#3
35Please respect copyright.PENANA6N5eytBi3y
“Kita harus bersyukurya mi, pesantren kita makin hari makin berkembang. Makin banyak yang mondok di sini,” ucap Fariz pada Hana. Keduanya sedang di atas ranjang, bersiap tidur malam.
“Iya bi, semoga makin terus berkembang. Rencana abi mau bangun perguruan tinggi bisa cepat terwujud. Semoga tahun depan sudah bisa bangun gedung untuk perkuliahan,” jawab Hana.
Pondok pesantren ini sekarang sudah memiliki 500 lebih santri dan santriwati. Tiap tahun selalu ada pembangunan gedung baru sebagai pengembangan pesantren.
Saat mengobrol dengan istrinya, Fariz tiba-tiba teringat Nabila. Ia terbayang wajah Nabila yang dilihatnya tadi. Meskipun sekilas, ia bisa melihat dengan jelas dan detail wajah Nabila.
Libido Fariz jadi naik saat membayangkan Nabila. Ia pun kemudian memeluk tubuh istrinya. Lalu mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Hana membalas ciuman suaminya.
Fariz membayangkan sedang bercumbu dengan Nabila. Ia melumat bibir istrinya hingga basah. Kemudian tangannya meremas payudara Hana cukup keras.
Hana merasa suaminya lebih bernafsu malam ini. Tidak seperti biasanya. “Keras amat bi meremas payudaraku, sampai sakit,” ucap Hana.
Fariz tak peduli. Ia kembali mencium istrinya kembali dan terus mencengkram payudaranya istrinya.
Hana adalah wanita yang cantik. Kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya tipis. Tubuhnya ideal, tinggi dan langsing. Namun ia punya payudara yang cukup besar tapi mulai mengendur setelah punya tiga anak. Sementara bokongnya besar, bulat, dan masih padat.
Namun Fariz seperti tidak bersyukur dan tidak puas sudah punya istri seperti Hana. Ia masih melirik perempuan lainnya.
Selain cantik dan punya tubuh yang ideal, Hana juga perempuan yang pintar dan baik. Ia adalah anak dari seorang tokoh agama di Jawa Tengah. Ayahnya kenal baik dengan Kyai Hassan. Sehingga kemudian Hana dengan Fariz dijodohkan, dan keduanya sama-sama cocok.
Kembali ke atas ranjang, nafsu Fariz terus naik, ia segera mencopot sarung yang dipakainya lalu mengangkat daster yang dipakai Hana. Paha putih mulus Hana begitu menggoda.
“Bi, aku lagi datang bulan,” ucap Hana, langsung bikin Fariz kecewa.
Fariz seperti tak percaya begitu saja, ia pegang selangkangan istrinya. Benar saja, ada pembalut dibalik CD yang dipakai Hana. Padahal nafsu Fariz sudah di ubun-ubun, harus ia lampiaskan.
Mendapati istrinya datang bulan, Fariz kemudian pamit ke luar.
“Mi, aku mau ke ruang kerja dulu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan,” ucap Fariz, sambil memakai sarungnya lagi.
Fariz pun kemudian keluar rumah dan menuju ruang kerjanya yang berada di deretan kantor yayasan pesantren. Ruangan ini khusus untuk Fariz. Di dalamnya, selain ada beberapa fasilitas penunjang pekerjaan, juga ada tempat tidur dan kamar mandi.
Kadang Fariz jika sampai malam menuntaskan pekerjaan atau urusan, memilih tidur di sana. Kalau soal urusan pondok, Hana sudah paham itu dan tidak berani protes atau marah.
Gairah seksual Fariz masih tinggi malam ini, setelah istrinya datang bulan, ia harus melampiaskan ke perempuan lainnya. Ia pun memanggil Imron, orang kepercayaannya.
“Mas, tolong suruh Sofi ke sini,” ucapnya ke Imron.
Sofi adalah salah satu santriwatinya yang saat ini kelas 3 SMA atau MA, sama dengan Nabila. Usianya juga sudah 18 tahun.
Tak berselang lama, Sofi datang dan langsung masuk ke dalam ruangan Fariz.
Imron paham apa yang akan dilakukan oleh Fariz. Ia pun segera pergi lagi dari tempat itu.
Fariz segera menutup pintu ruangannya dan mengajak Sofi ke tempat tidur.
“Gus saya capek, tadi banyak kegiatan. Ini juga sudah malam,” ucap Sofi, dengan suara lelah.
“Bentar aja nduk,” ucapnya.
35Please respect copyright.PENANAWMZPWErqXX