantai.
Untungnya, kedua kaki Jungkook sedikit terbuka, jadi Harin bisa lebih mendekat ke tubuh pemuda itu. Karena Jungkook memiliki tubuh yang tinggi, sulit untuk mencapai wajah Jungkook jika Harin duduknya agak jauh dari pemuda itu.
Posisi mereka saat ini sangat dekat.
Dekat, sampai-sampai Harin bisa mendengar napas mereka berdua. Ruang UKS itu sepi dan kecanggungan yang Harin rasakan pun jadi memperkeruh suasana.
Apalagi, Jungkook juga menunduk…dan menatap wajah Harin dengan lekat. Dia sedang menunggu untuk diobati.
Saat berada dekat dengan Jungkook seperti ini, Harin…bisa melihat wajah Jungkook dengan jelas.
Pemuda itu memang tampan.
Luka-luka itu tak mampu menutupi eloknya parasnya. Dia memiliki hidung yang mancung, kedua mata yang tajam seperti elang, dan rahang yang tegas. Bola matanya berwarna coklat tua, warna yang tampak gelap dan memikat. Warna gelap itu seakan mampu menarikmu masuk ke sana…lalu tenggelam dan tak mampu kembali lagi.
Akibat kontur wajahnya yang tajam, ia terlihat maskulin, percaya diri, dan berkarisma. Ia tampak penuh dengan vitalitas.
Bahunya juga lebar. Tubuhnya bagus; dia tinggi, berotot, dan terlihat sangat kuat. Dadanya bidang. Dia memiliki daya tarik yang sangat tinggi.
Melihat sosoknya yang seperti ini, Harin jadi semakin paham mengapa semua wanita memujanya.
Tidak, Harin tidak bodoh. Harin tahu bahwa Jeon Jungkook itu tampan. Gadis itu pernah melihat Jungkook beberapa kali dari jauh, tetapi karena ia orangnya agak cuek, ia pun tak memperhatikan rupa Jungkook sampai detail.
Namun, ketika dilihat dari dekat seperti ini…ternyata Jeon Jungkook memang diberkati oleh Tuhan. Tuhan benar-benar serius saat menciptakan Jungkook.
“Ayo, Nona,” ujar Jungkook pelan. Ada sebuah jenaka yang tersirat di kedua matanya. “Nanti lima menitnya habis…”
Harin mengerjap. Gadis itu sedikit malu karena ketahuan memperhatikan wajah Jungkook, tetapi ia langsung kembali menguasai dirinya. Ia pun mulai bergerak membersihkan luka di wajah Jungkook.
Jungkook tersenyum miring.
“Apa yang kau lakukan sampai bisa terluka seperti ini?” tanya Harin pelan.
Sungguh, suasana saat itu sepi sekali. Hanya Harin, Jungkook, napas mereka, getaran yang tercipta di antara mereka, serta suara detak jantung Harin. Pelan-pelan…Harin mengusap wajah Jungkook, membersihkan wajah tampan pemuda itu dengan hati-hati. Sebenarnya, tangan Harin sedikit bergetar, ada keraguan di setiap gerakannya sebab ia sedang menyentuh wajah seorang pemuda yang asing baginya.
Jungkook bernapas samar. “Aku berkelahi dengan beberapa siswa dari sekolah lain.”
Saat Harin ingin membersihkan luka di sudut bibir Jungkook, tangan Harin sempat terhenti di udara. Ia memperhatikan luka itu dengan dahi yang berkerut. Tiba-tiba ia jadi bingung dan gugup setengah mati. Ia takut ia tak sengaja menyentuh sesuatu yang salah.
Namun, tiba-tiba Jungkook menarik pergelangan tangannya. Menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kegiatan itu. “Aku tidak akan menggigit jemarimu.”
Pipi Harin sontak merona. “Aku bukan takut digigit!”
Jungkook tersenyum miring. “Jadi, takutnya sama apa, dong?”
Harin berdecak. Dia tak ingin merespons Jungkook, jadi dia langsung kembali pada aktivitasnya. Dia berusaha untuk tak gelisah walau sedang membersihkan sudut bibir Jungkook.
“Kalau kau terus-menerus berkelahi, suatu hari nanti kau akan kehilangan gigimu atau mungkin…tulang wajahmu akan retak,” ujar Harin. “Jangan terlalu sering berkelahi.”
“Hm… Baru kali ini Ketua OSIS perhatian padaku,” jawab Jungkook seraya tersenyum. Pemuda itu tampak terhibur.
Harin yang mendengar itu kontan terhenti dari aktivitasnya dan langsung menoleh kepada Jungkook seraya menyatukan alis. “Aku serius.”
Jungkook tertawa kecil.
“Iya, Harin.”
Mata Harin melebar.
Jeon Jungkook…memanggil Harin dengan nama panggilannya.
