
Hidup memang seperti permainan dadu, tak pernah tahu angka apa yang akan muncul.
Namaku Nurul Fitriyani, 28 tahun,
163Please respect copyright.PENANAjV2IMEEU3C
dengan rambut panjang bergelombang yang sering kuikat asal-asalan di rumah, tapi selalu terlihat menggoda saat kulepas di depan cermin. Tubuhku ramping dengan lekuk pinggang yang kerap membuat orang menoleh, dan kulit sawo matangku terasa hangat di bawah sinar matahari.
Mataku yang sedikit sipit dibilang memikat, apalagi saat tersenyum katanya ada aura yang sulit dilupakan. Tapi, di balik penampilan yang sering dipuji, hidupku belakangan ini lebih tentang menahan beban daripada menikmati sanjungan.
Sudah lima tahun aku menikah dengan Basuki, tapi kami belum dikaruniai anak. Usiaku yang mendekati kepala tiga membuatku semakin panik. Basuki, suamiku, tak pernah terang-terangan mengeluh, tapi sorot matanya saat melihat anak-anak kecil di taman atau nada pelannya saat bicara soal masa depan bicara lebih keras dari kata-kata. Aku tahu dia mendambakan keturunan, meski dia berusaha menyembunyikannya.
Sampai suatu malam, dia blak-blakan. Basuki ingin menikahi wanita lain demi memiliki anak.
Dunia serasa ambruk. Aku tak bisa menerima dimadu, harga diriku tak mengizinkan. Dengan hati remuk, aku memilih berpisah.
Perceraian itu seperti mencabut bagian dari diriku, tapi aku tahu itu jalan terbaik untuk kami berdua.
Kini, hampir dua tahun aku hidup sendiri. Rumah yang dulu penuh tawa kini sepi, hanya ditemani suara televisi atau derit pintu yang terbuka karena angin.
Adikku, Lasmini,
163Please respect copyright.PENANAEtoZWH9nn1
163Please respect copyright.PENANAmppeWelkMX
sering mampir kadang sendirian, kadang dengan Herman, suaminya, atau bersama Andi dan Lia, anak-anak mereka yang lincah.
Andi, tujuh tahun, suka cerita soal superhero, sementara Lia, empat tahun, selalu minta dipangku dan main dengan rambutku.
Kehadiran mereka seperti angin segar, menepis kesepianku meski cuma sementara.Tapi kesepian itu tetap datang, terutama malam hari. Sebagai wanita yang pernah menikah, aku merindukan kehangatan, sentuhan, atau suara seseorang yang memanggilku dengan kasih.
Aku coba mengalihkan perhatian dengan kerja, baca novel di “ VICTIE “ karya Author. “ YhuenTinta” atau scrolling media sosial, tapi lubang di hati ini sulit tertutup. Saat bercermin, aku bertanya apa aku masih layak dicintai? Rambut panjangku, pinggang ramping, dan senyum yang katanya memikat apa itu cukup untuk memulai lagi?
Lasmini dengan insting adik yang peka, menawarkan solusi.
“Kak, pindah aja ke dekat rumah kami. Rumah sebelah mau dijual. Kakak bisa jaga Andi dan Lia kalau aku sama mas Herman keluar, sekalian nggak kesepian.”
Matanya penuh harap, dan aku tahu dia tulus. Aku memikirkan usulnya berhari-hari.
Rumahku sekarang penuh kenangan dengan Mantan Suamjku setiap sudut mengingatkanku pada tawa, pertengkaran kecil, dan malam-malam yang kini tinggal bayang.
Aku ingin menjualnya, tapi Lasmini dan Herman menolak.
“Jangan dijual, Kak. Kontrakkan aja. Biar rumah itu tetap milik Kakak,” kata Herman, selalu penuh perhitungan. Mereka bahkan menawarkan membeli rumah sebelah sebagai investasi, sekaligus tempatku tinggal.
Aku setuju. Pindah ke rumah baru terasa seperti napas baru. Rumah itu kecil tapi nyaman, dengan halaman penuh bunga liar yang entah kenapa tumbuh subur.
Setiap pagi, aku dengar tawa Herman dan Lia dari rumah sebelah, atau aroma kopi Lasmini yang mengajakku ngobrol di teras. Hidupku mulai punya ritme baru, meski kesepian kadang masih menyelinap.
Di lingkungan baru, aku mulai memperhatikan hal-hal kecil. Tetangga seberang, Arga, selalu menyapa dengan senyum lebar. Dia seusia denganku, tinggi tegap, dengan rambut acak-acakan yang terlihat menarik. Dia suka joging pagi, dan entah kebetulan atau tidak, rutenya selalu lewat depanku.
“Pagi, Nurul! Semangat!”
katanya ceria, dan aku cuma balas senyum, berharap dia tak lihat pipiku memerah.Lasmini, yang jeli, mulai menggoda.
“Kak, si Arga kayaknya suka ngeliatin Kakak. Coba kasih sinyal, siapa tahu jodoh!”
Aku tertawa, pura-pura tak acuh, tapi dalam hati aku bertanya-tanya. Apa aku bisa membuka hati lagi? Setelah semua dengan Basuki, aku tak yakin. Tapi tatapan Arga hangat, tulus, sedikit usil membuatku merasa hidup.
163Please respect copyright.PENANAa1fqwaPh62
Jangan Lupa Follow Ya Sahabat
ns216.73.216.143da2