
Ada hal-hal tentang diri kita yang tidak pernah kita sangka menjadi sebuah daya tarik untuk seseorang, dan biasanya menjadi bagian paling menonjol.
Buatku, itu tubuh dan caraku memandang.
520Please respect copyright.PENANAz3ASluzNzj
Namaku Sarah. Aku menikah saat usiaku dua puluh dua tahun. Terlalu muda, kata orang. Tapi saat itu aku tidak merasa gegabah. Aku tahu persis kenapa aku memilih menikah muda bukan karena cinta semata, tapi karena aku merasa sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang kubutuhkan, dan cukup realistis untuk tidak menuntut terlalu banyak dari sebuah hubungan.
520Please respect copyright.PENANAVlTko2FjBW
Rambutku pendek sebahu, hitam, potongannya rapi dan selalu tampak bersih. Aku memakai kacamata karena mataku minus, tapi entah kenapa orang menganggap itu membuatku terlihat lebih menggoda. Mereka bilang aku mirip dosen muda di film-film baratl terutama saat aku mengenakan blus kerja yang pas badan, atau daster rumah tipis yang menyentuh kulit setelah mandi sore. Tubuhku tidak tinggi, tapi padat dan berisi di tempat-tempat yang sering membuat mata berhenti: pinggulku penuh, dadaku menonjol, dan kulitku kuning langsat. Bukan tipe perempuan glamor, tapi sering dikira genit hanya karena aku tahu bagaimana harus duduk, bicara, atau menatap tanpa sengaja.
520Please respect copyright.PENANAUR8Zhdzg4H
Padahal aku tidak sedang mencoba menarik perhatian siapa-siapa.
520Please respect copyright.PENANAiCtGXBDugu
Aku memang begini.
520Please respect copyright.PENANAscT3shdmpN
Dan mungkin, justru itu yang paling berbahaya.
Dan di balik semua itu... ada sisi lain yang selama ini kutahan rapat-rapat.
520Please respect copyright.PENANAkMQ3J8m3aq
***
520Please respect copyright.PENANAgMPFBXcYQh
Sebelum menikah, aku bukan gadis manis yang menunggu ciuman pertama. Aku pernah tidur dengan beberapa laki-laki. Mantan, teman, bahkan satu-dua orang yang singgah sesaat. Aku bukan pemuja cinta, aku pemuja rasa kenikmatan.
Dan Heru, suamiku, adalah rasa paling nyaman yang pernah kutemui.
520Please respect copyright.PENANAnZxNwe6ige
Heru enam tahun lebih tua dariku. Badannya tegap, pembawaannya tenang. Tipe laki-laki yang tidak banyak bicara, tapi membuat orang di sekitarnya merasa aman. Ada wibawa di cara dia berjalan, dan ada sesuatu di matanya yang selalu membuatku ingin bersandar.
Sebelum menikah, aku pernah jadi sekretarisnya. Dan waktu itu, aku pikir aku cukup mengenalnya. Tapi ternyata ia sangat memabukkan. Bukan hanya karena cara dia memperlakukan perempuan di depan umum, tapi karena bagaimana dia memperlakukanku di tempat paling pribadi. Dia tahu persis di mana harus menyentuh. Kapan harus mencium. Bagaimana membuat tubuhku bergetar, meledak, tanpa harus teriak.
520Please respect copyright.PENANA5mysxvvTYW
Kupikir, menikah dengannya akan cukup untuk menjinakkan semua sisi liarku. Kupikir, aku bisa jadi istri yang setia dan tenang. Tapi tidak semua hal bisa diselesaikan dengan cinta, atau bahkan kepuasan.
Setelah menikah, kami membeli rumah cukup besar di dalam kompleks perumahan yang tenang di pinggiran Jakarta. Lokasinya nyaman, sedikit tersembunyi, jauh dari keramaian. Heru menjalankan bisnisnya sendiri, mengelola perkebunan besar di daerah Bogor, kadang juga bisnisnya yang lain.
520Please respect copyright.PENANAJAyu18qT9H
Dia sering harus pergi keluar kota. Kadang hanya dua hari. Kadang bisa seminggu penuh. Belum lagi waktunya yang dibagi dengan dua anak dari pernikahan sebelumnya, Dania dan Rania, yang tinggal di kompleks usaha perkebunannya.
Aku mencoba mengerti. Menyibukkan diri di rumah. Menata jadwal, mencoba menjalani semuanya seperti istri pada umumnya. Tapi tubuhku bukan mesin yang bisa dimatikan dengan logika.
Ada malam-malam saat udara terlalu dingin dan kulitku terasa kosong. Ada pagi-pagi saat aku terbangun dengan napas tercekat dan celana dalam lembap. Hasratku tetap menyala. Dan Heru, sebaik apa pun, tidak selalu ada.
