“Tuhan memiliki rencana baik, sekalipun kita bertemu orang yang salah.”
—Endless Love Story—
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
“Jangan pernah melawan kalo mau selamat.” Pemuda itu mengancam disaat ia merasa kewalahan dengan perlawanan Ivy yang berusaha lepas dari dekapannya.
621Please respect copyright.PENANAKuKBd2c08L
“Lebih baik mati, daripada menurutimu,” sergah Ivy.
Gadis itu tak bisa berbuat apa pun saat tiba-tiba tangan pemuda itu berpindah menjalari tubuh bagian belakangnya. Selain itu Ivy merasa ada sesuatu yang mengganjal perutnya.
Ia tak pernah merasa sehina ini sebelumnya. Hingga setitik air dari mata yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja, pertahanan Ivy runtuh. Tubuhnya bergetar dalam dekapan si pemuda.
Mendengar isakkan kecil, perlahan pelukan pemuda berjaket coklat itu mulai mengendur. Pergerakannya berhenti bersamaan dengan Ivy yang menghentikan perlawanannnya.
“Apa gue bisa ngelakuin hal yang gak pernah gue lakuin? Tapi... gue harus tetep nyelesein tugas ini.” Sejujurnya ada sedikit penolakan dari hati kecil pemuda itu. Ia tak tega mengotori gadis baik-baik seperti ini.
Selama si pemuda diam, Ivy terus berpikir untuk rencana. 621Please respect copyright.PENANAOALoe4Hb4b
621Please respect copyright.PENANAV692jsEBJP
Tak membuang waktu. Ivy memulai aksinya, sebelum orang ini berbuat yang tidak terduga padanya. Gadis itu berjinjit lalu menggigit leher si pemuda. Ia berharap semoga gigitan itu akan memberi reaksi sama seperti sebelumnya.
“Ish...,” erangnya tertahan.
“Apa-apaan cewek ini? Kenapa dia ngelakuin hal yang bisa bangunin animo gue?”
“Sialan! Lo, mancing, ya. Liat apa yang bisa gue lakuin biar lo hamil.”
Seperti ada gelanyar panas yang membara di tubuhnya, detik itu pula ia mulai menggila. Mendekap dan menikmati tubuh belakang Ivy. Meski Ivy berontak, ia terus berusaha mencicipi bibir ranum gadis ini.
Untuk sesaat seluruh tubuh Ivy mematung akibat sentuhan itu. Tetesan demi tetesan air mata mengalir dalam waktu hanya dua detik. Namun Ivy kembali tersadar dan memilih untuk terus berontak saat pemuda brengsek itu hendak menodai bibirnya.
Memukul dan mendorong tidaklah bisa menyelamatkan Ivy. Karena itu dengan semua kekuatan yang dimiliki. Ivy membenturkan lututnya ke arah resleting celana pemuda brengsek ini. Orang berjaket coklat itu lantas jatuh terduduk. Dan detikitu pula Ivy berlari ke arah pintu.
“Aaahk... sial! Awas saja nanti kalo tertangkap. Aku gak akan mengampunimu!" murka si pemuda sambil meringis kesakitan.
Di dekat pintu, Ivy masih berusaha membuka kunci sambil terus menoleh ke arah pemuda itu. Berulang kaki tangannya meleset memasukkan kunci karena bergetar hebat.
Ceklek
“Alhamdulillah kebuka.”
Ia cepat-cepat menutup pintu, lalu menguncinya dari luar. Berharap si pemuda tidak bisa mengejar. Ia berlari menuju lift lalu masuk ke dalam. Rasa takut, cemas, sedih , semua itu ia rasakan.
Ivy terduduk di lantaiyang dingin, menatap nanar bayangan di dinding lift. Penglihatannya perlahan memburam kembali. Bahu mungilnya bergetar. Isak tangis mulai terdengar memenuhi lift itu.
Ia memeluk lutut, menenggelamkan wajahnya di sana. Menumpahkan seluruh air matanya, merutuki semua kejadian yang ia alami. Kenapa harus dia yang merasakan hal ini? Dan kenapa harus insiden hina itu yang menimpanya?
Ia membuang napas berat. Mengenyahkan beribu pertanyaan dan keluh kesah dalam pikiran. Ia jelas tahu, masalah tak akan bisa selesai hanya dengan menangis.
Ia mengusap lelehan air di pipi sambil bergumam, “Aku harus bisa keluar sejauh mungkin dari hotel ini.”