Mereka saling menatap.
Karena tak ingin terus-menerus berada di dalam ketegangan itu, Harin pun mengerjap. Dia mencoba untuk menguasai dirinya kembali, lalu mulai mengobati luka-luka di wajah Jungkook.
Tatkala sedang menutup luka Jungkook dengan kasa, Harin pun bertanya, “Jadi, kau tadi melewatkan kelas hanya untuk berkelahi dengan siswa dari sekolah lain?”
“Aku pergi sebentar untuk mengikuti balapan,” jawab Jungkook. Pemuda itu tersenyum simpul. “Namun, ketika aku sudah sampai di sana, mereka langsung menyerangku karena tak terima dengan kemenanganku di pertandingan sebelumnya.”
Mata Harin melebar. Ia menatap Jungkook, lalu berkata, “Jadi…apa yang terjadi pada mereka sekarang?”
“Entah,” jawab Jungkook. “Mereka semua terkapar di sana dan aku pergi.”
Astaga.
Ada-ada saja.
Harin menggeleng pelan—merasa tak habis pikir—lalu gadis itu mulai menutup luka Jungkook yang terakhir. Setelah selesai, ia pun menghela napas lega dan mulai menjauhkan wajahnya dari Jungkook.
“Sudah selesai,” ujar Harin. “Usahakan jangan berkelahi seperti itu lagi bila kau tak ingin wajahmu rusak.”
“Sepertinya…belum lima menit,” ujar Jungkook, sebelah alisnya terangkat.
Harin mengerutkan dahinya. “Memangnya kau pikir lima menit itu seberapa lama?”
Jungkook tertawa kecil.
Mereka masih bertatapan selama beberapa detik. Harin belum bangkit dari duduknya.
Tak lama kemudian, Jungkook mulai membuka suara.
15Please respect copyright.PENANAQGrRKLOQlS
“Harin,” katanya. “Ayo pulang bersamaku.”
15Please respect copyright.PENANANqIlX3j8eE
Kedua mata Harin membulat.
Pulang…bersama Jeon Jungkook?
Apa pemuda itu…serius?
15Please respect copyright.PENANAkk2Af71XaZ
Harin benar-benar kaget, terus terang saja. Mereka tidak dekat; mereka sekadar tahu akan keberadaan satu sama lain. Mereka baru bercakap-cakap beberapa menit yang lalu. Pulang bersama adalah sebuah perkembangan yang terlalu cepat meskipun Harin tahu bahwa sepertinyaJungkook melakukan itu sebagai bentuk terima kasih.
Harin menghela napasnya, lalu berdiri dan meninggalkan Jungkook. Ia menuju ke lemari obat-obatan. “Tidak perlu.”
Ketika sedang menaruh kembali obat-obatan dan kasa itu, Harin mendengar Jungkook berkata, “Nanti aku antar pulang, ya?”
Harin menghela napas (lagi), lalu menutup lemari itu dan berdiri menghadap ke arah Jungkook. “Tidak perlu, Jungkook. Kembalilah ke kelasmu. Aku mau istirahat.”
15Please respect copyright.PENANAo5MzND71E0
******
15Please respect copyright.PENANAGT0oQit818
Harin kira Jungkook akan menyerah.
Ternyata tidak.
Oke, mengingat bagaimana Jungkook memaksa Harin untuk mengobatinya di UKS tadi saja seharusnya sudah bisa menjadi acuan bahwa Jungkook orangnya agak pemaksa. Sepertinya, pemuda itu memiliki prinsip bahwa apa yang ia inginkan harus ia dapatkan saat itu juga.
Jam sekolah hari ini telah berakhir; bel pulang sekolah sudah berbunyi. Murid-murid di kelas Harin mulai membereskan barang-barang mereka; guru yang mengajar mereka tadi sudah keluar dari kelas.
Tadi Harin sempat tidur di UKS kurang lebih selama dua jam. Saat Harin terbangun, Bu Mari sudah ada di ruangan itu. Bu Mari tersenyum pada Harin dan memeriksa tubuh gadis itu sejenak. Setelah memastikan bahwa dirinya telah sembuh, Harin pun pamit kepada Bu Mari untuk kembali ke kelas.
Jadi, saat semua murid di kelas itu sedang mengemas barang-barang mereka, tiba-tiba Harin dikejutkan dengan suara teriakan tertahan para perempuan. Reaksi itu agaknya bersahut-sahutan, baik dari dalam kelas Harin maupun dari luar. Mereka seakan tengah melihat seseorang yang tak seharusnya berada di sana.
Harin melihat semua teman sekelasnya melihat ke satu arah, yakni ke pintu masuk kelas.
Kontan saja Harin melihat ke arah yang sama karena penasaran. Harin menoleh seraya menyatukan alisnya.