Tidak selalu bisa mengisi semua ruang yang butuh disentuh.
520Please respect copyright.PENANAFq8uKrfz4l
Aku mulai merasa kosong. Malam-malamku sepi, tidur sendirian di ranjang besar dengan tubuh yang masih kencang dan dada yang menegang kalau udara dingin menyelinap. Kadang aku terbangun dengan napas berat dan celana dalam lembab. Kadang aku menyentuh diriku sendiri, membayangkan hal-hal yang bahkan tak bisa kuucapkan keras-keras.
520Please respect copyright.PENANAgrpZBLLqWo
Sampai kemudian Anton muncul.
520Please respect copyright.PENANAgfbbhiMwKC
Tetangga baru. Rumahnya persis di sebelah. Awalnya cuma berpapasan waktu aku siram tanaman. Dia tinggi, kulit sawo matang, senyumnya agak terlalu percaya diri. Matanya selalu menyapu tubuhku saat aku pakai daster. Tapi aku pura-pura tak peduli. Sampai satu hari dia mampir, alasan klasik, ponselnya mati.
520Please respect copyright.PENANAFROyThjylW
Kriiiik...
520Please respect copyright.PENANAp8KPboRrdv
Bunyi pintu saat kubuka. Dia berdiri dengan senyum santai, aku mempersilahkannya untuk masuk. Saat itu aku cuma pakai daster peach, tipis, tanpa bra. Rambutku sedikit acak, putingku jelas samar dari balik kain. Dia menatap, aku tahu. Tapi kami tak bicara soal itu.
Kami ngobrol di sofa. Tentang kerjaan, cuaca, hal-hal ringan. Tapi posisi duduknya santai menyender, dan caraku membungkuk ambil charger, semuanya terasa seperti percakapan dalam bahasa tubuh. Tak bersuara, tapi jelas.
Waktu dia pamit dan bilang, “Makasih ya, Mbak,” sambil berdiri terlalu dekat, aku tidak mundur.
520Please respect copyright.PENANAX0H8KVliOD
Kami saling diam. Nafasnya hangat. Matanya menatap bibirku. Lalu semuanya terjadi begitu saja. Tubuh kami saling menempel. Tangannya menyentuh pinggangku, lalu turun ke pantat. Aku menghela napas.
520Please respect copyright.PENANAbjvexo48EN
“Shh…”
Tanganku mencengkeram bahunya. Dalam beberapa detik, kami sudah setengah telanjang di ruang tamu. Napas berat, kulit saling bertemu, desahan tertahan. Kami bercinta. Di sofa, di kamar mandi, kadang di lantai. Tak pernah bicara soal perasaan. Hanya tubuh dan itu cukup untukku.
520Please respect copyright.PENANAQkyoRCYRkX
Aku tidak merasa bersalah. Heru jarang pulang. Dan saat dia pulang, kami tetap bercinta. Bahkan lebih panas. Sampai aku tahu aku hamil, Anton menjauh.
Tak ada drama. Tak ada pesan. Hanya menghilang.
520Please respect copyright.PENANA3hwoAF85Q6
***
520Please respect copyright.PENANATNInlWCSdG
Setelah melahirkan, aku kembali sendiri. Heru makin sibuk, rumah makin sunyi. Sampai satu hari, Heru bilang keponakannya akan tinggal di rumah. Namanya Tejo. Anak dari kakaknya di desa. Heru ingin membiayai sekolahnya di Jakarta.
520Please respect copyright.PENANAzYLGRgHdNN
“Daripada di kampung gak jelas, mending tinggal sama kita,” katanya.
Aku tak keberatan. Kupikir anak kampung pasti sopan, malu-malu, dan sibuk dengan sekolah.
520Please respect copyright.PENANAiRfP7JmDkN
Ternyata aku salah, Hari pertama dia datang, aku yang bukakan pintu.
520Please respect copyright.PENANAcDdVNcdrjt
Dia berdiri di ambang pintu, membawa tas besar. Wajahnya, terlihat malu-malu, matanya terlihat langsung naik-turun menyapu tubuhku. Saat itu aku pakai daster tidur warna biru, bagian dada ku sedikit terbuka, juga rambutku masih basah habis mandi.
Tatapannya terasa tidak seperti anak remaja, tapi seperti laki-laki yang lapar. Kami berjabat tangan. tangannya kasar. Saat aku memimpin ke kamar tamu, aku bisa rasakan pandangannya tetap di punggungku. Yang awalnya kukira anak kampung yang polos di permukaan, semakin lama aku tahu ada sesuatu di balik diamnya.