Pintu lift terbuka, ia berdiri membenarka pakaian dan letak tasnya. Lalu berjalan keluar melewati lobby hotel dan berhenti di depan pintu utama sambil melirik jam di tangannya.
Pukul 23.00.
Diusapnya mata yang masih agak basah. Ivy putuskan untuk terus berjalan, meski tak tau harus kemana. Ia hanya mengikuti arah kakinya melangkah.
Ivy memandang ke arah hotel untuk terakhir kalinya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok objek di dalam lobby berdindingkan kaca.
Ia terbelakak, “Kenapa lelaki itu bisa keluar? Lalu siapa lelaki yang bersamanya itu?” Tanpa berpikir panjang Ivy berlari menjauhi area hotel. Terus berlari sekencang yang ia bisa.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
Seorang lelaki mengedarkan pandangannya sambil mengatur napas yang terengah-engah. Diikuti seorang pemuda yang lebih tua darinya.
621Please respect copyright.PENANAgi8s3Kowcd
“Dimas, gimana ceritanya dia bisa lepas?” kesal seseorang di belakangnya.
“Ah, maafin gue. Ceritanya panjang,” sesal Dimas sambil menyipitkan mata memastikan sesuatu.
“Farel! itu gadisnya ayo!”
Dimas menunjuk dan berlari kearah objek yang ia maksud. Pemuda dengan jaket coklat dan pemuda lain yang berkemeja merah maroon berlari ke luar hotel. Mengejar target mereka yang lepas.
“Hah... hah... hah...ke mana perginya dia?” Dimas berjongkok untuk meredakan rasa lelah dan mengatur napasnya yang habis karena lari mengejar target yang tak lain adalah Ivy.
Dengan penuh emosi, Farel menarik jaket coklat milik pemuda berambut ikal itu. “Dimas, gue gak mau tau. Pokoknya lo harus bawa balik tuh cewek."
“Iya, gue tau.”
Dimas berdiri melepaskan tangan Farel dari jaketnya. Mata hitamnya mengawasi satu titik, lalu melangkahkan kaki menuju bak sampah yang ada di antara bangunan cafe dan salon.
“Mau, kemana lo?” Farel mengerutkan dahinya. Melihat Dimas yang berjalan mengendap-endap.
“Gue rasa ada seseorang di balik bak sampah itu,” ucapnya selirih mungkin.
“Huh... kagak bakal ada orang. Karena di balik bak itu ada comberan. Lagi pula gue baru aja liat gadis itu masuk ke girl's cafe," jelasnya sambil memandang cafe yang berjarak 100 meter dari tempatnya berdiri.
Dimas menghentikan langkah, berbalik kearah Fatir lalu menarik tangan rekannya yang lebih tua agar ikut berlari bersama menuju cafe tanpa berkata apapun. Pemuda tanggung itu terlalu takut kehilangan targetnya.
Ivy keluar dari balik bak sampah yang beberapa saat lalu dihampiri dua lelaki untuk mencarinya. Ia menghela napas lega, melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada tanda-tanda keberadaan dua lelaki tadi. Dirasa aman, Ivy bergegas menjauh dari area ruko di perum ini.
Lelah yang Ivy rasakan. Sudah cukup jauh ia berjalan dan yang ia tahu sekarang, ia berada di area perumahan lain. Ingin sekali istirahat, tapi di mana?
Gadis itu mengedarkan pandangannya berharap ada masjid atau mushola agar ia bisa tidur semalam saja di sana. Namun nihil. Ia tak menemukan apa pun.
'Braak'
Ivy terpenjat, benturan kuat membuatnya menoleh ke sana kemari mencari asal suara. Sekitar lima puluh meter di belakangnya. Ada seseorang yang sepertinya terjatuh dari motor yang dikendarainya. Segera ia menghampiri orang itu.
“Hah, laki-laki? Apa aku harus menolongnya,”batin Ivy bimbang.
Ia sebenarnya tak tega melihat lelaki itu kesakitan. Tapi... ia juga takut kalau ini cuma bohongan. Modus penjahat yang akhir-akhir ini banyak terjadi.
“Tapi... gak ada yang aneh dari gelagat lelaki itu. Sepertinya dia emang jatuh beneran.” Lagi, helaan napas panjang keluar dari bibir mungilnya.
Ivy mendekat. Meraih sebelah tangan berbalut berjaket dan meletakkannya di atas pundak. Membantu orang itu berdiri, lalu menuntunnya menuju ke tepi jalan.