Hal yang Harin temukan adalah:
15Please respect copyright.PENANAppFNUefFoh
Di sana ada Jeon Jungkook.
15Please respect copyright.PENANArYyJpqfzf4
Jeon Jungkook berdiri bersandar di ambang pintu, lengkap dengan tas yang pemuda itu bawa di sebelah bahunya. Ia menatap tepat ke kedua mata Harin. Memperhatikan Harin dari jauh dengan lekat. Ia seolah mengurung Harin melalui tatapannya.
Jungkook menunggu Harin di pintu kelas!
Mata Harin membelalak. Pikiran Harin langsung ke mana-mana. Sebentar, perasaan tadi tawarannya sudah kutolak! Mengapa dia ada di sini?
Satu kelas itu—kelas Harin—lama-lama jadi terdiam. Perlahan-lahan…teriakan-teriakan tertahan itu juga berhenti. Mereka semua diam seolah menunggu apa yang akan terjadi. Mereka betul-betul ingin tahu. Mengapa Jeon Jungkook ada di depan kelas mereka?
Kelas itu sekarang jadi hening.
Beberapa detik kemudian, Jungkook mulai membuka suara.
15Please respect copyright.PENANAvtowHBCHOB
“Rin,” panggil Jungkook. “Ayo pulang.”
15Please respect copyright.PENANAgm9Lk4nni1
…tunggu.
Pemuda itu…memanggil Harin dengan…apa?
‘Rin’…?
15Please respect copyright.PENANAfW1ZxobhLb
Belum pernah ada orang yang memanggil Harin seperti itu. Gadis itu kaget bukan main. Mulutnya sampai sedikit terbuka.
Di sisi lain, Harin sadar bahwa teman-teman sekelasnya mulai melihat ke arahnya. Semua orang menoleh kepadanya! Ada yang menyatukan alis, ada juga yang matanya membulat.
Sedikit informasi: semua orang tahu bahwa Jeon Jungkook itu tampan, tetapi dia berandal. Semua orang juga tahu bahwa sekolah ini milik ayahnya.
Jadi, bayangkan saja. Tiba-tiba, pemuda itu datang ke kelas mereka, bersandar di ambang pintu seakan menunggu seseorang, lalu mengajak Seo Harin pulang bersamanya.
Benar! Pemuda populer itu mendekati Seo Harin, anak emas di sekolah itu! Apalagi, Jungkook memanggil Harin dengan panggilan ‘Rin’ seolah-olah mereka sudah sangat dekat. Sejak kapan mereka berdua dekat?
Ini fenomenal.
Karena tidak senang dengan perhatian semua orang yang langsung tertuju kepadanya, Harin pun cepat-cepat membereskan barang-barangnya dan langsung memasang tasnya. Setelah itu, Harin berlari ke pintu depan kelas, menghampiri Jungkook yang tengah menunggunya di sana.
Setelah sampai di ambang pintu, Harin pun melewati Jungkook dan langsung berjalan mendahuluinya. Jungkook ikut bergerak; pemuda itu mengikuti Harin dari belakang.
Tidak butuh waktu lama hingga pemuda itu akhirnya berjalan di sebelah Harin. Semua orang yang juga sedang berjalan di koridor itu tentu saja memperhatikan mereka berdua sambil menahan teriakan. Beberapa perempuan kontan melebarkan mata seraya menutup mulut mereka dengan sebelah tangan. Tentu saja, semua orang kaget saat melihat pemandangan itu.
Murid top sekolah, Seo Harin, jalan berdua dengan Jeon Jungkook?
Rasanya seperti menyatukan air dan minyak.
Sambil berjalan di sebelah Harin, Jungkook mulai kembali berbicara, “Pulang bersamaku, ya?”
Harin menghela napas. Gadis itu menatap Jungkook, lalu menggeleng. “Tidak usah, Jungkook, tidak apa-apa. Aku biasanya pulang naik bus sekolah.”
Meskipun kaget setengah mati dengan apa yang Jungkook lakukan padanya hari ini, Harin tetap berusaha untuk tetap tenang. Dia menolak Jungkook dengan halus.
Tatkala sampai di depan sekolah, mereka berdua sama-sama melihat bahwa bus sekolah sudah menunggu di sana. Harin biasanya naik bus itu untuk pergi dan pulang sekolah.
Jungkook mendengkus.
Harin lantas menoleh kepada Jungkook. Sembari tersenyum tipis, Harin pun berkata, “Aku duluan, ya, Jungkook.”15Please respect copyright.PENANAH3WW01z8p2
Tanpa membuang waktu, Harin langsung berlari mendekati bus itu dan naik ke sana. Setelah ada di dalam bus, Harin berjalan ke belakang—mencari jok penumpang yang kosong—dan ia sempat melihat ke luar melalui jendela bus itu.
