412Please respect copyright.PENANACOZwyrdzuU
412Please respect copyright.PENANAddnbhuwRji
Sore hari, ketika waktu hampir gelap Nora pulang yang paling awal. Lanjut disusul Seema dan Gea, Theon, dan terakhir Genio. Semuanya merasa lelah. Ini, hari kedua mereka berkerja selain mencari jamur. Apalagi ibunya tak bisa pergi bekerja.
Genio sempat mengajak saudaranya kembali mencari jamur yang dijaga para troll itu dan dijual keluar desa. Namun, Seema menolak dan diikuti yang lainnya.
"Kita berhenti saja, lagian penduduk desa mulai enggan mengonsumsi jamur. Terlebih yang dari hutan." Kata seema waktu itu yang diangguki setuju oleh Gea, Theon dan Nora. Sedangkan Genio hanya mendesah pelan.
"Lelah sekali rasanya aku menjadi pengangkut barang di pasar," keluh Genio sembari meregangkan badannya. Ya, kali ini hanya dia yang mengambil pekerjaan lain. Sebab kemarin, ada domba yang lepas membuat Genio dimarahi oleh ayah temannya. Untung saja domba itu masih bisa ditemukan dan dia tak lagi diizinkan menggembalakan hewan ternaknya lagi. Takut terulang katanya.
"Yang penting, kau bekerja membantu kita," timpal Seema sembari menuangkan air putih untuk Genio.
Theon yang hanya duduk sebentar langsung pamit pergi untuk membersihkan diri. Gea pun sama ia pergi ke kamar orang tuanya. Menengok sang ayah yang tetap terbaring lemah. Kini di ruang makan hanya ada mereka bertiga. Seema, Nora dan Genio.
Tak ingin bermalas-malasan, Seema mengajak Nora untuk membantu menyiapkan makan malam. Lagi-lagi Genio ditinggal sendiri. Dia hanya menatap lurus ke gelas ditangannya dan meminumnya sampai tandas.
"Rasanya aku seperti tak berguna jika di rumah." Meletakan gelas kembali ke tempatnya, lalu terbengong. Sampai tersentak ketika Theon meneriakinya.
"Gen, sialan! Kau apakan baju-bajuku."
****
Matahari menyambut hari baru. Keluarga Jaswan langsung bersiap-siap berangkat kerja. Kali ini Nora menjaga ayahnya. Katanya, Meldina ada pesanan baju yang banyak. Ia harus segera menyelesaikan pekerjaan itu.
Awalnya Genio yang ingin tetap di rumah. Namun, Theon tak menyetujui. Mau bagaimana pun Genio tak akan bisa menjaga dengan benar, yang ada dia malah keasyikan tidur-tiduran.
Setelah sarapan, Seema dan Gea langsung berangkat. Mereka berkerja sebagai pelayan di tempat makan.
"Gen, ayo! Hari ini, kau ikut saja denganku, cepat!" titah Theon yang langsung menarik tangan adiknya. Lagi-lagi Genio mengerjakan pekerjaan yang baru lagi.
Hari ini, benar-benar hari terbaik bagi mereka berempat. Tempat makan Bibi Tila sangat ramai, sampai Seema dan Gea hampir kewalahan, tetapi mereka terus menerbitkan senyum terbaiknya. Begitupun Theon dan Genio, tiba-tiba ada petinggi kota yang memesan seribu kerajinan kayu. Hal yang tak menyangka jika berbarengan mendapatkannya.
Sayangnya untuk hari ini, Meldina merasa cukup kesusahan, sering kali ia melakukan kesalahan.
"Dina, kerjakan ini dengan benar. Kita sedang banyak pesanan, jangan kau kacaukan sehingga aku rugi. Kalau iya, kau bisa pulang lebih awal," ujar bibi El dengan Lembut. Namun, penuh peringatan. Ia datang menghampiri Meldina yang sedang memperbaiki kesalahannya. Itu pun peringatan ke tiga kalinya yang ia dapatkan.