Beruntung orang itu masih setengah sadar, jadi Ivy bisa membaringkannya di rerumputan. Ia kembali mendekati lelaki berjaket itu setelah meminggirkan motor milik orang ini.
Diperhatikannya orang itu. "Lelaki ini tidak sadarkan diri, tidak ada yang berdarah, semoga ia baik-baik saja. Beruntung helmnya tidak terlepas. Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Ivy terdiam sebentar.
"Tapi bagaimana aku membawanya? Aku butuh bantuaan saat ini." Ivy mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap akan ada seseorang. Namun di sini sepi, tak ada siapa pun.
23.40 WIB
“Ah, pantas saja sepi,” batinnya setelah melirik jam.
Gadis itu mengalihkan pandangan pada kendaraan si pemuda. Motor sport milik lelaki itu juga baik-baik saja, tidak ada yang rusak.
“Kak.”
Ivy menoleh kebelakang, ternyata ada anak laki-laki sekitar 10 tahun berpakaian lusuh dengan sarung menutupi kakinya.
“Kenapa ada anak kecil di jam seperti ini?”
“Kak, kok bengong. Ayo, aku bantuin. Aku tau tadi kakak nyari seseorang untuk membantu kakak, kan? Nah ayo, aku bisa kok kalau cuma mengankat kakak ini ke atas motor,” ucapnya tulus sambil memandang lelaki yang sedang berbaring di rerumputan.
“Nama, adek siapa?” tanya Ivy lalu mendekatinya.
“Aku Beni, kalau kakak?”
“Nama kakak, Ivy.” Gadis itu lantas tersenyum pada anak yang bernama Beni.
“Salam kenal, kak. Yaudah kak, ayo kita bawa kakak ini ke rumah sakit,” ajaknya lalu menghampiri pemuda itu. Dengan jemari kecilnya, ia melepas helm milik korban dengan telaten.
“Kak, ini helmnya. Lebih baik kakak yang pakai.” Ivy menerima helmnya lalu memandang lamat-lamat wajah lelaki itu.
“Hah... lelaki pemabuk di hotel tadi. Kenapa aku harus bertemu denganya?”gerutu Ivy.
“Astagfirullah, ayo Ivy tolong dia.”
Segera ia menaiki motor milik lelaki itu. Tak lama setelah ia benar-benar duduk di jok. Atas bantuan Beni, pemilik motor sport itu sudah duduk di jok belakang. Sepasang tangan yang memeluk perutnya dengan tiba-tiba, sontak membuat Ivy terpenjat.
“Ah, maaf kak mengagetkan. Tapi ini diperlukan agar Kakak ini tidak jatuh saat dibonceng kakak. Dan maaf kak aku harus mengikat tubuh kakak dengan kakak ini pakai sarung,” jelas anak laki-laki itu yang kini hanya memakai celana selutut.
“Iya Beni, gapapa. Seharusnya kakak yang berterima kasih sama kamu karena mau menolong kakak.”
Beni hanya tersenyum sambil mengikatkan sarung pada pinggang Ivy dan tubuh lelaki itu. “Nah, sudah kak. Apa kakak tau rumah sakit yang dekat dari sini?”
Ivy hanya menggeleng lemah.
“Kalau begitu, dari sini. Kakak lurus terus untuk keluar dari kompleks. Belok kiri dan terus aja sampai bertemu lampu merah dua kali. Di lampu merah kedua, langsung belok kiri dan nanti ada plang di jalan yang bisa menunjukkan arah menuju RSUD,” terang Beni dengan wajah seriusnya. Ivy terdiam, mungkin terpesona pada kebaikan bocah kecil ini padanya.
“Ah, makasih ya Beni. Semoga setelah ini kita ketemu lagi,” tutur Ivy sambil membenarkan posisi duduknya.
“Sama-sama kak,” ia tersenyum.
Ivy memakai helm, lalu menyalakan motor dan mulai mengendarainya. Di sepanjang jalan Ivy terdiam. Ia sangat kesal dengan lelaki di belakangnya ini.
Ah, bukan. Bukan kesal, lebih tepatnya membenci. Tapi, ia juga tak bisa membiarkan begitu saja seseorang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan ia mampu menolongnya.
“Ini semua karena Allah. Kamu harus ikhlas Ivy.”