Tampaklah Jungkook yang berada jauh di depan sana, tengah berdiri seraya menyilangkan dada. Jungkook memperhatikan Harin dengan lekat; mata Jungkook sedikit menyipit. Tatapan pemuda itu kembali memenjarakan Harin dari jauh.
Harin meneguk ludahnya. Gadis itu mengerjap, lalu langsung mengalihkan pandangannya. Ia kembali mencari jok yang kosong, lalu duduk di jok itu.
Jeon Jungkook benar-benar tak bisa diprediksi.
Namun, satu hal yang Harin tak tahu adalah: dugaannya mengenai Jungkook yang ‘agak’ pemaksa itu sebenarnya salah. Pemuda itu bukan hanya ‘agak’ pemaksa.
Dia memang pemaksa.
Namun, sepertinya…baru Harin seoranglah yang berkali-kali sukses menghindari paksaannya.
Maka dari itu, dia mendapatkan sebuah solusi. Sebuah alternatif.
Dia akan mengikuti bus itu dari belakang secara diam-diam,
…hingga bus itu sampai di rumah Harin.
15Please respect copyright.PENANAioS7wE9rrf
******
15Please respect copyright.PENANAaCDUn3boJw
Setelah semua hal yang terjadi di hari itu, Jeon Jungkook jadi sering memperhatikan Harin. Terkadang, Jungkook menemukan Harin tanpa sengaja saat ia melewati perpustakaan; Jungkook melihat Harin sedang duduk dan belajar di perpustakaan itu. Terkadang pula, Jungkook melihat Harin makan di kantin bersama teman-temannya. Intinya, Jungkook menjadi lebih ‘sadar’ akan keberadaan Harin.
Sekitar satu minggu kemudian, tatkala semua murid dikumpulkan di aula sekolah, Jungkook melihat Harin naik ke panggung yang ada di aula itu. Gadis itu dipanggil naik ke panggung karena telah berhasil memenangkan Olimpiade Matematika tingkat provinsi. Dia naik ke panggung, lalu menerima hadiah dari sekolah berupa sebuah piala berwarna emas. Gadis itu lalu menyampaikan kata-kata terima kasihnya di podium. Saat berbicara di atas panggung, dia terlihat tenang, berwibawa, dan percaya diri. Dia juga tersenyum saat mengucapkan terima kasih.
Di sana, di atas panggung itu, Jungkook benar-benar melihat sosok perempuan yang sangat bersinar. Perempuan yang cantik, pintar, kreatif, dan menginspirasi. She’s so peaceful and perfect. Sangat berbeda dari Jungkook.
Jika Seo Harin bersinar bagaikan matahari,
…maka Jeon Jungkook bagaikan malam kelam yang dipenuhi dengan burung gagak.
Namun, entah mengapa, perbedaan itu menarik Jungkook kepada Harin seperti magnet.
Their differences draw him to her. He is attracted to her because of the ways they are unlike each other.
Namun, yang membuat Jungkook semakin tertarik adalah: Harin juga memiliki beberapa kebiasaan lucu di balik sikap tenangnya. Suatu ketika, Jungkook pernah masuk ke perpustakaan tanpa Harin ketahui. Jungkook lalu melihat Harin—yang sedang duduk di perpustakaan itu—sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah memastikan tidak ada siapa pun yang melihatnya, Harin pun mengeluarkan sebuah snack potato chips dari dalam tasnya dan memakan snack itu sambil mengerjakan tugasnya.
Di perpustakaan sekolah itu dilarang membawa makanan. Jungkook yang tak pernah menginjak perpustakaan itu—kalau bukan karena menguntit Harin—pun tahu soal itu. Di balik sikap composed-nya, Harin terkadang bisa melakukan sesuatu yang lucu.
Selain memperhatikan Harin di perpustakaan, Jungkook juga jadi sering tiba-tiba nimbrung saat Harin dan teman-temannya makan di kantin. Pemuda itu akan datang secara tiba-tiba—membawa makanannya—lalu duduk di sebelah Harin dan tersenyum kepada Harin. Sesekali ia akan ikut mengobrol bersama Harin dan teman-temannya, membuat teman-teman Harin jadi kikuk dan malu-malu. Soalnya, mendadak mereka jadi sering mengobrol dengan si tampan yang sangat populer di kota mereka. Jeon Jungkook adalah seorang pembalap yang terkenal di seluruh komunitas balap motor liar; dia sangat populer di banyak tempat, terutama di kalangan pemuda pemudi. Selain terkenal karena jago balapan motor, dia juga terkenal karena dia merupakan ahli waris konglomerasi bisnis yang tidak asing lagi di negara itu, yakni JA International.