Pikiran Meldina benar-benar kacau ia teringat terus suaminya. Karena jika dilihat-lihat keadaanya semakin buruk meski sudah diberi obat dari tabib. Ia merasa heran juga, dengan jamur yang dimakan Jaswan. Ketika bertanya kepada Sach, dia menjawab bahwa jamur yang dimakan itu berwarna kuning.
"Ibu!"
Di tengah kesibukan orang-orang menjahit baju. Nora tetiba datang dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal itu membuat Meldina tersentak dari lamunanya.
"Ibu! Ayah, itu ayah ...." Napas yang tersenggal membuat Nora kesulitan menjelaskan sesuatu.
"Ada apa, Nora?" Meldina langsung meninggalkan pekerjaan dan menghampiri Nora yang tengah mengatur napasnya.
"Ayah tak bernapas."
Waktu bagaikan terhenti. Meldina gemetaran. Membuat orang-orang di sana pun menghampirinya. Terlebih suara Nora yang cukup keras saat mengatakan hal tersebut.
Kenapa tiba-tiba, apakah aku bermimpi? Itu yang dipikirkan Meldina sekarang. Rasanya kemarin-kemarin baik-baik saja. Mengapa ini menghampirinya.
Dengan derai air mata Meldina segera izin untuk tak melanjutkan bekerja. Ia langsung ke rumah menyuruh Nora memanggil tabib dan ke empat saudaranya.
Bukan suka namanya kalau tidak ada duka yang bersamanya. Kini mereka berempat dihantam kenyataan. Rencana mereka ingin memberi sebuah berita menyenangkan jika akan mendapatkan uang banyak. Namun, Sebuah duka yang sangat tak diduga. Tangisan memenuhi rumah.
Jaswan telah mati.
Tidak ada yang menyangka hal itu terjadi. Mereka berlima benar-benar terkejut dengan berita tentang ayah. Ketika mereka sedang asyik bekerja lagi seperti kemarin.
Kata sang tabib racun dari jamur yang dimakannya tak bisa dihentikan ternyata, menyebar dengan cepat dan meregangkan nyawa.
Prosesi pemakaman pun berlangsung cepat. Jaswan dikuburkan di pemakaman desa setempat.
Berita kematiannya itu juga menyebar dan membuat heboh orang-orang. Terlebih desa ini makanannya dominan jamur.
Rumah kediaman Jaswan pun dikunjungi oleh beberapa orang desa. Namun, namanya juga manusia yang kadang tak pernah peduli atau mengerti keadaan orang lain.
Seseorang tiba-tiba datang dan menunjuk-nunjuk kearah Theon, Genio, Seema, Gea dan Nora. "Lihat! Mereka yang membawa jamur beracun itu."
Ternyata dia adalah pria bertubuh gempal yang menuduh mereka di pasar waktu itu. Ke lima saudara itu tentu saja membela diri.
"Apa? yang benar saja, dasar anak-anak sial!" seru seseorang yang lainnya yang ikut menuduh juga.
Orang-orang pun mulai termakan omongan itu. Manusia tanpa sadar sangan mudah dihasut. Theon hampir melayangkan tangannya untuk memukul mulut orang-orang itu. Namun, Gea yang berada didekatnya segera sadar dan segera menahan aksi yang akan sang kakak lakukan.
"Jangan!" kata Gea pelan dengan menahan kuat-kuat tangan Theon.
"Hei! Anaknya Meldina, kan, tidak tau asal usulnya. Mereka semua hanya anak angkat, lihat! Wajahnya saja berbeda-beda," kata seorang wanita yang seperti melemparkan kayu ke api yang sudah menyala-nyala sehingga api itu semakin membesar.
"Ah, ya, Benar! Kita hampir lupa teentang hal itu."
"Kita tak tau, jikalau ada anak iblis di antara mereka."
"Atau pembawa sial."
"Ya, pembawa sial sayangnya malah menimpa kekeluarga mereka sendiri."
Semua yang di sana saling bersahutan untuk ikut-ikutan. Hal itu pun menarik orang desa yang lewat.