Ia melirik wajah pria yang bersandar di punggungnya. “Benar, wajah blasteran inilah. Wajah pemuda jahat, yang berbuat tak sopan padaku.”
Sebenarnya Ivy tidak nyaman berada dalam posisi seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksanya. Selama ia hidup, tak pernah sekalipun seorang lelaki memeluknya. Kecuali ayah dan kakeknya. Meskipun lelaki itu dalam keadaan tak sadar, tetap saja Ivy merasa risih.
“Ah... kenapa rumah sakitnya jauh sekali?”
Tiba-tiba, ia teringat kejadian di lorong. “Lelaki ini mabuk. Ia ingin menciumku. Untuk membuktikan kalau ia bukan gay. Hah... kenapa harus aku yang menjadi objek taruhan lelaki ini.”
Ivy menggeleng, ia tidak mau berprasangka buruk karena itu tak akan membawa kebaikan sedikit pun dalam hidupnya. Ia berusaha berkonsentrasi mengendarai motor ini, agar mereka sampai di RSUD dengan selamat.
Setelah 20 menit di perjalanan, akhirnya Ivy sampai di area RSUD. Ia memberhentikan motor di dekat pintu masuk UGD. Tidak menunggu lama, beberapa perawat lelaki membawa brankar. Dengan segera, mereka menurunkan lelaki di belakangnya dan membaringkan tubuh berbalut jaket itu di atas brankar. Sementara pemuda itu ditangani, Ivy memarkirkan motor dan mengurus segala administrasinya.
“Siapa nama masnya mbak?” tanya resepsionis pada Ivy, saat dirinya sedang membayar biaya masuk rumah sakit pria tadi.
Ivy melirik ke kakan ke kiri, “Aku harus bilang apa?”
“Hm... saya gak kenal mbak. Soalnya dia itu tadi kecelakaan dan saya langsung mengantarnya ke sini," jawab Ivy dengan senyuman kikunya.
Resepsionis itu juga tersenyum, memaklumi. Kembali mengetikkan sesuatu di keyboard komputer.
“Nik, ini dompet sama handphone milik pasien yang dibawa mbak ini,” sela perawat laki-laki yang keluar dari ruang UGD.
Resepsionis itu mengambil dompet coklat dan ponsel hitam dari rekannya, menatap Ivy sekilas. “Mbak saya izin buka dompetnya, ya.”
“Silahkan mbak,” angguk Ivy. Matanya ikut memerhatikan pergerakan resepsionis ini.
“Namanya Yudha Hilmy Prayata. Umur 18 tahun. Tinggal di Jakarta Pusat.” Resepsionis itu mengetiknya ke dalam data identitas pasien.
“Ini, Mbak bisa telepon keluarganya dan ini dompetnya. Silahkan mbak tunggu karena pasien masih ditangani,” sambungnya sambil menyerahkan handphone dan dompet milik lelaki bermarga Prayata itu.
Ivy menerimanya, lalu melangkah menuju kursi yang ada di depan ruangan UGD tempat lelaki itu ditangani. Ia duduk disana, lalu memejamkan mata sejenak. Lelah, gelisah, kesedihan, masih ia rasakan hingga kini. Kejadian itu masih membekas di ingatannya dengan jelas.
Ia membuka mata, berdiri dan melangkah. Tujuannya saat ini ialah musholah. Ivy ingin mencurahkan segala keluh kesah dan kesedihan yang ia rasakan pada-Nya. Dengan harapan semoga kegelisahannya luruh disetiap sujudnya.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼621Please respect copyright.PENANAKuchjvEs2S
621Please respect copyright.PENANAy654cw0gVz
621Please respect copyright.PENANACeufcrKnO9
621Please respect copyright.PENANAvHDRCcLrAy
621Please respect copyright.PENANAPSPkP2lim7
Ivy melihat jam yang ada di tangan.
02.15 WIB
Sejak sampai disini, dua jam yang lalu. Ivy sama sekali belum memasuki ruangan di rawatnya Yudha. Ia hanya duduk menunggu di depan ruangan.
“Untuk apa aku memasuki ruangannya. Lagi pula menurut dokter, pasien bermarga Prayata itu tak akan siuman sampai efek alkohol yang ia minumnya hilang. Perkiraan dokter ia akan siuman pukul 3 pagi. Sekitar 45 menit lagi.”
