KOLEKSI CERITA GAY NAKAL LOKAL
*****238Please respect copyright.PENANAnCVoiiAZCw
238Please respect copyright.PENANAvaFPusC1yj
238Please respect copyright.PENANAK8MgDRzSqS
238Please respect copyright.PENANAlxMehHbZ5u
238Please respect copyright.PENANAnLoqjUQaE0
"Ahh ah Mas jangan kenceng-kenceng Mas ah ah~"
Kiki, tahun ini dia resmi 18 tahun, dan remaja itu paling tahu bagaimana cara memuaskan nafsu bejat kakak iparnya sendiri, Martin, 28 tahun.
"Mas, ah ahh kayaknya ah aku ahh ahh~" Mulut Kiki udah gak kuat nampung penis Martin yang seukuran sepergelangan tangan laki-laki itu, mulutnya udah mulai pegal sejak 20 menit lalu terus ngemut penis pria itu.
Tapi sepertinya Martin masih belum puas, dia masih terus ngemut penis Kiki yang cuma seukuran jempol itu sambil sesekali menjilati anus Kiki yang udah becek banget setelah dua jam lalu terus-terusan dia sodomi.
"Ahh ahh Mas geli ah arhh enak banget ahh ah~!" Dengan mulut penuh, Kiki masih sempat-sempatnya meracau sambil mendesah-desah.
"Kikiii~ ah mulut kamu makin lama makin kurang ahh ah kurang ajar sama kontol ku, yaa."
Martin memejamkan matanya erat ketika merasakan mulut Kiki mengemut kejantanannya sampai mentok. Seluruh tubuhnya menegang dan dia merasakan kenikmatan luar biasa itu hampir sampai padanya.
Sementara tubuh Kiki ada di atasnya dengan bokong berada di depan wajah Martin, Martin memasukkan kelima jarinya sekaligus ke dalam dubur Kiki hingga pergelangan tangan, membuat remaja itu langsung melotot sambil melengkungkan tubuhnya dengan bohong berisinya yang makin naik ke atas.
"Aaahhhh!"
Martin mendesah panjang tatkala orgasme, dengan segera dia makin menusukkan penisnya ke dalam mulut Kiki, memaksa remaja itu untuk menelan semua sperma yang keluar.
Kiki sendiri udah hafal banget sama kebiasaan Martin yang satu ini, jadi dengan telaten, dia memposisikan selangkangan Martin di depan wajahnya dan ketika Martin mulai orgasme, remaja itu mengurut penis Martin seperti seekor kucing yang sedang menyusui dan menyedot semua sperma yang keluar dengan nikmat.
Dulu ketika pertama melakukan ini, Kiki hampir muntah, rasa sperma gak seperti yang dia baca di web novel - yang dikatakan rasanya seperti susu tapi sedikit asin - waktu itu rasa sperma Martin asin amis dengan sedikit pahit, belum lagi tekstur lengketnya. Tapi sekarang Kiki bisa menelannya seperti sedang menelan susu cair.
"Ahh ahh ah!" Kiki gak bisa berhenti menggerak-gerakkan pinggulnya gara-gara Martin memasukkan kelima jarinya sekaligus ke dalam anusnya, kini anusnya terasa gatal kembali sekaligus sedikit perih.
Martin mengobok-obok anus Kiki seperti mengobok-obok aquarium, jari-jarinya menjelajah ke segala tempat, bahkan memegang-megang prostat hingga membuat Kiki makin kelimpungan seperti cacing terkena air garam.
Bersamaan dengan tangan nakalnya, Martin juga menjilati penis Kiki dan menampung seluruh sperma Kiki yang keluar di dalam mulutnya.
Martin menarik tangannya keluar dari dalam anus Kiki, terlihat lendir yang banyak membuat sebelah tangan Martin tampak mengkilat. Dia lalu menurunkan tubuh telanjang Kiki yang masih lemas dari atas tubuhnya lalu menarik tengkuk Kiki - dengan sebelah lengan berotot Martin yang mendekap leher Kiki - lalu mencium remaja itu untuk mengembalikan sperma milik Kiki yang Martin tampung di dalam mulutnya.
Lidah Kiki menerima apa yang Martin masukkan ke dalam mulutnya, menelan semua yang Martin berikan tak bersisa.
Ciuman Martin lalu merambat ke wajah Kiki sebelum akhirnya membasahi kedua kelopak mata Kiki dengan penuh nafsu.
Tubuh Kiki lemas total, seluruh badannya penuh sperma dan peluh, dia ambruk di atas dada Martin, kepalanya berbantalkan dada bidang Martin yang sama berpeluhnya dengan dirinya.
Kiki memeluk tubuh itu sayang, dia sempat melirik Martin yang memejamkan mata sambil mengatur napasnya yang memburu selepas bercinta dua jam lebih.
Tangan Kiki mengelus jakun Martin dengan memuja. "Mas Martin gagah banget, deh," katanya.
Martin tertawa singkat. "Kamu juga pinter banget ngepuasin Mas, Ki."
Kiki menyusupkan wajahnya ke dada bidang Martin. "Apa, sih! Bikin malu aja, deh."
"Eh, serius. Sejak rutin ngewe sama kamu, setiap hari Mas jadi makin semangat kerja."
"Sambil mikirin nanti malam mau entot aku pakai gaya apa lagi?" tebak Kiki sarkastik.
Tangan Martin yang memeluk pinggang ramping Kiki mencubit pantat remaja itu yang kini kulit putihnya penuh bekas kemerah-merahan akibat tamparannya.
"Kamu emang paling tahu pikiranku, Ki." Martin menciumi leher Kiki.
Dengan semangat tangan Kiki meraih penis Martin yang udah melemas, memijat-mijatnya dengan telaten hingga membangunkannya kembali.
Martin mengerang. "Ki, ini udah hampir jam lima pagi, loh," katanya.
"Terus kenapa, Mas?" Kiki masih mengurut penis Martin hingga semakin mengeras.
"Kakak kamu Si Melinda biasanya bangun jam setengah enam," jawabnya, "Mas harus cepat-cepat ke kamarnya biar hubungan kita gak ketahuan."
Kiki cemberut. "Tapi aku, kan, masih kangen sama Mas Martin. Kita udah seminggu gak ngeseks loh Mas."
Tadi siang, Martin baru aja pulang setelah seminggu dapat tugas ke Bandung.
Martin melepaskan dekapannya pada Kiki, lalu melebarkan kaki Kiki, dia lalu memposisikan penisnya yang sudah bangun ke selangkangan Kiki yang kini tampak memerah dan merekah seperti mawar merah yang baru mekar.