Seperti saat ini. Jungkook tiba-tiba menghampiri meja di mana Harin dan teman-temannya sedang makan. Mengenali wangi parfum Jungkook—yang khas itu—Harin pun langsung menoleh dan mendapati Jungkook yang sudah bergerak untuk duduk di sebelahnya.
Setelah duduk dengan benar di samping Harin, Jungkook pun menatap Harin seraya tersenyum simpul. Pemuda itu memiringkan kepalanya dan berkata, “Aku duduk di sini, ya.”
Meski hal ini sudah sering terjadi, tetap saja teman-teman Harin tercengang saat memperhatikan Jungkook. Ini benar-benar seperti keajaiban.
“Masih banyak kursi yang kosong selain di sini, Jungkook,” jawab Harin seraya mengerutkan dahinya.
Jungkook tersenyum miring, lalu mulai memakan makanan yang ia bawa. “Di sini saja tidak apa-apa.”
Menghela napas, Harin pun tiba-tiba memperhatikan wajah Jungkook. Ada sebuah luka lebam di area tulang pipi pemuda itu. Harin sedikit melebarkan matanya. “Kau berkelahi lagi, ya?”
Jungkook menoleh sejenak kepada Harin, lalu lanjut makan. “Hm.”
“Bukankah waktu itu aku sudah memperingatimu?” ujar Harin. Gadis itu menyatukan alisnya. “Kau mau tulang pipimu retak?”
“Tidak.”
“Jadi, mengapa kau masih berkelahi?”
“Aku tak sengaja terkena pukulannya, Cantik.”
Mata Harin membulat. Karena pipinya mulai terasa agak memanas, Harin pun memalingkan wajahnya dan langsung pura-pura mengaduk supnya. “Dasar tukang berkelahi.”
Menoleh kepada Harin, Jungkook tertawa kecil. Harin lucu sekali kalau sedang mengomel seperti itu. Orang yang biasanya terlihat sangat tenang, sekarang sedang mengomeli Jungkook. Ini terasa begitu…menyenangkan.
Di sisi lain, teman-teman Harin jadi menganga melihat adegan itu. Ini…mereka pasti pacaran, nih! Masa iya obrolan mereka semanis ini?
“Rin?” panggil Jungkook. Matanya menatap Harin dengan sangat lembut. Teduh.
“Hm?” sahut Harin, gadis itu baru saja memakan wortel yang ada di supnya. Ia lalu menoleh kepada Jungkook.
Jungkook tersenyum.
15Please respect copyright.PENANAQFta1OsjU0
“Mau tidak sama aku?”
15Please respect copyright.PENANAiTBoelYE2T
Kontan saja teman-teman Harin jadi membulatkan mata. Mereka semua terperanjat. Ada yang menutup mulutnya dengan kedua tangan, ada juga yang sibuk menepuk-nepuk pundak teman yang duduk di sebelahnya seraya menganga.
Seriusan, nih, Harin ditembak di depan mereka??!
Namun, kontras dengan apa yang mereka harapkan, ternyata Harin langsung mengalihkan wajahnya dan memasang ekspresi datar. “Tidak mau.”
Waduh. Jeon Jungkook, si bad boy populer itu, ditolak mentah-mentah!
Mendengar jawaban dari Harin, Jungkook sedikit mengangkat kedua alisnya. “Kenapa?”
Dengan blak-blakan, Harin menghela napasnya dan menjawab, “You’re not worth it. Kau terlihat seperti pengkhianat. Aku sering melihatmu menggoda banyak perempuan.”
Jungkook terdiam.
Well, Jungkook memang sering iseng menggoda balik perempuan yang menggodanya. Akan tetapi, entah mengapa…tiba-tiba ada sebuah percikan rasa senang yang muncul di hati Jungkook. Soalnya, dari kalimat Harin itu…
…Jungkook bisa menyimpulkan bahwa Harin juga memperhatikannya.
Ternyata, bukan hanya Jungkook yang ‘lebih’ menyadari keberadaan Harin. Harin pun demikian.
Jungkook tersenyum miring.
“Benarkah? Seingatku, aku hanya iseng,” jawab Jungkook.
“Sama saja,” balas Harin. “Tidak ada kata iseng. Itu adalah kebiasaan seorang pembohong dan pengkhianat.”
Jungkook mendengkus. “Iya, deh, iya. Aku pengkhianat. Nanti boleh kuantar pulang?”
15Please respect copyright.PENANAx5sJAB5XzP
******
15Please respect copyright.PENANAyZJESn9buq
Sore itu, Harin benar-benar pulang bersama Jungkook. Sebetulnya, hari itu adalah pertama kalinya Jungkook mengantar Harin pulang, soalnya selama ini Harin selalu menolak ajakan Jungkook. Namun, kali ini agaknya Harin mengalah.