Ia ragu apakah harus ia yang menelpon keluarga pemuda itu sekarang atau biar lelaki itu sendiri yang menelpon keluarganya. Tapi, jika Yudha yang menelponnya, otomatis ia harus bertatap muka dengan Prayata itu untuk mengembalikan ponsel hitam ini.
Setelah berpikir matang. Ivy putuskan untuk menelpon keluaraga Prayata. Ia keluarkan handphone hitam milik Yudha dari tas selempangnya. Memandang sejenak benda itu.
Detik selanjutnya, ia mulai mencari nomor yang dirasa adalah milik orang tua Yudha. Di pencetnya kontak bernama ‘MAMA’, lalu menekan tombol hijau.
Dengan ragu, Ivy mendekatkan ponsel pada telinganya. Terdengar nada tersambung dari telepon.
“Halo, Yudha kamu ke mana aja sih? Kamu tau kan besok mama sama papa mau berangkat. Sekarang kamu tidur dimana?” tanya seorang wanita di telepon dengan nada tinggi.
“Yudha, yud kamu denger mama apa enggak sih?”
“Maaf Tante, ini bukan anak tante tapi—”
“Eh, kamu siapa?” tanya wanita di sebrang.
“Anak tante tadi kecelakaan nabrak pohon di pinggir jalan, kerena ia mengendarai sepeda motor di bawah pengaruh alkohol. Saat itu kebetulan saya lagi jalan di sana, melihat anak tante pingsan. Saya langsung bawa anak tante ke RSUD," jelas Ivy.
Tepat setelah penjelasan dari Ivy berakhir. Terdengar suara isakkan kecil di telepon. “Terima kasih nak, saya akan kesana.”
“Iya Bu, akan saya kirimkan alamat rumah sakitnya.”
Setelah mengatakan itu, sambungan telepon langsung terputus. Wajah Ivy rertunduk, maniknya menatap lantai putih rumah sakit. Masalah ini akan segera selesai. Lalu akan kemana ia setelah ini?
Bersambung...
A/n:
621Please respect copyright.PENANAjneWwCEMNr
621Please respect copyright.PENANApnNsN71PTT
621Please respect copyright.PENANAiFZJDzerLB
621Please respect copyright.PENANAAdkFwbSIFR
621Please respect copyright.PENANAU16Cju8ytk
621Please respect copyright.PENANA4cJjJ2KGSx
621Please respect copyright.PENANAGxIqm6YqdK
621Please respect copyright.PENANAbh91tXKl4j
621Please respect copyright.PENANA25KYcPWzfa
621Please respect copyright.PENANA4AkvBa8QNP
621Please respect copyright.PENANAfx32ddZ9qx
621Please respect copyright.PENANAQ8eBTlvi3q
621Please respect copyright.PENANAKO1H3admRZ
621Please respect copyright.PENANAfwpVSTgaYY
621Please respect copyright.PENANAjPE0EYrOjU
621Please respect copyright.PENANAIbaKcf6dC3
621Please respect copyright.PENANAt7kCqlVLzY
621Please respect copyright.PENANARu9pZmlKeR
621Please respect copyright.PENANAxQquD8yyiZ
621Please respect copyright.PENANAA8u3LcSbUQ
621Please respect copyright.PENANA4KNpOJ5TqL
621Please respect copyright.PENANAjoyqGlbPjp
621Please respect copyright.PENANANzRjBUjK3T
621Please respect copyright.PENANADbQLOPWCXM
621Please respect copyright.PENANAjlcVcFotdZ
621Please respect copyright.PENANArZGDoeb921
621Please respect copyright.PENANAwB5rudoKkc
621Please respect copyright.PENANAaW6vkIfyWo
621Please respect copyright.PENANAQUxxBU9U0a
621Please respect copyright.PENANAmJJSpbKSn7
621Please respect copyright.PENANA1TeJJIL7M8
621Please respect copyright.PENANAnYfoZw8Vxo
621Please respect copyright.PENANAy5xHDmvinU
621Please respect copyright.PENANAeB5nIiLvd4
621Please respect copyright.PENANAzDVnszLTql
621Please respect copyright.PENANAN6d6LbuTms
621Please respect copyright.PENANAnQUy9noUGm
621Please respect copyright.PENANAvnTjTyVhoe
621Please respect copyright.PENANActvR9jJDNM
621Please respect copyright.PENANA0HrCCRfLfr
621Please respect copyright.PENANAoYFYIbKPNW