"Emangnya Mas Martin gak kangen sama aku? Gak kangen sama bokongku?" Kiki menggesek-gesek belahan pantatnya di atas penis Martin yang sudah kembali berdiri.
"Kamu benar-benar jalangnya Mas ya, Ki." Martin bersiap-siap menyodomi Kiki kembali sambil menjilat-jilat bibirnya penuh nafsu. "Mas sodok kamu brutal ya, soalnya kita gak punya banyak waktu."
Kiki kesal dengan ungkapan 'gak punya banyak waktu', andai aja Martin bukan suami kakaknya, pasti Kiki udah jadiin Martin miliknya sepenuhnya.
Meski begitu, Kiki tetap mengangguk senang lantaran Martin masih mau menggagahinya meski terburu-buru.
"Iyaaa, sodok aku sesuka Mas Martin-aah ah ahh!"
***238Please respect copyright.PENANAWInFibqpzc
238Please respect copyright.PENANANH3wf40U3I
238Please respect copyright.PENANAwZMnhohkjn
238Please respect copyright.PENANABLQGs9f6aA
238Please respect copyright.PENANA4HC9KY3HiE
Pukul setengah tujuh pagi, Martin dan Melinda sudah duduk duluan di meja makan dengan pakaian rapi mereka untuk bekerja, sarapan pagi itu adalah omelette dan nasi goreng, yang masak Martin.
"Mas, padahal kita bisa beli aja, loh. Kamu kan jadi capek-capek harus masak begini," kata perempuan dengan rambut hitam sepanjang bahu itu.
Martin merangkul pundak Melinda dan menyuruhnya duduk, kemudian laki-laki itu duduk di samping perempuan berstatus istrinya yang beberapa tahun lebih tua darinya tersebut.
"Kebetulan aku bangun duluan, jadi sekalian aja, deh." Itu alasan paling bagus yang dibuat Martin karena Melinda yang tak bisa masak akan langsung luluh.
Melinda mencium pipi Martin singkat. "Maaf ya, Mas. Aku belum sempat kursus masak. Pesanan gaun pengantin di butik lagi banyak-banyaknya, belum lagi kemarin ada dua orang yang komplain, aku pusing."
Dari belakang punggung kedua pasangan itu, Kiki melihat kakaknya mencium pipi Martin.
"Sayang, kamu juga jangan capek-capek dong, nanti kalau kamu udah gak terlalu sibuk, kita pergi liburan," kata Martin.
"Terus gimana sama kerjaan kamu?"
"Gampang lah, aku tinggal ambil cuti."
"Terakhir kamu cuti tuh pas kita nikah gak, sih, Mas?"
Martin tertawa. "Itu udah lama banget, Yang."
Melinda menepuk pundak Martin. "Kamu sih, gila kerja."
"Aku keinget aja gimana susahnya dulu cari kerjaan, makanya sekarang aku kerja keras banget, itu juga buat kamu, Sayang."
"Kamu bisa aja, deh, Mas." Melinda dan Martin saling berpelukan.
Kiki memutar bola matanya muak melihat kemesraan kedua orang itu.
Jadi, dia menghentakkan kakinya keras-keras sambil berjalan menuju meja makan demi menyita perhatian sepasang suami-isteri itu. Jelas saja, Martin dan Melinda langsung melepaskan pelukan mereka.
"Pagi, Mbak Mel," sapa Kiki, "Pagi, Mas Martin."
Kiki lalu mendudukkan bohongnya di kursi yang berhadapan dengan Martin.
"Pagi juga, Kiki," jawab Martin kikuk.
Malinda mengernyit heran. "Kiki, kaki kamu kenapa? Kok Mbak perhatiin, jalan kamu agak aneh?"
Untung Martin gak lagi makan atau minum, kalau iya, pasti udah tersedak.
"Kamu gak berantem, kan, di sekolah?" Melinda memperlihatkan raut khawatir.
Kiki jadi sedikit merasa bersalah. "Tadi pagi kepleset di kamar mandi," bohongnya.
Padahal penyebab jalannya aneh adalah orang di samping Melinda, suaminya sendiri, yang segera menyelinap masuk ke kamar Kiki dan langsung menggagahinya begitu istrinya tertidur lelap.
Melinda berdecak. "Kamu, nih, Ki. Lain kali lebih hati-hati lagi, dong."
"Namanya juga musibah, Mbak." Kiki melirik Martin ketika mengatakannya.
"Udah diobatin?" Melinda meraih ponselnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Udah, bagian yang memar udah aku olesi pakai salep."
Kiki mengambil nasi goreng yang ada di depannya dan meletakkan di piringnya. Dia gak bohong begitu mengatakan 'sudah mengoleskannya dengan salep', nyatanya Kiki memang selalu mengolesi bagian luar anusnya dengan salep setelah selesai bercinta dengan Martin.
Setelahnya Melinda sibuk ngobrol masalah kerjaan lewat telepon sambil sedikit memunggungi suaminya itu, di depan meja makan, saat kedua laki-laki itu diam-diam saling main lirik-lirikan.
Kiki dan Martin sama sekali gak ngomong, mulut mereka cuma dipakai untuk mengunyah, sementara di samping mereka Melinda lagi sibuk sendiri.
Ketika kaki Kiki menyenggol kaki Martin beberapa kali seakan memberi kode, tatapan Martin seperti mengatakan 'jangan lakukan itu di sini, lihat siapa yang ada di sampingku? Kakakmu, istriku', tapi Kiki tak peduli dengan peringatan Martin.
Dengan sengaja, Kiki menjatuhkan sendoknya.
"Aduh, sendokku jatuh." Kiki bicara seperti itu sambil melirik Martin genit.
Kiki lalu berjongkok dan merangkak di bawah kolong meja, namun alih-alih mengambil sendok yang sudah ada di depan matanya dan naik ke atas, Kiki justru merangkak mendekati kaki Martin sambil menggenggam sendok tersebut.
Dia mengemut kepala sendoknya dan membasahinya dengan liur, membiarkan sendok itu tetap berada di mulutnya sementara kedua tangannya mulai mengelus-elus kejantanan Martin yang terbungkus celana hitam.
Martin melirik Melinda yang masih memunggunginya sambil menelepon, ketika dia merasakan tangan-tangan Kiki mulai membuka resleting celananya dengan pelan, lalu embusan napas hangat Kiki yang Martin rasakan berada di area selangkangannya, tepat di depan penisnya yang perlahan-lahan mulai berdiri.
Di bawah meja, Kiki mengeluarkan sendok tersebut dari mulutnya, lalu menyusupkan kepala sendoknya ke dalam celana dalam Martin, menggosok-gosokkan sendok itu diantara penis dan buah zakarnya.
