
Season 2: Hari Baru, Tapi Jiwa yang Sama
Pagi tidak pernah terasa setenang ini.
Udara masih dingin, cahaya matahari belum merata menyapu tembok rumah.
Tapi dapur sudah hidup. Suara air mengalir, piring bersentuhan, api menyala kecil-kecil di bawah teko.
247Please respect copyright.PENANA2ftGAYalBW
Jaka berdiri di sana seperti biasa. Sendirian. Tak disuruh. Tak dibangunkan.
Tubuhnya sudah hafal waktunya.
Hatinya? Sudah tak banyak bertanya.
Hanya ada satu kalimat yang mengalir di dalamnya, berulang-ulang:
247Please respect copyright.PENANAJZMCQSpUI7
> "Apa yang bisa kulakukan pagi ini... agar mereka tersenyum?"
247Please respect copyright.PENANAf7DBeO6uTV
247Please respect copyright.PENANAKWjqn4sv7M
247Please respect copyright.PENANAg7D2gjlN8m
247Please respect copyright.PENANAgSzP54KJJe
---
247Please respect copyright.PENANAIAnInQzfRv
Ia menyiapkan teh. Dua manis, satu tawar.
Meja makan dilap. Kaki kursi dibersihkan.
Semua dilakukan perlahan, tanpa tergesa. Seperti ritual. Seperti ibadah.
247Please respect copyright.PENANA56lSMHnCse
Ia mengenang aroma tubuh Tya yang semalam masih lekat di wajahnya.
Sentuhan tangan Riska saat menyodorkan kakinya ke mulutnya.
Dan suara mereka—manja, tenang, penuh kuasa.
247Please respect copyright.PENANAVZCJLkiicj
Tubuh Jaka menegang pelan. Tapi ia terus bekerja.
247Please respect copyright.PENANATykyBph0Ce
247Please respect copyright.PENANA02378q69Wp
---
247Please respect copyright.PENANAwAVLG9XPnt
Langkah pertama terdengar dari arah tangga. Pelan, lembut, seperti biasa.
247Please respect copyright.PENANAfea3sYuIDZ
Riska muncul dengan mukena tipis, jilbab sudah dipakai separuh, tapi kausnya ketat membalut tubuhnya. Lekuk dadanya jelas, roknya mengikuti bentuk pinggul. Ia tampak seperti istri salehah… yang sengaja melukai syahwat.
247Please respect copyright.PENANAFzMtUd6SWs
> “Mas… air panasnya udah?”
“Mama haus banget. Tapi jangan lupa lapin dulu sendoknya semua, ya.”
247Please respect copyright.PENANAvUU62Fxslm
247Please respect copyright.PENANAj7kAfoTrrZ
247Please respect copyright.PENANA744rL2fM4k
Jaka mengangguk. “Iya, Ma.”
247Please respect copyright.PENANANXTQf08zMD
Riska berjalan ke meja, duduk anggun. Ia menyilangkan kaki, memperlihatkan betisnya yang bersih dan mulus. Tak ada teguran. Tak ada marah. Tapi matanya tajam. Ia tidak bertanya apa Jaka sudah siap. Ia tahu… Jaka selalu siap.
247Please respect copyright.PENANAEgDFWhuy05
247Please respect copyright.PENANAoCnl24wDKz
---
247Please respect copyright.PENANAoIcM2jak0L
Langkah kedua datang lebih cepat, melompat-lompat ringan.
247Please respect copyright.PENANAhU46CqnOU6
Tya muncul dengan daster warna biru muda. Pendek, longgar, tapi transparan di bagian dadanya. Tanpa bra. Rambut masih basah. Mata sayu tapi senyumnya merekah seperti matahari kecil yang egois.
247Please respect copyright.PENANA19CjaihCc4
> “Mas Jaka… Mas udah bikin teh Tya, ya?”
“Tya mimpi aneh semalem. Tapi enak… Mas ada di situ…”
247Please respect copyright.PENANA6Nj8s5RvUv
247Please respect copyright.PENANAAtD50ufJ11
247Please respect copyright.PENANA1GBFW84J9K
Ia langsung memeluk Jaka dari belakang, tangan menyusup ke perut.