621Please respect copyright.PENANAjHhjxTvX8E
621Please respect copyright.PENANAh2TOrIST9k
621Please respect copyright.PENANAdOBIMtrBAc
621Please respect copyright.PENANAGZLLKlaVDy
621Please respect copyright.PENANAaa61P0wONx
621Please respect copyright.PENANAdXf20REoVw
621Please respect copyright.PENANAf9b8ZJeLSH
621Please respect copyright.PENANAtA1hpJoWsh
621Please respect copyright.PENANAdinyjQwvIy
621Please respect copyright.PENANAauOK0jRTVh
621Please respect copyright.PENANAKJRZKp3wNn
621Please respect copyright.PENANAU3aWveiOW9
621Please respect copyright.PENANA2auScyzLTl
621Please respect copyright.PENANAjebZGsugmm
621Please respect copyright.PENANAv5GPFgbd0j
621Please respect copyright.PENANAW42nyFGNfW
621Please respect copyright.PENANAsa0WVs0CLC
621Please respect copyright.PENANAOX1U7HSFHw
621Please respect copyright.PENANAqLvGcihRHF
621Please respect copyright.PENANApK0IVU1nDR
621Please respect copyright.PENANA7zY6Ez1Lco
621Please respect copyright.PENANAqqBeAOFMWO
621Please respect copyright.PENANAqDfJFmdkqZ
621Please respect copyright.PENANA5IqFPbXDEX
621Please respect copyright.PENANArmJB8hP5b1
621Please respect copyright.PENANAIIZFaKnyi2
621Please respect copyright.PENANAoLW1sTzIm8
621Please respect copyright.PENANA38xXJR22ir
621Please respect copyright.PENANAO4rKj1cvRB
621Please respect copyright.PENANAlJ8TjfPnXj
621Please respect copyright.PENANAZAE3F541pp
621Please respect copyright.PENANABz9dyE827r
621Please respect copyright.PENANAy0lc6qgJtj
621Please respect copyright.PENANAgOsOItT8b7
621Please respect copyright.PENANAQSaDWMXWlO
621Please respect copyright.PENANAF4eGMTHd6Y
621Please respect copyright.PENANAnVlilRr0rN
621Please respect copyright.PENANAJS3HOrxxXN
621Please respect copyright.PENANACuRrJHYPcv
621Please respect copyright.PENANA1X33qfeequ
621Please respect copyright.PENANA04V8EuFSzO
621Please respect copyright.PENANASd1HcQEdNp
621Please respect copyright.PENANAiK9OyWF4AN
621Please respect copyright.PENANAccTUE7xMls
621Please respect copyright.PENANA8ulxgNLEBs
621Please respect copyright.PENANA3oFqLfVKQZ
621Please respect copyright.PENANAdmVRQG1X50
621Please respect copyright.PENANAb5RcajlKBV
621Please respect copyright.PENANAmzXzHlj8Dn
621Please respect copyright.PENANA4tQ1cY3XZH
621Please respect copyright.PENANAWUbEYu1Wb8
621Please respect copyright.PENANAcmMfqZ08EN
621Please respect copyright.PENANAZ0sppbIxRc
621Please respect copyright.PENANAhNcov0Octv
621Please respect copyright.PENANAwEPNlzybbN
621Please respect copyright.PENANAnyO1DMQByA
621Please respect copyright.PENANAYriJcbgl6F
621Please respect copyright.PENANA19RxMImrbZ
621Please respect copyright.PENANAD9I4KfNQhg
621Please respect copyright.PENANAaCxtEkR6ck
621Please respect copyright.PENANAM9UlkFbQfo
621Please respect copyright.PENANAFr4acaBQqe
621Please respect copyright.PENANAVPLblqnXii
621Please respect copyright.PENANAYytJX0sdKN
621Please respect copyright.PENANAX7qH4BPmqV
621Please respect copyright.PENANAGYWF8sxz4I
621Please respect copyright.PENANAYZUJYZryRS
621Please respect copyright.PENANA8kKaivQF5d
621Please respect copyright.PENANAIVKT5nKWwM
621Please respect copyright.PENANA8TU4vwCoiB
621Please respect copyright.PENANAMv9wD2Kezd
621Please respect copyright.PENANAaBbpoknXTg
621Please respect copyright.PENANAmeXGGa8ALC
Hayo. Bakalan kaya gimana Ivy setelah ini? Hoho, nantikan kelanjutannya yaa... 621Please respect copyright.PENANA0FyXV3XkNF
621Please respect copyright.PENANAPlR2NLZw3r