Tadi, sebelum motor itu berjalan, Jungkook langsung menarik kedua tangan Harin hingga Harin benar-benar jadi memeluknya dari belakang. Jungkook hanya berkata, ‘Jangan memegang jaketku saja. Nanti jatuh.’
Mata Harin melebar, tetapi akhirnya dia mengangguk. Dia ingat bahwa Jungkook itu seorang pembalap. Bisa jadi Jungkook memang berkendara dengan sangat cepat, jadi Harin akan membuang nyawanya sendiri apabila tidak benar-benar memeluk Jungkook.
Namun, kenyataannya tidak begitu. Saat membawa Harin, Jungkook berkendara dengan sangat…pelan. Sangat santai. Seolah dia sedang membawa benda yang mudah pecah.
Atau mungkin, dia hanya tak ingin cepat-cepat sampai.
Tatkala sampai di sebuah jalan besar, Jungkook dan Harin menyadari bahwa di sana sedang macet. Oleh karena itu, Jungkook pun berbelok ke arah lain. Ke sebuah jalan kecil.
Namun, saat mereka masuk ke jalan itu, tiba-tiba ada sekumpulan motor dari belakang yang menyusul mereka. Dengan cepat, motor-motor itu telah adadi samping kanan dan kiri mereka. Kumpulan motor itu kini mendahului motor Jungkook dan berhenti di depan sana, bergerombol untuk mencegat Jungkook.
Jungkook menghentikan motornya.
Orang-orang itu langsung beramai-ramai turun dari motor mereka. Mereka semua memakai pakaian yang berwarna gelap; beberapa dari mereka membawa kayu pemukul.
Salah satu dari mereka mulai berteriak, “Turun kau, keparat!”
Mata Harin membeliak. Harin langsung menatap Jungkook, tetapi wajah Jungkook tidak begitu terlihat karena sedang memakai helm. Harin hanya bisa melihat mata Jungkook yang menyipit tajam di balik kaca helm itu.
“Turun sekarang, Jungkook!”
“Iya, turun kau sekarang!!”
Teriakan orang-orang itu mulai bersahut-sahutan. Astaga, ada apa ini?! Apakah—apakah hal inilah yang selalu Jungkook hadapi?
Harin panik. Gadis itu tanpa sadar semakin memeluk Jungkook dengan erat.
Namun, tiba-tiba, di antara seluruh teriakan itu, Harin mendengar Jungkook berbicara.
15Please respect copyright.PENANACQThcpl7NJ
“Rin,” panggilnya. “Maaf. Bisakah kau turun sebentar? Aku tidak akan lama.”
Apa?
“Jungkook—” Harin menggeleng. “Tidak usah. Nanti kau terluka. Jumlah mereka banyak.”
Jungkook membelai jemari Harin yang sedang memeluknya. “Kau pikir mereka akan melepaskanku begitu saja? Mereka jelas-jelas mencegat kita.”
Harin terdiam. Gadis itu menunduk, dahinya berkerut. Ia panik dan bingung. Jungkook bisa terluka parah!
“Turun sebentar, ya?” bujuk Jungkook. “Aku akan baik-baik saja.”
Merasa tidak mampu menolak Jungkook—karena tidak tahu harus bagaimana—Harin pun akhirnya mengangguk dengan gundah. Dahinya terus berkerut, matanya tampak nelangsa sekaligus khawatir. Ia turun dari motor Jungkook dengan terpaksa.
Setelah memberikan helmnya kepada Jungkook, Jungkook pun membuka helmnya sendiri, lalu turun dari motor itu. Jungkook meletakkan helm mereka berdua di atas motor.
Jungkook mendekati Harin sebentar, lalu memberikan tasnya kepada Harin. “Pegang tasku sebentar, ya, Cantik.”
Harin mengangguk pasrah. Gadis itu meraih tas Jungkook, lalu meletakkan tas itu di pelukannya.
Jungkook pun melangkah maju, mendekati gerombolan yang terus berteriak padanya sejak tadi. Dengan ekspresi dingin serta tatapan yang sangat tajam, Jungkook terus berjalan ke arah mereka.
Setelah sampai tepat di depan kawanan pengacau itu, Jungkook pun berhenti melangkah. Dengan penuh intimidasi, penuh tekanan yang tinggi, Jungkook pun mulai bersuara.
15Please respect copyright.PENANA7Op1DDvkla
“Jadi,” bukanya. “siapa kalian?”
15Please respect copyright.PENANAT9eyYqHpuF
Salah satu dari mereka, yang tadi berteriak pertama kali, lantas maju ke depan. Pemuda itu langsung mendorong bahu Jungkook, tetapi hampir tidak membuat pengaruh apa-apa terhadap Jungkook.