520Please respect copyright.PENANAXIbufm26fI
Usianya mungkin baru delapan belas, tapi tubuhnya sudah laki-laki sepenuhnya. Tingginya sedikit di atas Heru, kulitnya putih bersih, matanya sipit dengan tatapan yang sering berpura-pura tak tahu apa-apa. Tapi dari cara dia melihat tubuhku saat aku memakai daster, dari bagaimana dia diam-diam memerhatikan lengkung pahaku saat aku duduk di sofa, aku tahu, dia bukan remaja yang polos. Dia laki-laki muda yang sudah memiliki hasrat.
520Please respect copyright.PENANAwHwNEzWNaF
Beberapa hari pertama dia biasa saja. Rajin, pendiam. Tapi tiap kali aku lewat, aku merasa dinilai oleh tatapannya. Kadang aku duduk di sofa menyilangkan kaki, dia duduk di karpet, pura-pura nonton TV. Tapi aku tahu, dia sering mencuri lirik dari sudut mata.
Dan aku? Aku mulai permainan menggodanya. Mulai dari memakai tanktop tanpa bra. Menyapu rumah pakai celana pendek. Membungkuk lebih rendah saat aku memakai daster, waktu mengambil barang.
Dia diam saja, terkesan cuek, tapi aku tahu, dia memperhatikan tingkah laku Tantenya yang nakal ini.
520Please respect copyright.PENANAeavcUDRmPC
Malam itu, aku lewat depan kamarnya, pintunya setengah terbuka. Lampunya redup. Aku berjalan pelan, mengintip sedikit. Dia duduk di ujung kasur, sedang membaca buku pelajaran sekolahnya. Pakaian yang kugunakan saat itu daster tipis dengan kerah yang cukup rendah, memperlihatkan bagian atas dadaku dengan sempurna.
520Please respect copyright.PENANAWpHR9giEJu
Aku pun memunculkan diriku dengan berdiri di depan pintu kamarnya, dan menyandarkan bahu ke kusen. “Lagi belajar Jo?” tanyaku. Dia menoleh cepat. Matanya langsung fokus ke arah dadaku, lalu ke wajahku. “Iya, Tante,” jawabnya gugup.
Aku tersenyum. “Jangan kemaleman ya, harus tidur cepet, besok sekolah.”
520Please respect copyright.PENANAyk43TINkmK
Lalu berlalu. Tapi malam itu, aku yakin dia akan sulit untuk tidur.
520Please respect copyright.PENANAuxvmxn3BMh
***
520Please respect copyright.PENANA0MGwLtk1uN
Hari-hari berikutnya tubuhku seperti tak tahan untuk segera merasakan kehangatan pria. Heru makin sering pergi dan Tejo kehadirannya disini semakin membuatku ingin menjadikannya sebagai pelampiasan.
520Please respect copyright.PENANAvuwRmglO0x
Sore itu, aku menyetrika di ruang tengah. Pakai daster ketat berbahan kaos. Dadaku menonjol, pahaku yang mulus mengintip. Tejo pulang sekolah, saat membuka pintu pelan, wajahnya melihat kearahku. Aku tahu tatapan matanya tak bisa lepas dari pemandangan ini.
Aku pura-pura fokus. Tapi aku bisa dengar napasnya berat, saat dia mulai duduk di sofa, aku menoleh kearahnya. “Capek Jo?” tanyaku ringan.
“Lumayan, Tante...” jawabnya pelan sambil matanya tidak lepas kearah dadaku.
520Please respect copyright.PENANAMSrcmoVbdU
Aku berdiri dekat, terlalu dekat. Dia pun mulau merasa gelisah. Matanya bergerak tak tentu arah, aku hanya senyum kecil, lalu berbisik pelan,
520Please respect copyright.PENANAkWfWLjvjOr
“Suka ya lihat Tante pake daster kayak gini?” ucapku nakal kepadanya, dia hanya bisa diam. Tapi tubuhnya menjawab lebih dulu.
Dan hari itu jadi awal dari semuanya, aku tidak pernah menyesal jadi perempuan yang butuh lebih dari sekadar cinta. Aku Sarah. Dan tubuhku bukan milik siapa-siapa.
Kecuali milikku sendiri.
520Please respect copyright.PENANAA328Z2SqXA
Hari-hari berikutnya berubah. Bukan drastis, tapi cukup terasa.
Tejo makin sering muncul di sekitarku. Tidak bicara banyak, tapi keberadaannya selalu terasa. Dia duduk lebih dekat, diam lebih lama, dan matanya semakin sulit menyembunyikan apa yang dipikirkan.
520Please respect copyright.PENANAThwuvyemDY
Dan aku, justru menikmati semuanya.