Martin mengigit bibir bawahnya menahan desahan, dia tetap berusaha makan senormal mungkin sambil sesekali melirik Melinda dengan waspada.
Kiki memang paling tahu bagaimana cara membangunkan libido Martin, meski dalam situasi seperti itu, akhirnya Martin menyerah dan semakin melebarkan kakinya untuk memberi Kiki akses ke selangkangannya. Sejak dia melakukan itu, Kiki segera menarik penis Martin keluar dari dalam celana dalam, dan memasukkan penis tersebut ke dalam mulutnya.
Karena mereka sedang sarapan, jadi Kiki membayangkan sedang mengemut sebuah sosis utuh, sosis yang sangat besar dan cukup panjang. Sebuah sosis yang dapat membuat lubang anusnya terasa sangat penuh dan hangat.
Sosis itu akan mengeluarkan selai susu dari ujung kepalanya jika ditekan-tekan lembut dan dijilat-jilat seperti ini. Dikeluar-masukkan dari dalam mulut beberapa kali kemudian di-crot!
Wajah Kiki disembur sperma milik Martin, sebelum wajahnya semakin kotor, dia segera membuka mulutnya lebar dan menampung semua mani itu di dalam mulut, menyedotnya rakus seperti mengempeng.
Tubuh Martin sedikit bergetar ketika merasakan ejakulasi, ditambah Kiki yang kini sedang menelan sperma miliknya seakan itu adalah rasa susu kesukaannya.
"Loh, Kiki ke mana?"
Jantung Martin seperti dihantam dengan raket ketika tiba-tiba Melinda sudah selesai dengan teleponnya dan langsung menanyakan keberadaan sang adik.
"Eh, tadi Kiki-"
Martin merasakan Kiki yang menepuk penisnya dua kali lalu setelah itu, Kiki tiba-tiba muncul dari dalam kolong meja.
"Sendokku tadi jatuh, Mbak. Makanya aku ambil dulu." Kiki mengatakannya dengan senyum sumringah.
Melinda menggeleng tak habis pikir. "Kamu, nih, ceroboh banget, sih. Udah jangan dipakai lagi sendok itu, kotor tahu, ambil aja sendok yang baru."
"Iya, iya." Kiki meletakkan sendok yang jatuh tadi dan mengambil sendok yang baru.
Diam-diam, saat Kiki dan Melinda sedang ngobrol, Martin langsung memasukkan penisnya ke dalam celana lagi.
"Mas, maaf banget ya, aku gak bisa nemenin kamu sama Kiki sarapan, aku buru-buru, di butik ada masalah dan aku harus turun tangan biar gak makin kacau," sesal Melinda.
"Kamu belum habisin makanan kamu, loh, Yang?" kata Martin.
"Mau gimana lagi, maaf yaa."
Martin mengelus kepala Melinda. "Tapi nanti di sana kamu jangan sampai lupa makan, oke?"
"Oke."
Melinda mencium punggung tangan Martin.
"Ki...."
Kiki langsung berdiri dan mencium tangan kakak perempuannya itu.
"Hati-hati di jalan, Mbak Mel."
"Makasih. Sekolah yang bener, ya. Mbak berangkat kerja dulu."
"So pasti, Mbak Mel."
"Mas, aku berangkat duluan, ya."
"Iya, Sayang. Hati-hati ya, telepon aku kalau kamu udah senggang nanti."
Tak berapa lama kemudian, suara mobil Malinda terdengar meninggalkan garasi rumah. Menyisakan Kiki dan Martin di dalam rumah itu.
"Mas Martin, aku juga mau loh dipanggil sayang kayak panggilan buat Mbak Mel," kata Kiki tiba-tiba sambil menopang dagunya.
Martin tertawa. "Kamu tahu, kan, Ki. Hubungan kita itu kayak apa? Tapi kalau kamu mau, Mas bakalan kasih kamu panggilan yang lebih spesial lagi."
Kiki menarik sebelah alisnya. "Contohnya?"
"Baby's tight and wet bum," ucap Martin sambil menjilat bibirnya genit.238Please respect copyright.PENANAPFVWJiEaF3
238Please respect copyright.PENANAlrRBEb8her
238Please respect copyright.PENANAaVnnSyfO3b
238Please respect copyright.PENANAV95zHqfmGz
238Please respect copyright.PENANAjMKulXn5X3
Kiki tertawa kecil. "Apaan, sih, Mas Martin. Kekanak-kanakan banget, deh." Kiki melempar sepotong angkur pada Martin. "Emangnya aku bayinya, Mas."
"Iya, siiih. Kamu lebih dari sekadar panggilan mesra-mesraan kayak gitu."
Martin menarik tangan Kiki dan membawanya naik ke atas pangkuannya. Martin lalu meraih dagu Kiki dan mengecup bibirnya.
"Aku gak nyangka kalau Melinda berangkat duluan, aku pikir kita bakalan berangkat bareng-bareng dengan mobil beda-beda kayak biasanya."
Kiki mengalungkan kedua tangannya di leher Martin. Remaja itu memejamkan matanya menikmati setiap kecupan yang Martin layangkan untuknya.
"Gara-gara itu, sekarang kita berdua punya waktu lebih buat berduaan kayak gini."
Kiki menggesek-gesekkan pantatnya yang menduduki penis Martin yang dirasakannya mulai mengeras.
"Mas Martin mau ngentotin aku lagi?" Kiki berbisik sensual di samping telinga Martin.
Martin merengkuh pinggang Kiki yang masih terbalut seragam sekolah. "Kiki sendiri gimana? Mau gak?"
Dengan tanpa malu-malu, Kiki mengangguk. "Kalau itu sama Mas Martin, mau dientot sampai hamil pun, aku rela."
Martin menciumi leher Kiki gemas sampai membuat Kiki mendesah.
"Kalau gitu, hari ini Kiki sekolahnya bolos dulu, ya."
"Ahh padahal Mbak Mel tadi baru bilang supaya aku rajin sekolahnya ah, Mas Martin kebiasaan ahh geli ah!"
Tangan Martin menelusup masuk ke dalam celah baju Kiki dan mencubit-cubit puting susunya.
"Jadi Kiki lebih nurut sama Mas atau sama mbak mu itu? Hmm?"
Kiki membusungkan dadanya gara-gara ulah Martin.
Lalu, dengan nakal, Kiki memegang dagu Martin dan berkata di depan wajahnya, "Kalau Mas Martin sanggup bikin aku hamil, aku bakalan jadi jalangnya Mas Martin selamanya." Lalu Kiki mencumbu laki-laki dewasa itu.
Martin menyambut lidah Kiki yang masuk ke dalam mulutnya. Dia lingkarkan tangannya dipinggang Kiki di mana tubuh remaja itu menempel padanya sambil sesekali meremas bokongnya.