Wajahnya menempel di punggung Jaka. Nafasnya hangat.
247Please respect copyright.PENANAhXOeZ22YY6
> “Mas… Tya kangen…”
247Please respect copyright.PENANAfTdQVX5aS1
247Please respect copyright.PENANAILuxnlqsld
247Please respect copyright.PENANAAVmpk2WTuo
Tangannya menarik tangan Jaka ke pahanya sendiri. Kulitnya masih lembut, dingin sedikit. Daster tersingkap.
247Please respect copyright.PENANAkyPxoPrq8G
> “Mas, peluk Tya dulu… yang lama. Nanti Tya bantuin cuci piring…”
247Please respect copyright.PENANAeS9OXtRaZu
247Please respect copyright.PENANAhP1t64WCZ4
247Please respect copyright.PENANAnv3fzj05Uv
Jaka diam. Tapi tubuhnya bergerak. Dipeluknya gadis itu. Tak ada penolakan. Tak ada dosa yang dirasakan lagi. Yang ada hanya… kenikmatan dalam keheningan.
247Please respect copyright.PENANAYLQDFnYpI9
247Please respect copyright.PENANACpC5TnTOkM
---
247Please respect copyright.PENANAIK1v5lenYS
Riska meneguk tehnya. Lalu berkata tanpa melihat:
247Please respect copyright.PENANAHQV7HnWeWJ
> “Mas, abis ini Mama mau keluar sebentar. Tapi sebelum itu… Tya pengen dilayanin dulu, ya?”
247Please respect copyright.PENANAjFykg17hEJ
247Please respect copyright.PENANAy2f2vRX6bl
247Please respect copyright.PENANALklgJ7Ha9E
Tya tertawa kecil. Ia memandang Jaka, lalu mengecup pipinya pelan.
247Please respect copyright.PENANAipCR6MthgV
> “Tya sayang Mas. Tapi jangan cium kaki Mama dulu sebelum gantiin celana Tya…”
247Please respect copyright.PENANAjHgkTP9qFi
247Please respect copyright.PENANAkqCyAO5hWI
247Please respect copyright.PENANAIc2Wncluw3
Ucapan itu seperti godaan… atau justru perintah terselubung.
247Please respect copyright.PENANAkx3g0s07jk
Jaka hanya tersenyum. Tak perlu menjawab.
247Please respect copyright.PENANA0VeQcXiFz9
Karena pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, ia tahu:
247Please respect copyright.PENANAbk3F442Efa
Ia bukan suami. Bukan kepala keluarga. Ia hanyalah alat. Dan anehnya… ia menyukainya.
247Please respect copyright.PENANATtAmQMs2qn
247Please respect copyright.PENANAbJu1ERYEUM
---
Saat ia mulai mencuci piring, pikirannya perlahan tenggelam.
Bayangan dari malam terakhir Season 1 datang seperti gelombang kecil basah, panas, dan tidak pernah benar-benar hilang.
247Please respect copyright.PENANAkXnUx9KBPw
Ia ingat saat duduk di lantai.
Masih telanjang. Napas masih berat.
247Please respect copyright.PENANAdcECJlaiIl
Rian duduk di kursi, santai, batangnya separuh keras.
Jaka menunduk, menjilatinya pelan-pelan. Lidahnya menyusuri pangkal, menghisap perlahan.
Ia tahu tujuannya: membuat Rian siap, agar Reni bisa “dicicipi”.
247Please respect copyright.PENANADYVZxWYKPc
Sementara dari sudut matanya, ia melihat Riska dan Tya.
Mereka berlutut di depan Ilham. Siap bergantian melayani.
Wajah mereka bersinar puas. Matanya haus.
247Please respect copyright.PENANA4BRqrw7Nme
> “Bantuin dulu, Mas…”
“Nanti Mama gantian yang layani Ilham, ya…”
247Please respect copyright.PENANAddYFeSSViG
247Please respect copyright.PENANAUdqLs3ItPj
247Please respect copyright.PENANAvayIQmmHMy
Jaka ingat rasa batang di mulutnya.
