Suparjo atau yang akrab disapa Pak Parjo menyandang sapu di pundak sambil menatap langit senja yang mulai memerah. Di kompleks Perumahan Taman Asri, ia lebih dari sekadar kepala pengelola; ia adalah tulang punggung yang menyambung keretakan pipa, listrik yang tiba-tiba mati, hingga tangisan anak-anak yang terlantar menunggu orang tua mereka.
Memiliki wajah tegas namun tampan dan juga tubuhnya yang tegap dengan tinggi 180 cm dan berat badan badan 80kg serta perut kotak-kotak yang bertahan meski usia sudah setengah abad adalah bukti disiplin masa lalunya sebagai tentara. Tapi seragam loreng itu sudah lama ia lepas, digantikan kaos oblong kusam dan celana cargo yang selalu ternoda cat atau oli. Komandannya dulu memberinya pekerjaan ini sebagai balas budi, setelah Pak Parjo menjadi kambing hitam dalam sebuah insiden yang membuatnya dipecat.