"Ahh ah, Mas Martin ahh aku cinta sama kamu ah."
Martin kembali menyambut kecupan itu. "Mas juga cinta banget sama Kiki."
Sejak kapan Kiki dan Martin memiliki hubungan terlarang seperti ini?
Kira-kira kisah asmara terlarang mereka dimulai sejak Kiki ikut tinggal bersama Martin dan Melinda di Jakarta.
Awalnya karena Melinda mau Kiki sebagai satu-satunya adiknya, dia mau Kiki sekolah di sekolah yang bagus dan kebetulan anak itu cukup pintar dan mudah bergaul, orang tua mereka juga setuju Kiki ikut Melinda. Belum lagi, meski sudah setahun menikah, Melinda dan Martin belum juga dikaruniai anak, jadi kehadiran Kiki tak akan terlalu merepotkan mereka.
Tapi seakan menyimpan bola sepak yang sebenarnya adalah bom waktu, Melinda tak tahu bahwa sejak seminggu kedatangan Kiki ke rumahnya, Kiki mulai menaruh ketertarikan seksual terhadap Martin, suaminya sendiri, yang sekarang berstatus kakak ipar Kiki.
Alasannya? Alasannya karena wajah dan fisik juga tindak tanduk Martin yang mirip dengan seorang idola yang Kiki sukai sejak SMP. Karena Kiki masih remaja, jadi dia sering penasaran dengan semuanya.
Memangnya kucing mana yang tak akan tertarik jika disuguhi ikan? Sayangnya, Martin adalah kakak ipar Kiki, terlebih keduanya sama-sama laki-laki, jadi sambil menahan diri, Kiki cuma mengagumi Martin dalam diam karena dia masih cukup tahu diri untuk tidak menghancurkan hubungan adik ipar - kakak ipar diantara mereka.
Itu sebelum Kiki sadar bahwa diam-diam-diam, ternyata Martin juga melihatnya dan menaruh ketertarikan terhadap remaja itu. Selama seminggu pertama Kiki tinggal di rumah sepasang suami-isteri itu, baik Kiki dan Martin perlahan-lahan memberikan lampu hijau bahwa mereka saling tertarik satu sama lain.
Hingga akhirnya Kiki menjadi simpenan Martin.
Waktu itu adalah malam yang cukup ribut karena hujan mengguyur bersamaan dengan petir yang menggelegar serta angin ribut yang amat kencang. Martin dan Melinda menghabiskan waktu yang sangat panas sebagai suami-istri di kamar mereka.
Sayangnya seseorang tahu apa yang sedang mereka lakukan dan tanpa punya hak, Kiki cemburu.
Diam-diam Kiki mengendap-endap di depan kamar Melinda dan Martin, dia mengintip kegiatan rutin suami-isteri itu yang biasa mereka lakukan setiap malam. Konyolnya, mereka lupa bahwa di rumah itu sekarang ada Kiki yang ikut tinggal bersama mereka.
Kiki membuka pintu itu sedikit dan mengintip kegiatan mereka. Seketika, seluruh tubuh Kiki panas-dingin ketika melihat kedua orang itu tak menggenakan baju di atas ranjang, terlebih dengan penis besarnya yang membuat mata Kiki seketika melotot itu; Martin sedang menyetubuhi Melinda. Laki-laki itu menindih kakak Kiki dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kedua kaki Melinda yang melingkar di pinggang Martin.
Kedua tangan Melinda terlentang pasrah dengan dipegangi oleh Martin. Sambil mencium istrinya, Martin terus menggenjot vagina Melinda yang terasa semakin panas dan begitu kuat menjepit penisnya.
Kaki Kiki bergetar ketika mendengar erangan Martin yang terdengar begitu gagah ditelinga Kiki sampai membuat lututnya lemas. Kiki masih melihatnya, kini Martin mempercepat gerakannya sambil menciumi leher Melinda yang sedang mendesah kan nama suaminya itu.
Beberapa saat kemudian, Kiki melihat Martin mencabut penisnya dari vagina Melinda. Seketika Kiki merinding melihat ukuran penis Martin. Remaja itu semakin berkeringat dingin.
Sesuatu di balik celananya semakin mengeras dan terasa sakit, Kiki memasukkan tangan kanannya ke dalam celananya, di balik celana dalamnya. Sambil mengelus-elus penisnya sendiri, Kiki terus menyaksikan bagaimana Martin menyetubuhi Melinda, sambil membayangkan bahwa yang ada di bawah kugkungan Martin sambil telentang pasrah itu adalah dirinya sendiri.
Kiki ....
Dengan libido yang semakin naik tiap kali membayangkan dirinya lah yang sedang disetubuhi Martin, Kiki membuka celananya dan menurunkannya sampai sebatas lutut. Dia memegang penisnya yang ukurannya tak sebanding dengan milik Martin itu. Lalu mulai mengurutnya, dia memejamkan matanya, membayangkan bahwa tangan-tangan Martin yang sedang memegang penisnya.
Ketika Kiki membuka matanya, keringat menetes diwajahnya, kini Melinda sedang menungging, sambil kedua tangannya diborgol dari belakang dengan satu tangan Martin, sementara tangan kirinya mencekik leher Melinda. Martin menyodok anus Melinda dari belakang. Sekilas terlihat seperti seseorang yang sedang menunggangi kuda.
"Aaah~"
Kiki udah gak tahan lagi. Dengan nekat dia duduk di lantai dan sambil membuka kakinya selebar mungkin, Kiki memasukkan kedua jarinya ke dalam anusnya. Tapi itu tidak cukup, rasanya sangat sakit dan sulit. Sepasang mata Kiki masih menyaksikan bagaimana kini Martin sedang menyetubuhi Melinda. Jadi dia inisiatif untuk membasahi jari-jarinya dengan ludah, dan sambil membayangkan bahwa jari-jarinya itu adalah penis Martin, Kiki mulai menjamah anusnya sendiri yang terasa gatal sejak beberapa saat lalu.
Kiki mengigit bibir bawahnya sendiri agar tak mendesah, dia tak ingin ketahuan oleh orang yang disukainya bahwa dia adalah seseorang dengan pikiran cabul. Tapi Kiki juga tak bisa menampik bahwa dia begitu mendamba ingin merasakan disodomi oleh Martin, Kiki ingin merasakan bagaimana penis Martin memperkosanya sepuas laki-laki itu, Kiki benar-benar sangat ingin merasakan penis Martin yang gagah berlumuran sperma itu berada di dalam mulutnya. Meremehkannya dan merasa menang setelah berhasil menundukkan Kiki dan merebut keperjakaannya.
