TENG350Please respect copyright.PENANAXgB78b8JZd
350Please respect copyright.PENANAjBxyTWhvvz
TENG350Please respect copyright.PENANAMhjPoPFn50
350Please respect copyright.PENANAPBcdcuGJEY
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.350Please respect copyright.PENANAF6npGTLuWi
350Please respect copyright.PENANAnXOHP2IJmV
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.350Please respect copyright.PENANA2VCCilc8tD
350Please respect copyright.PENANA2K6ZMnVryV
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.350Please respect copyright.PENANArwWCmt2JXU
350Please respect copyright.PENANAUCnAThsOF7
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.350Please respect copyright.PENANAK16hI1UC2X
350Please respect copyright.PENANAModddelevA
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
350Please respect copyright.PENANAzJNkKEZpvS
350Please respect copyright.PENANAnz6wGY8Zm7
350Please respect copyright.PENANAMiiaFr4AFm
350Please respect copyright.PENANAsgaTka8iPN
350Please respect copyright.PENANA4QaQoOCZyA
350Please respect copyright.PENANAD2o4fUoBSs
350Please respect copyright.PENANAqLFxdxKujD
350Please respect copyright.PENANACWgHszFA0z
350Please respect copyright.PENANAjzQ4jTAnLa
350Please respect copyright.PENANAGiYNbQd7Lm
350Please respect copyright.PENANALxs04bh0Qm
350Please respect copyright.PENANAacQyFcvVz5
350Please respect copyright.PENANAL9YTegad8X
350Please respect copyright.PENANAJRD8S0vJ8b
350Please respect copyright.PENANA4qI4os6qJc
350Please respect copyright.PENANA27ZdtlVpkQ
350Please respect copyright.PENANAnxUA91hYZi
350Please respect copyright.PENANABzXB3raHPK
350Please respect copyright.PENANAy3mXDSNWQT
350Please respect copyright.PENANAQDRN5pkIdD
350Please respect copyright.PENANAUlP7Q0IYtG
350Please respect copyright.PENANAtI3Gx81REP
350Please respect copyright.PENANA8zkedwVSAQ
350Please respect copyright.PENANAg3XMDlGh71
350Please respect copyright.PENANAsv628gg0PU
350Please respect copyright.PENANAr3zrKFVVXN
350Please respect copyright.PENANAwyAw6L8Yyq
350Please respect copyright.PENANAQuFmfrnXCI
350Please respect copyright.PENANAopqhs1fIQh
350Please respect copyright.PENANAR0vacCHQTN
350Please respect copyright.PENANAN0w2kxo7jt
350Please respect copyright.PENANAZJ9KUEQKJu
350Please respect copyright.PENANAygeV9JG4xQ
350Please respect copyright.PENANAZTZbdFzFF7
350Please respect copyright.PENANAxIt68w5Bhc
350Please respect copyright.PENANAXkHOP1dWX3
350Please respect copyright.PENANAHU993DubUt
350Please respect copyright.PENANAGAqNiIJlvC
350Please respect copyright.PENANACG1fD6j9pd
350Please respect copyright.PENANANIf1H5vKe2
350Please respect copyright.PENANANq4L8635U3
350Please respect copyright.PENANAS690p7zJsK
350Please respect copyright.PENANA0f7QgCmxjk
350Please respect copyright.PENANAmCvwS5Lc3q
350Please respect copyright.PENANAxwD5pXsDui
350Please respect copyright.PENANAyB7uH6xMsK
350Please respect copyright.PENANAuv7aRvnVfA
350Please respect copyright.PENANAfCgVqabBmH
350Please respect copyright.PENANAhaxqCKFOmx
350Please respect copyright.PENANAMmQJrP23KQ
350Please respect copyright.PENANAxycyuP8EFA
350Please respect copyright.PENANAdM3C6WV6cq
350Please respect copyright.PENANAybph1F3Swt
350Please respect copyright.PENANAQabH74bm2b
350Please respect copyright.PENANAl0aAeI9xPH
350Please respect copyright.PENANAWl1awAsQTm
350Please respect copyright.PENANAf8y9dhXGPJ
350Please respect copyright.PENANAKdcpRW2tLx
350Please respect copyright.PENANANYNjBWx8DJ
350Please respect copyright.PENANAxJrYelwND6
350Please respect copyright.PENANAngpZu7e32O
350Please respect copyright.PENANAh8TCpzWSIK
350Please respect copyright.PENANAWJwcvyzjle
350Please respect copyright.PENANAdcpm0paceO
350Please respect copyright.PENANAly2kmcoWGy
350Please respect copyright.PENANA6VUtcHo0SI
350Please respect copyright.PENANAuWiHkYrC97
350Please respect copyright.PENANAuT8h3CI8xI
350Please respect copyright.PENANAAsMsaUyQUF
350Please respect copyright.PENANANZWdC8SB6q
350Please respect copyright.PENANA1t4Q0ZQRPf
350Please respect copyright.PENANAdEBGmA2UVQ
350Please respect copyright.PENANA5XtQqK0Rtk
350Please respect copyright.PENANAgXKWo3rDaV
350Please respect copyright.PENANAHAMui64o5d
350Please respect copyright.PENANAqEvAq2eqFY
350Please respect copyright.PENANAmu0B0PZuM1
350Please respect copyright.PENANAWNdKYU3C9P
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns216.73.216.143da2