Mereka benar-benar tak mengerti dengan orang-orang yang tetiba menuduh. Membuat Meldina yang sedih menjadi marah dengan perkataan mereka, ia jadi teringat ketika masa-masa penantian menunggu keturunan. Sayangnya takdir berkata lain, ia sama sekali tak mempunyai anak juga hingga hanya mampu mengadopsi ataupun mengangkat anak yang tak sengaja mereka temukan.
"Mereka anakku, darah dagingku. Mengapa kalian begitu tega, aku sedang berduka dan kalian malah menuduh ini dan itu." Meldina berkata dengan nada tinggi dan suaranya yang parau karena terus menangis.
"Pergi! Pergi kalian. Semua ini bukan salah anak-anakku." Ia mendorong satu persatu orang-orang, mengusirnya dengan cukup kasar. Ada rasa kesal juga kepada orang-orang ini.
Meldina langsung menutup pintu dengan kuat sehingga menimbulkan suara keras. Sedangkan, kelima saudara itu hanya berdiri dengan terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Melihat Meldina yang kini terduduk dan menangis lagi.
Lalu mereka menghampiri bersamaan dan memeluk sang ibu. Rasa sedih dan semuanya datang tiba-tiba bersamaan.
.....
412Please respect copyright.PENANAm0TktR1W3V
412Please respect copyright.PENANAuAzHQB7JWk
412Please respect copyright.PENANAV2ybnnM9n6
412Please respect copyright.PENANAOwZ0pL9JlM
412Please respect copyright.PENANAPNvdk3ogHg
412Please respect copyright.PENANAhmKet6h3lq
412Please respect copyright.PENANAAqwlyFlmW2
412Please respect copyright.PENANATaCPlK3Sdm
412Please respect copyright.PENANAalzbCgTnyk
412Please respect copyright.PENANAetQdiKlof7
412Please respect copyright.PENANAOCJIozP1cN
412Please respect copyright.PENANAiymRRSo2Fq
412Please respect copyright.PENANAhvLIDnHmWX
412Please respect copyright.PENANAqFqu0h3AWU
412Please respect copyright.PENANAHao8ugfbyZ
412Please respect copyright.PENANAhc8dih5IB8
412Please respect copyright.PENANAYObcOtIMHG
412Please respect copyright.PENANAEin1RNi2HF
412Please respect copyright.PENANAq97DypgbvM
412Please respect copyright.PENANAilw8uoxcqT
412Please respect copyright.PENANAtCByR13bo3
412Please respect copyright.PENANAi5ZGBr8UHk
412Please respect copyright.PENANA3gQWw76kJn
412Please respect copyright.PENANA6sqGwpV0L1
412Please respect copyright.PENANAQQKq43mQFm
412Please respect copyright.PENANAQDIgmsRBcH
412Please respect copyright.PENANA3g5qCs39j2
412Please respect copyright.PENANANUKyJhFIJl
412Please respect copyright.PENANAgyiFXewwkc
412Please respect copyright.PENANAaLrf1EJC6m
412Please respect copyright.PENANAMnx5SwGloq
412Please respect copyright.PENANA2oQ8iYEfI3
412Please respect copyright.PENANAhLAiHqqt1y
412Please respect copyright.PENANA1UXjGFaHig
412Please respect copyright.PENANA141Lrm5pMt
412Please respect copyright.PENANAv9jwSe4DIE
412Please respect copyright.PENANApmJ6qUkaAp
412Please respect copyright.PENANAEWD77Aa37Y
412Please respect copyright.PENANADLfrypFHZl
412Please respect copyright.PENANAYxVTyrnfVh
412Please respect copyright.PENANA0au7qUMYO3
412Please respect copyright.PENANAwOngZuDArR
412Please respect copyright.PENANAezeEzWyZaq
412Please respect copyright.PENANAGLQ5FhzSpr
412Please respect copyright.PENANA89KDf4D7AZ
412Please respect copyright.PENANAdpmIBuR5JD
412Please respect copyright.PENANAbdj5t1RgXz
412Please respect copyright.PENANAQVBUOpTdzl
412Please respect copyright.PENANAXdoEQfT6uu
412Please respect copyright.PENANAmjv0HVAokw
*****412Please respect copyright.PENANAUyCB6kHFWh
412Please respect copyright.PENANAp7aiXjh3jT