Ingat suara Riska tertawa.
Ingat ketika Reni pelan-pelan melepaskan bra-nya, dan Tya bersorak kecil seperti anak kecil yang melihat kado.
247Please respect copyright.PENANAR3sNApNlvg
247Please respect copyright.PENANAn1BBMiJp7W
Pagi belum selesai.
Tya sedang di kamar mandi, menyanyi pelan. Riska keluar sebentar, katanya mau beli sayur.
Dan aku… masih di dapur. Piring sudah bersih. Tapi tubuhku belum.
247Please respect copyright.PENANAod94Pd2gGP
Aku duduk di lantai. Di pojok dekat kulkas. Hanya sebentar, kubilang pada diriku.
Sebentar saja.
Untuk memejamkan mata.
247Please respect copyright.PENANAEbkSK12plb
Lalu gelap.
247Please respect copyright.PENANAdfgLJRj0d2
247Please respect copyright.PENANAXS5ZTsmnO8
---
247Please respect copyright.PENANAp7bYBPqg6g
Awalnya sunyi. Lembut.
Seperti berada di ruangan yang sama, tapi semua benda bersinar samar.
Cahaya kuning. Bau teh. Lalu suara… tawa. Tawa Tya.
247Please respect copyright.PENANA5x6yyL3Car
> “Mas… Mas Jaka jilat yang pelan, ya…”
247Please respect copyright.PENANAr3PlkL2F3j
247Please respect copyright.PENANApAwWVd8N36
247Please respect copyright.PENANAU1HuNFt66g
Aku melihat diriku sendiri. Telanjang, berlutut. Di antara kaki Tya, di samping kursi.
Di atas sofa, Riska mengangkang, tubuhnya diguncang Ilham yang seperti bayangan gelap.
Wajahnya memerah. Tapi matanya… menatapku.
247Please respect copyright.PENANAO2M0SL7Pwz
> “Mas… kamu liat, kan? Liat gimana aku puas? Liat gimana kamu… tidak dibutuhkan?”
247Please respect copyright.PENANAohg5uu8Zdc
247Please respect copyright.PENANAfaE9X6NljT
247Please respect copyright.PENANArSDk8Cnq71
Lalu suara berat lain:
247Please respect copyright.PENANA0xQFpPPsif
> “Jilat lebih dalam, Mas…” – Rian.
247Please respect copyright.PENANA9aWQk7lCLQ
247Please respect copyright.PENANAI2BJcRMomh
247Please respect copyright.PENANA87wYDZdNo0
Aku merangkak. Lidahku keluar. Batangnya keras.
Tapi aku tidak merasa jijik. Aku merasa… dimiliki.
247Please respect copyright.PENANAzrVSQcm4C9
Tya mencengkeram rambutku. Mulutku penuh. Tapi hatiku kosong.
247Please respect copyright.PENANAuMRu6Sdwhz
Dan dari sudut ruangan… Reni berdiri. Telanjang. Tubuhnya gemetar. Tapi matanya menatapku.
247Please respect copyright.PENANA6apza6Wo63
> “Mas Jaka… tolong lebarin dulu… aku takut nanti….”
247Please respect copyright.PENANAtl9JFS7FX4
247Please respect copyright.PENANADxDy920ccJ
247Please respect copyright.PENANAXtSqvSQEQE
Aku mengangguk. Dalam mimpi itu… aku selalu mengangguk.
247Please respect copyright.PENANAxzIjJMXO2z
247Please respect copyright.PENANAWp3zrDxW9J
---
247Please respect copyright.PENANAW15wxM5brV
> “Mas…” suara itu samar.
“Mas…”
247Please respect copyright.PENANAtAd1t80kgD
247Please respect copyright.PENANAOgVfC1nYE8
247Please respect copyright.PENANAcPaKYhzqTN
Aku memejam lebih dalam. Gambar-gambar itu semakin nyata.
Teriakan. Tawa. Suara Riska saat keluar.
Tya berteriak di atas wajahku.
247Please respect copyright.PENANAUxig1y01T2
Tubuhku menegang. Nafasku tercekat.
ns216.73.216.227da2