Sambil membayangkan hal-hal cabul seperti itu, Kiki menambahkan satu jarinya lagi di dalam anusnya yang sudah mulai sangat becek, dia menambah kecepatan sodokan tangannya sambil sesekali menggerak-gerakkan pantat dengan gerakan menguleni. Rasanya sangat nikmat, meski pun mungkin akan lebih terasa nikmat jika penis Martin berada di dalam anusnya yang sudah seperti jalang ini-
"Kiki? Kamu lagi ngapain?"
Kiki membuka matanya lebar begitu mendengar suara Martin tepat di depan wajahnya. Kiki merasa sangat malu udah ketahuan basah begini, sialnya lidah Kiki kelu, kakinya tak mau turun dan masih saja terus mengangkang seperti ini.
Martin yang kini masih telanjang bulat memperhatikan tangan Kiki yang masuk ke dalam anusnya sendiri, terlihat cairan bening disekitar pergelangan tangan dan bokong remaja itu.
"Mas dengar, Kiki nyebut-nyebut nama Mas dari tadi sambil begituan."
Kiki gak tahu mau alasan apa, belum lagi tatapan matanya malah gak mau lepas dari penis Martin yang masih berdiri melengkungkan ke atas seperti pisang, dan Martin sadar, bahwa sejak tadi Kiki terus memperhatikan kejantanannya.
Martin berjongkok. "Kamu lagi nyebayangin diperkosa sama Mas sambil nontonin Mas seks sama Mbak mu, ya?"
Kiki menelan salivanya gugup. Karena udah ketangkap basah, akhirnya Kiki cuma bilang, "Ma-maaf Mas Martin aku-"
Tapi belum selesai kata-katanya, mulut Martin lebih dulu membungkam mulut Kiki dengan ciuman.
Kiki tahu ini adalah ciuman penuh nafsu, karena sudah sejak lama, dia begitu menginginkan dijamah oleh Martin. Jadi Kiki menyambut hangat ciuman Martin untuknya dan remaja itu sungguh kecewa tatkala Martin melepaskan ciuman mereka, dia lalu menampar pelan penisnya sendiri sambil tersenyum lebar.
"Kamu loh yang godain aku duluan dengan pose cabul kayak gini, jadi jangan marah kalau kontolku ini akhirnya mengobrak-abrik anusmu, Ki."
Kiki merinding mendengar kata-kata Martin, tapi disaat bersamaan, dia justru menyambut niat Martin dengan binar senang dimatanya. Seperti fantasi liarnya akan segera menjadi kenyataan sekarang.
"Mas Martin mau ngeseks sama aku?" Jantung Kiki berdebar-debar.
"Umur kamu berapa?"
"17 tahun."
Martin mengelus penis Kiki. "Masih muda banget, ya, kamu. Kok bisa sih udah secabul ini."
Martin mencabut tangan Kiki dari anusnya, dia mencium tangan yang berlumuran lendir itu lalu menjilatinya dengan penuh kenikmatan.
"Kiki udah pernah seks?" Martin membantu Kiki melepaskan seluruh pakaiannya.
Kiki menggeleng. "Belum pernah, Mas."
"Jadi, Mas bakalan jadi yang pertama buat kamu, dong."
Martin begitu menikmati tatapan polos sekaligus penasaran dari raut wajah Kiki. Tubuhnya yang lebih kecil darinya seakan memberi akses Martin yang sebesar-besarnya untuk mendominasi makhluk di depannya itu.
"Mbak Mel-"
"Melinda udah tidur," kata Martin lebih dulu, "main satu-dua ronde aja dia juga udah tepar." Terdapat intonasi kecewa dibalik kata-katanya.
Batin Kiki, apakah Martin kurang puas dengan permainan kakaknya?
Kiki agaknya terkejut ketika Martin secara tiba-tiba memeluk tubuhnya yang kini juga telah telanjang bulat. Sensasi kedua kulit mereka yang bertemu dan bergesekan benar-benar membuat Kiki merinding sekaligus berdesir.
"Jadi kamu bakal gantiin mbak mu buat ngepuasin Mas, ya, Ki."
"Mas aku-"
Belum selesai Kiki berdamai dengan keterkejutannya, Martin langsung meraup bibir remaja itu dengan kasar seperti seseorang yang kelaparan. Kedua tangan Martin memegang kepala Kiki, remaja itu dibuat mabuk dengan ciuman pertamanya dengan Martin yang seakan membuat tubuhnya melayang.
Kiki memposisikan kedua tangannya untuk merangkul leher Martin yang lebih tinggi darinya. Tanpa peduli bahwa mereka berdua masih di depan pintu kamar yang terbuka di mana Melinda sewaktu-waktu dapat melihat perbuatan terlarang mereka berdua, Martin mengangkat sebelah kaki Kiki agar bertumpu di dadanya. Lalu dia segera menelusup kan penisnya masuk tanpa melakukan pemanasan.
"Aaahkhh!"
Kiki hampir menjerit kesakitan. Dia tak menyangka bahwa jika diterobos paksa tanpa pelumas seperti ini, penis Martin yang memang besar itu akan terasa lebih menyakitkan. Tubuhnya rasanya seperti dibelah jadi dua dengan paksa, belum lagi rasa perih dan sakit yang secara bersamaan menerjang bokong Kiki.
"Mas sakit Mas sshh ahh."
Sambil memeluk Martin erat untuk menyalurkan rasa sakitnya ke tempat lain, Martin justru menikmati kesakitan Kiki yang kini mulai mendesah menikmati sentuhannya.
"Sshh, Mas bakalan pelan-pelan. Kiki yang sabar, ya." Martin mengangkat tubuh Kiki, dia memperdalam penisnya yang telah melesak masuk ke dalam anus Kiki yang terasa begitu sempit sampai awalnya kepala penisnya kesulitan untuk masuk.
Martin mengendong Kiki dengan posisi badan Kiki menghadap ke dadanya, Kiki yang tak mau terjatuh segera merangkul leher Martin dengan erat. Sementara kedua kakinya Martin diangkat lebar-lebar oleh pria itu.
"Mas, sakit," keluh Kiki.
Martin mencium bibirnya sekilas. "Tapi enak, kan?"
Martin mulai menyodomi Kiki. Awalnya pelan-pelan, tapi lama-lama gerakannya jadi semakin cepat sampai tubuh Kiki yang sedang digendongnya terhentak-hentak.
Kiki memalingkan wajahnya malu. Dengan malu-malu, dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hmm, rasanya hangat dan enak." Kiki tentu saja dia sangat menyukai perlakuan Martin terhadapnya ini, dia sudah sangat lama menantikan saat-saat seperti ini. "Lubangku suka disodok sama kontolnya Mas Martin kayak gini."