“Jangan berpura-pura, keparat.” Pemuda itu menatap Jungkook dengan mata nyalang. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jungkook; ekspresi wajahnya terlihat berang dan penuh dengan dendam. Rahangnya mengeras. Urat-urat di lehernya terlihat dengan jelas tatkala ia menggertakkan giginya. “Kau—APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA KEKASIHKU DI PERTANDINGAN SEMINGGU YANG LALU, SIALAN? AKU TAK PERNAH MENGGANGGUMU!”
Mata Jungkook menyipit. “Kekasihmu? Siapa?”
Satu pukulan langsung mendarat di wajah Jungkook. Pemuda itu meninju wajah Jungkook dengan sangat keras, membuat kepala Jungkook langsung berpaling ke samping. Jungkook terlihat melihat ke bawah, ke aspal, sementara darah mulai mengalir dari sudut bibirnya.
“BAJINGAN! KAU TELAH MEREBUT KEKASIHKU!” teriak pemuda itu.
15Please respect copyright.PENANA9JMPK7EO41
Ah. Masalah seperti ini lagi.
15Please respect copyright.PENANAf7r49IoZ5e
Jungkook menyeka darah yang ada di sudut bibirnya. Ia lalu menoleh kepada pemuda itu dan menatap pemuda itu dengan sinis. “Jadi, intinya, kekasihmu meninggalkanmu karena melihatku menang di pertandingan itu?”
Mata pemuda itu kontan memelotot. Ia langsung hilang akal.Dengan membabi buta, ia spontan meninju wajah Jungkook berkali-kali. “SIALAN! SIALAN! SIALAN KAU, KEPARAT! SIALAN!!!! MATI KAU!!!”
Namun, setelah sukses menghajar Jungkook berkali-kali tanpa ada perlawanan, tiba-tiba sebelah tangan pemuda itu dicengkeram oleh Jungkook. Jungkook langsung menarik tangan pemuda itu ke atas; pada dasarnya, Jungkook mengangkat tubuh pemuda itu dengan sebelah tangannya. Tangan pemuda itu diangkat ke atas hingga kakinya tidak menapak tanah!
Pemuda itu sontak membulatkan mata. Namun, sebelum pemuda itu sempat bereaksi apa-apa, Jungkook langsung membanting tubuh pemuda itu ke aspal. Melemparnya cukup jauh dari hadapannya.
Kontan saja semua orang di sana jadi geram. Mereka semua langsung berteriak dan berlari ke arah Jungkook. Mereka ingin menyerang Jungkook dengan membabi buta; mereka ingin mengeroyok Jungkook habis-habisan.
Namun, terjadi sebuah hal yang tak terduga.
Tiba-tiba saja, Jungkook melihat Harin berdiri di depannya. Gadis itu melindungi Jungkook yang ada di belakangnya, lalu menghadang seluruh pemuda yang ingin menyerang Jungkook.
“BERHENTI!!!” teriak Harin kencang, mengalahkan seluruh teriakan para pemuda itu.
Para pemuda itu mendadak berhenti mendekati Jungkook tatkala melihat bahwa gadis itu tidak hanya sedang berdiri di sana. Gadis itu berdiri melindungi Jungkook sambil mengulurkan sebelah tangannya ke depan. Gadis itu tengah menunjukkan layar ponselnya kepada mereka semua.
“AKU SUDAH MENELEPON POLISI!!!” teriak Harin. “HENTIKAN SEMUA INI!! PAMANKU ADALAH SEORANG POLISI DAN DIA SEDANG MENUJU KE SINI!!!”
Para pemuda itu bisa melihat bahwa ternyata di layar ponsel itu ada sosok seorang pria. Layar itu sedang menampilkan video call!!! Selain itu, di dalam video call tersebut…pria itu tampak memakai seragam polisi dan sedang duduk di dalam mobil. Ada suara sirene mobil polisi yang terdengar sangat kencang dari video call itu!!
“Ah, aku tahu jalan itu. Aku akan segera ke sana, Harin. Untuk kalian semua, bocah-bocah keparat, tunggu di sana!!!!” teriak pamannya Harin dari seberang sana.
“CEPAT, PAMAN, NANTI MEREKA KABUR! TANGKAP SAJA MEREKA-MEREKA INI!!” teriak Harin.
“Okeeee, siap!” jawab pamannya Harin, lalu panggilan video itu pun dimatikan.
Kontan saja semua pemuda yang ada di sana berlari terbirit-birit. Pemuda yang tadi dibanting ke aspal oleh Jungkook pun langsung berdiri dan berlari terseok-seok ke motornya. Mereka semua langsung panik dan terpontang-panting. Pemuda yang ‘kekasihnya-direbut-oleh-Jungkook’ itu sempat berteriak, “KITA AKAN MENYELESAIKAN INI, JUNGKOOK!!”, lalu ia dan teman-temannya langsung mengegas motor mereka dan kabur dari sana dengan kecepatan tinggi.