Martin tertawa sebelum akhirnya dia makin mempercepat sodokannya sambil meraup bibir tipis Kiki.
Kiki semakin memeluk Martin erat, kedua kakinya dia lingkarkan di pinggang Martin. Ketika sesuatu yang terasa asing dan aneh itu perlahan-lahan menarik seluruh otot-ototnya dan menjadi tenang, Kiki membusungkan dadanya sambil mendesah panjang.
Lalu perutnya seperti ditetesi sesuatu yang terasa hangat dan lengket, tapi itu belum apa-apa ketika di dalam anusnya, sperma Martin menyembur banyak sekali di dalam anus Kiki bahkan sampai membeludak keluar padahal dia belum mencabut kejantanannya itu.
Waktu itu, untuk pertama kalinya, Kiki merasakan kenikmatan duniawi yang orang-orang sebut sebagai seks, dan dia melakukannya pertama kali bersama laki-laki yang disukainya. Martin.
Sungguh, bukan cuma anusnya yang terasa sangat sesak gara-gara penis Martin. Tapi juga perutnya yang terasa dipenuhi kupu-kupu yang sangat banyak sampai Kiki terasa tergelitik, rasa geli yang ingin terus Kiki rasakan terus-menerus.
Martin pun sebenarnya belum pernah berpacaran dengan laki-laki, tapi bukan berarti dia tak pernah menonton film porno gay sambil mengocok penisnya sendiri.
Ini adalah malam pertamanya coba-coba menggagahi seorang pria, dan Martin rasa dia cukup puas, atau bahkan sangat puas? Gerakan Kiki yang polos membuatnya merasa sangat mendominasi permainan seks mereka hingga Martin merasa dia sedang di atas awan.
***
"Mas Martin ahh ah aku mau keluar ahh ahh!"
Martin kembali ke kenyataan setelah kelebatan singkat setahun lalu bagaimana dia dan Kiki memulai hubungan terlarang diantara mereka ini, tiba-tiba terlintas begitu saja ketika melihat Kiki kini sedang menggelinjang di bawah tubuhnya. Itu sama seperti dulu.
Martin memperhatikan dengan tatapan penuh nafsu bagaimana indahnya tubuh telanjang Kiki yang mengkilap akibat keringat dan dipenuhi cairan putih sperma itu menggeliat-liat di bawah kungkungannya, dengan kejantanan panjang Martin ya dijepit erat oleh anus Kiki yang tiap kali orgasme selalu semakin mengetat dan dipenuhi lendir.
Kedua tangan Kiki tak bisa bergerak bebas lantaran Martin menggenggam kedua tangan Kiki dengan satu tangannya dan diletakkannya tangan itu di atas kepala remaja tersebut.
Tatkala ranjang berseprei putih itu semakin berderit-derit akibat guncangan yang berasal dari sepasang anak Adam yang tengah bersenggama, dinding kamar Kiki terpaksa memperdengarkan desahan Kiki dan lolongan Martin yang seakan tiada habisnya tiap kali ejakulasi.
"Kikiiii~~ ah ahh kamu sempit banget sih, Ki." Bokong Martin masih terus menyodomi Kiki, tak peduli bahwa anus Kiki telah penuh dengan sperma miliknya. "Sempiiiit banget ahh sampai Mas ketagihan nyodok kamu ah ah, jangan salahin Mas kalau kamu sampai hamil anak Mas, ya, ahh ah."
Saking panasnya kegiatan seks mereka, Kiki bahkan sampai menangis gara-gara tubuhnya mulai terasa remuk, terutama area bohongnya, tapi tak munafik kalau remaja itu masih ingin terus disetubuhi oleh Martin seperti ini.
"Mas Martin ahh, ahh Maaasssh ah."
Kiki melihat ke bawah selangkangannya bagaimana penis Martin keluar-masuk menggagahinya hingga perut datar Kiki timbul-masuk gara-gara penis Martin menyodomi anusnya sangat dalam.
Martin meraup bibir Kiki, menciumnya. Kiki menerima ciuman itu dengan kaki yang terus mengangkang tak peduli bahwa kakinya mulai pegal-pegal terus berada diposisi itu.
"Kiki makasih ya udah mau Mas setubuhi," bisik Martin disela-sela ciuman mereka dengan masih terus menyodok anus Kiki.
Kiki membusungkan dadanya ketika dia mulai ejakulasi lagi entah sudah yang beberapa kali.
"Sssttt, jangan nangis, kan ada Mas di sini." Martin mengusap air mata Kiki dengan jempolnya. "Mas, bakalan selalu meluk Kiki kayak gini-"
Tiba-tiba telepon Martin berdering, Martin awalnya mengabaikannya dan fokus mencari kenikmatannya sendiri di dalam anus Kiki. Tapi telepon itu kembali berdering, dengan terpaksa, dengan masih menancapkan penisnya didubur Kiki, Martin mengangkat telepon yang ternyata dari Melinda tersebut.
"Ekhem, halo Sayang? Ada apa?" Dia mendekatkan layar ponselnya ke telinga.
~ "Kok, ada apa, sih? Katanya Mas kalau aku udah senggang, aku kamu suruh nelepon. Ya ini aku lagi makan siang." ~
Martin merasakan spermanya ada diujung kepala penisnya. "Oh, iya, aku lupa ahhh-maaf ya, aku dari tadi sibuk banget sampai lupa sama kamu."
Kiki membekap mulutnya sendiri dengan satu tangannya, sementara satu tangannya yang lain bergandengan erat dengan tangan Martin yang bebas dari telepon.
"Kamu lagi makan apa?"
Martin menggenggam tangan Kiki erat ketika penisnya menyemburkan sperma, sesaat tubuhnya menegang dan bergetar merasakan sensasi kenikmatan itu. Dia tetap mati-matian menahan lolongannya yang sejak tadi menggelegar gagah setiap kali berhasil orgasme, tapi kini Martin tak mungkin melakukannya sambil menelepon istrinya.
Setelah semua spermanya masuk ke dalam anus Kiki, Martin mencabut penisnya, seketika anus Kiki menyemburkan sperma milik Martin yang sangat banyak hingga membuat tubuh Kiki menggelinjang keenakan.
Sambil masih menempelkan telepon itu ditelinganya dan mendengarkan sang istri bercerita tentang kejadian pagi ini di butik, Martin memeluk tubuh berkeringat Kiki dan mencium bibir remaja itu singkat setelah persetubuhan panjang yang mereka lakukan.
Kiki tertidur kelelahan, disusul oleh Martin yang berkata seperti ini pada istrinya, "Yang aku capek, aku matiin telepon kamu, ya."