Setelah motor mereka sudah jauh di depan sana—bahkan suaranya pun sudah terdengar sangat jauh—Harin pun akhirnya menghela napas lega. Bahunya sampai jatuh; kerutan di dahinya langsung hilang. Ia mulai menghirup oksigen di sana sebanyak mungkin. Rasa sesak di dadanya perlahan-lahan hilang.
Namun, tiba-tiba saja…Harin mendengar sebuah tawa kecil.
Harin kontan berbalik. Ia pun menemukan Jungkook…yang sedang tertawa kecil. Jungkook tertawa pelan, tetapi kelihatannya pemuda itu benar-benar terhibur. Seakan-akan kejadian barusan terasa begitu menggelikan baginya.
Harin langsung menyatukan alis. “Kok malah tertawa, sih?!”
Mendengar Harin bertanya seperti itu, Jungkook justru tertawa semakin keras. Ia tertawa di hadapan Harin.
Setelah puas tertawa, Jungkook pun menatap Harin dengan mata yang menyiratkan jenaka. “Wah, sepertinya aku harus berhati-hati, nih. Gadis yang kusuka ternyata merupakan keponakan seorang polisi.”
Harin memasang ekspresi datar. “Ha? Kau bicara apa coba?”
Jungkook kembali tertawa.
Harin berdecak. Gadis itu pun langsung mendekati Jungkook dan memeriksa wajah Jungkook. Matanya membeliak tatkala melihat wajah Jungkook yang penuh akan luka karena menerima banyak pukulan. “Kok pukulannya tak kau hentikan, sih? Astaga, wajahmu jadi memar-memar semua!”
Harin mendengkus. Ia mulai mengusap darah yang mengalir di sudut bibir Jungkook. Ia juga menyentuh memar-memar yang ada di wajah Jungkook dengan pelan.
“Jungkook, beritahu aku alamatmu,” ujar Harin lirih. “Kau naik taksi saja, ya? Nanti Pamanku akan membantu membawakan motormu.”
Saat tatapan mata Harin sampai ke kedua mata Jungkook, Harin kontan terdiam. Mata Harin melebar.
Ternyata…sejak tadi Jungkook terus memperhatikannya. Menatapnya dengan begitu lekat. Begitu intens. Begitu dalam.
Pemuda itu tersenyum lembut.
Setelah bertatapan selama tiga detik, tiba-tiba saja…
15Please respect copyright.PENANA5IwFrv12vG
Jungkook mencium Harin.
Tepat di bibirnya.
15Please respect copyright.PENANAWXQocT0uLz
Ciuman itu awalnya sangatlembut. Mesra…dan penuh kasih. Jungkook seakan ingin mencicip dan meneliti bibir Harin. Hal ini membuat Harin—yang tadinya terkejut bukan main—perlahan-lahan mulai menerima ciuman Jungkook dan memejamkan matanya.
Namun, sepuluh detik kemudian, ciuman itu jadi semakin dalam. Jungkook mulai melumat bibir Harin, menggigit bibir Harin, lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut Harin. Melilit lidah Harin dengan lidahnya. Sebelah tangannya menarik tubuh Harin ke dalam pelukannya, sementara sebelah tangannya lagi memegang kepala Harin agar gadis itu terus mendongak dan menerima ciumannya.
Saat ciuman itu terasa semakin menuntut, Harin kontan mengerutkan dahi. Tangannya mulai mencengkeram seragam Jungkook di bagian dada. Ia belum pernah berciuman sebelumnya, jadi ciuman seintens ini tentu membuatnya kaget dan terengah-engah. Bibirnya terus menerus dilumat oleh Jungkook, bahkan Jungkook sempat mengisap lidahnya. Mereka bertukar saliva.
Satu menit kemudian, Jungkook pun melepaskan ciuman itu. Wajah mereka sangat dekat. Bibir mereka masih nyaris menempel; Harin dapat merasakan hangatnya napas Jungkook di kulit wajahnya.
Pipi Harin memerah. Matanya sayu. Ia jadi lemah akibat ciuman panas itu. Itu adalah ciuman pertamanya, tetapi ciuman itu terasa sangat…liar.
Jungkook terus memperhatikan seluruh reaksi Harin. Merekam pemandangan itu dan menyimpannya di dalam otaknya. Ia menatap Harin dengan penuh…hasrat. Penuh keinginan. Penuh…
…cinta.
15Please respect copyright.PENANAYIQcZBW0BR
Aah, Jungkook sangat menginginkan gadis ini.
15Please respect copyright.PENANAhEDIQcihdb
Jungkook lantas tersenyum miring. Pemuda itu membelai bibir Harin yang lecet karena ciumannya, lalu berbisik.
15Please respect copyright.PENANAi2uWiB7vwG
“Pacaran, yuk.” []
15Please respect copyright.PENANASBBDZxX2X0