Lalu kedua anak Adam itu terlelap sambil berpelukan tanpa pakaian, sampai matahari hampir tenggelam.
238Please respect copyright.PENANAYhrC2nUVGk
238Please respect copyright.PENANA83Np0GTond
238Please respect copyright.PENANAiKzwsMcyNy
238Please respect copyright.PENANARZZGjPYYJB
238Please respect copyright.PENANAERcTHGvXjS
238Please respect copyright.PENANAtJcTDTHTLe
238Please respect copyright.PENANAIhROwRyvnj
238Please respect copyright.PENANA1svoAWjUh6
238Please respect copyright.PENANAHE80RI8tFI
238Please respect copyright.PENANAUtaYu7KrLL
238Please respect copyright.PENANAdj01e8sArm
238Please respect copyright.PENANAK2zVhGKgfy
238Please respect copyright.PENANAccugLJMCWn
238Please respect copyright.PENANAcJHXsYffdt
238Please respect copyright.PENANAwO9Co6cYOt
238Please respect copyright.PENANAxqFmBKbenP
238Please respect copyright.PENANAzamuMtkQmD
238Please respect copyright.PENANAyH7lb57xxe
238Please respect copyright.PENANAl0CA6v7Q8I
238Please respect copyright.PENANAFGmK6ufjf8
238Please respect copyright.PENANABUwduqPGU9
238Please respect copyright.PENANA0emWvHCEs4
238Please respect copyright.PENANAhBffRRne3C
238Please respect copyright.PENANA9stEDx4VIY
238Please respect copyright.PENANABB0iHeA60e
238Please respect copyright.PENANALQMgqldNP2
238Please respect copyright.PENANAKFNksttx9B
238Please respect copyright.PENANA0kXUnBVqU1
238Please respect copyright.PENANAZjYzSH2ndh
238Please respect copyright.PENANAMgwRaq2QMY
238Please respect copyright.PENANAVxtmcLlxKr
238Please respect copyright.PENANA0wb4bvlwS7
238Please respect copyright.PENANA7L4h1YUTyF
238Please respect copyright.PENANAfekubSBL1G
238Please respect copyright.PENANAy438j9J3rR
238Please respect copyright.PENANAxn7Z4ksHiO
238Please respect copyright.PENANAKkPnfQ7Ks0
238Please respect copyright.PENANAMwL8MeQElp
238Please respect copyright.PENANA5ieDfigKwX
238Please respect copyright.PENANAFhH8yYQ6OM
238Please respect copyright.PENANAnR05x2Ms03
238Please respect copyright.PENANAVZoQNjsSTJ
238Please respect copyright.PENANA5p6cbAkXYe
238Please respect copyright.PENANAoDpuM5SyIG
238Please respect copyright.PENANAzta01ZZZXU
238Please respect copyright.PENANAcs0dfB30TL
238Please respect copyright.PENANAsTIwEkb56i
238Please respect copyright.PENANA9Sqh6Mdg0r
238Please respect copyright.PENANABORjm4webq
238Please respect copyright.PENANAqnIabrSLtP
238Please respect copyright.PENANAduFbUF47Z3
238Please respect copyright.PENANAyR1MRhtqqF
238Please respect copyright.PENANAR2I2dVkh7s
238Please respect copyright.PENANAFrZn7FNc5C
238Please respect copyright.PENANASxcglVIpxw
238Please respect copyright.PENANAxOuwSYeru7
238Please respect copyright.PENANAHdZqMSyB9x
238Please respect copyright.PENANAHIavwTTnQe
238Please respect copyright.PENANAUL2JpCKYUL
238Please respect copyright.PENANAiOP4snVDqf
238Please respect copyright.PENANACfdErwANYc
238Please respect copyright.PENANAoN8cX40xUQ
238Please respect copyright.PENANACZQkTrIOCU
238Please respect copyright.PENANADoyu6gukIG
238Please respect copyright.PENANAuFIxQKf2Oq
238Please respect copyright.PENANAMKLoowne3l
238Please respect copyright.PENANAnTuSmIj50B
238Please respect copyright.PENANAaNbMXS2REB
238Please respect copyright.PENANAjzSmit79sM
238Please respect copyright.PENANARmNu6azDPR
238Please respect copyright.PENANAtpDaFdZu3H
238Please respect copyright.PENANAXKDjNC2gkl
238Please respect copyright.PENANAXVp5jzLYs5
238Please respect copyright.PENANAsZSO6MFt4H
238Please respect copyright.PENANAZ6X7VxNfO7
238Please respect copyright.PENANAQlkG5E4HNQ
238Please respect copyright.PENANAZq4IU2ZNdj
238Please respect copyright.PENANA2v6mk2wtDo
238Please respect copyright.PENANAd9WWZPXWdb
238Please respect copyright.PENANAGJ9p3XeX5Y
238Please respect copyright.PENANAgPhSEJsi7z
238Please respect copyright.PENANAenBcp0SPVo
238Please respect copyright.PENANA6GJlFuGtYx
238Please respect copyright.PENANA63dn7TpNmk
238Please respect copyright.PENANAv23KNoKxiY
238Please respect copyright.PENANApZhVfWrjWc
238Please respect copyright.PENANA8pbX4aum0I
238Please respect copyright.PENANACwz9JFJPkL
238Please respect copyright.PENANADolkZbdWAe
238Please respect copyright.PENANAnMLI9jjnID
238Please respect copyright.PENANAC1HUvOZ4Mi
238Please respect copyright.PENANARkCysEpa6s
238Please respect copyright.PENANAW1zbSa3mUK
238Please respect copyright.PENANAuYePhD9Emv
238Please respect copyright.PENANAU0Sbu0WmQD
238Please respect copyright.PENANAMJttaQ07wq
238Please respect copyright.PENANAoQGYG749bp
238Please respect copyright.PENANANvZUCbBImS
238Please respect copyright.PENANA2Ad05taUN2
238Please respect copyright.PENANA2UKkFb0FJb
238Please respect copyright.PENANAKF8sBZm0bR
238Please respect copyright.PENANANiFVlECVi8
238Please respect copyright.PENANAARRM1WpUnN
238Please respect copyright.PENANAFkANyARVd4
238Please respect copyright.PENANAyEYtxny5mN
238Please respect copyright.PENANAoukODjoZF8
238Please respect copyright.PENANADZRWUxIxOP
238Please respect copyright.PENANAGbYTe3gjaQ
238Please respect copyright.PENANAr3DIT5UUSN
238Please respect copyright.PENANAPZ3deq0hg2
238Please respect copyright.PENANAIHJsZGVFyA
238Please respect copyright.PENANAFnmULCbkYC
238Please respect copyright.PENANASsd38FNS4E
238Please respect copyright.PENANAXnK1AIiFiT
238Please respect copyright.PENANAeFE1Ox8uOr
238Please respect copyright.PENANAX4OIkojL87
238Please respect copyright.PENANAdJGJ4l6Q7e
238Please respect copyright.PENANAjamTeBq3mR
238Please respect copyright.PENANA262OQzmDYG
238Please respect copyright.PENANAUZVkd33xVb
238Please respect copyright.PENANA3NSab22vso
238Please respect copyright.PENANAW3Vvt2Buzj
238Please respect copyright.PENANAnJDi80vsDX
238Please respect copyright.PENANArTsTOQnArO
238Please respect copyright.PENANAeWmcXHdmXN
238Please respect copyright.PENANAvRMkALqpxf
238Please respect copyright.PENANA9MsfcBbajr
238Please respect copyright.PENANAjEwKk5ZhMd
238Please respect copyright.PENANAPDqRjYbgK5
238Please respect copyright.PENANAsW2dppj1nB
238Please respect copyright.PENANArXQYWsXz5h
238Please respect copyright.PENANAkCzbvNBdwv
238Please respect copyright.PENANA3r3uYhIgyb
238Please respect copyright.PENANAcHiTHKJZPZ
238Please respect copyright.PENANAqR4zR9LTt1
238Please respect copyright.PENANA403DWBggdd
238Please respect copyright.PENANAZiFkWUfxBB
238Please respect copyright.PENANAa1P5HDOd9H
238Please respect copyright.PENANACw3akIuUJr
238Please respect copyright.PENANA7nD2MJM9hb
238Please respect copyright.PENANAxws7cOrfpa
238Please respect copyright.PENANAwEjn4CO8fs
238Please respect copyright.PENANA1mXsPTa96V
238Please respect copyright.PENANAmRER05PhEd
238Please respect copyright.PENANAflJudaosN2
238Please respect copyright.PENANAYfVsBg8GwB
238Please respect copyright.PENANAGsCYbuLNAZ
238Please respect copyright.PENANAFTSbpxIVR6
238Please respect copyright.PENANAeOEskq8DoI
238Please respect copyright.PENANAAMRdL2k0Fg
238Please respect copyright.PENANApykUfhQsIr
238Please respect copyright.PENANAfdk2unBSQ0
238Please respect copyright.PENANAZ02jQDakWJ
238Please respect copyright.PENANA8b0WCHM4ba
238Please respect copyright.PENANAN92yFpR7wn
238Please respect copyright.PENANANMctrrSWrn
238Please respect copyright.PENANAGzXEurHVoX
238Please respect copyright.PENANAOuCpTFzJ1f
238Please respect copyright.PENANAYhfjyarElF
238Please respect copyright.PENANANg7H5R3FOO
238Please respect copyright.PENANA2DqHE6o4Wb
238Please respect copyright.PENANAHfhJxuFHWg
238Please respect copyright.PENANAm5G4CccaMu
238Please respect copyright.PENANAB5jlboNTiV
238Please respect copyright.PENANAhaUbJjznu5
238Please respect copyright.PENANAmgxl2DbXPd
238Please respect copyright.PENANAbeq06r0sPj
238Please respect copyright.PENANATzFUZx6y3D
238Please respect copyright.PENANARqqCxDzPof
238Please respect copyright.PENANAuvrCP7S6nk
238Please respect copyright.PENANAt6QDegVR4Z
238Please respect copyright.PENANAbfTnKQErr6
238Please respect copyright.PENANAyoh93FWZXE
238Please respect copyright.PENANAUNdx3yCdKY
238Please respect copyright.PENANA3r36vMPB59
238Please respect copyright.PENANAfDcFFLOaLl
238Please respect copyright.PENANA51Yle6qtwl
238Please respect copyright.PENANA4trR5ZOzlE
238Please respect copyright.PENANABH8fleMZEt
238Please respect copyright.PENANAEEwUnLdUmE
238Please respect copyright.PENANAIqhsQHVj4M
238Please respect copyright.PENANAM5R4ZmtmDp
238Please respect copyright.PENANAqvDX1jJE5p
238Please respect copyright.PENANALuTTndxTHN
238Please respect copyright.PENANAkJGRe3XZ6V
238Please respect copyright.PENANAEHpcXKtBR1
238Please respect copyright.PENANAepocPMBnXI
238Please respect copyright.PENANAFvTQlFLvW7
238Please respect copyright.PENANAfFtjbMqQ4w
238Please respect copyright.PENANAoCvoFg8QjM
238Please respect copyright.PENANAZ1gn62nfJ1
238Please respect copyright.PENANAi8aVx3Edme
238Please respect copyright.PENANADrJElvainO
238Please respect copyright.PENANA3B4YYin5Zf
238Please respect copyright.PENANAN6grKVxCix
238Please respect copyright.PENANA5aE3zSHYXe
238Please respect copyright.PENANAiYOmnLjVZv
238Please respect copyright.PENANA4eQCC1Hkw4
238Please respect copyright.PENANATPTCUYLDVC
238Please respect copyright.PENANAa0PLrx6H70
238Please respect copyright.PENANAhdRQ0wx7e7
238Please respect copyright.PENANAHW827LLyYp
238Please respect copyright.PENANAjoAkITv7Mb
238Please respect copyright.PENANABlseElCYN0
238Please respect copyright.PENANADYxt3FzXJT
238Please respect copyright.PENANA1CUs318von
238Please respect copyright.PENANAMgRXIestMw
238Please respect copyright.PENANA7bU96jfexX
238Please respect copyright.PENANADWbYkhkU1d
238Please respect copyright.PENANAOabcnu4p8W
238Please respect copyright.PENANAtS2yVtNAVw
238Please respect copyright.PENANAs0joFH4E0c
238Please respect copyright.PENANAMtrvjNOUay
238Please respect copyright.PENANAmqk2MDvYxi
238Please respect copyright.PENANAF0p5KvAtwf
238Please respect copyright.PENANAuBCHGxrWW7
238Please respect copyright.PENANAAMulposfE4
238Please respect copyright.PENANAuUCfdu0N9B
238Please respect copyright.PENANAluNUFJsWzO
238Please respect copyright.PENANAJOWaic0N09
238Please respect copyright.PENANAqD1RBHzdRK
238Please respect copyright.PENANACvkPoQWeY7
238Please respect copyright.PENANAoI7ta33KKO
238Please respect copyright.PENANARjWlj670JH
238Please respect copyright.PENANAe4FULvzxyg
238Please respect copyright.PENANAovfAWExUsC
TAMAT!
ns18.218.241.211da2