520Please respect copyright.PENANAjFAMxJxI9y
Aku mulai memakai baju-baju lama. Tanktop putih tipis, celana pendek yang hanya kupakai saat masih pacaran dulu. Rambut kubiarkan tergerai. Kacamata tipis kugunakan agar tak terlalu mencolok. Tapi aku tahu, semuanya cukup untuk membuatnya membayangkanku sebelum tidur.
520Please respect copyright.PENANAcJ0q270FIH
Suatu sore, aku sedang menyetrika. Mengenakan kaus rumah ketat dan celana pendek, tanpa bra. Pintu depan terbuka pelan, menandakan Tejo pulang sekolah. Langkahnya terdengar di lantai. Aku pura-pura tidak tahu dia datang, tapi ekor mataku menangkapnya berhenti beberapa detik ketika kurasakan kehadirannya ada didekatku. Matanya jatuh lagi ke belahan dadaku yang naik-turun karena gerakan menyetrika.
Aku tetap tenang. Tapi senyum tipis muncul di sudut bibirku.
520Please respect copyright.PENANAOnDTF73un6
Ia kemudian duduk di sofa didekatku, aku bisa merasakan udara berubah. Ada ketegangan tak kasat mata. Aku menoleh, pura-pura iseng. “Mata kamu ngeliatin Tante terus nih kayaknya.”
Dia gelagapan. “E-eh enggak, Tante.” Aku tersenyum singkat. Namun dengan sengaja aku menghela napas dalam, membiarkan dadaku bergerak jelas di balik kaus.
“Hhh... sange,” gumamku pelan, nyaris tak terdengar.
Tapi aku tahu dia mendengar.
520Please respect copyright.PENANAXYWsB5jPvX
Malam itu aku tak bisa tidur. Bayangan Tejo duduk di sofa sambil diam-diam menatap dadaku membuatku geli sekaligus panas. Aku berbaring menyamping. Satu tangan menahan kepala.
Tangan satunya pelan menyusup ke bawah selimut.
Celana dalamku lembab.
520Please respect copyright.PENANAU9Zk5FRWRl
Aku mengusap lembut, membayangkan dia berdiri di belakangku, mengintip. Membayangkan napasnya di leherku. Jemarinya yang gemetar menyentuh pinggangku...
520Please respect copyright.PENANAZtQSG7GI5m
“Ahhh...”
Aku mengejang pelan. Tubuhku menggigil. Tapi hatiku tak tenang. Ada rasa bersalah. Tapi tubuhku tak peduli. Dan malam itu, aku tidur dengan sisa kenikmatan yang menempel di jari.
520Please respect copyright.PENANAPhONdUu9f5
***
520Please respect copyright.PENANAbFr4nF20tS
Beberapa minggu kemudian, Heru kembali ke luar kota.
520Please respect copyright.PENANAUhjMEtz32n
Tejo sudah mulai lebih berani. Paling tidak, dalam hal diam-diam mengamatiku. Aku tahu dia sering berdiri di depan pintu kamarnya, pura-pura mencari sesuatu, hanya untuk melihatku berjalan ke dapur. Aku tahu dia sengaja menonton TV saat aku bersih-bersih.
Dan aku, mulai membalas.
520Please respect copyright.PENANAckkzWj4LUS
Aku berjalan lebih pelan. Duduk lebih terbuka. Menyandarkan punggung di sofa dengan satu lutut tertekuk, agar celana pendekku menyingkap sedikit lebih banyak. Dan yang paling berani kulakukan, adalah keluar kamar hanya dengan handuk, sesaat setelah mandi.
Handuk itu nyaris tidak menutupi apa pun. Rambutku masih basah. Leherku mengilap. Aku berjalan perlahan menuju kulkas. Mengambil air dan membungkukan badanku. Dan saat aku berdiri kembali, dia ada di belakangku. Nafasnya berat. Tangannya menggenggam sisi meja.
520Please respect copyright.PENANA48Dmp9QeT0
Kami saling menatap. Lalu aku berbisik, “Kamu ngintip, ya?” Dia tidak menjawab.
Aku mendekat. Sangat dekat. Tanganku menyentuh dadanya, pelan. Tapi tidak mendorong.
520Please respect copyright.PENANASDNZwjUpOq
“Jangan bilang siapa-siapa…”
Lalu aku berjalan pergi, membiarkannya berdiri sendiri di dapur, dengan dada naik-turun dan mata yang belum berani menatap langsung.
520Please respect copyright.PENANAx2n97GAQTU
Beberapa hari kemudian, pintu kamarku diketuk pelan.
520Please respect copyright.PENANAyaBPh4xMkv
Tok tok…
Aku membuka, sedikit terkejut. Tejo berdiri di sana, menghindari tatapanku.
520Please respect copyright.PENANAQ7EigDpI3q
“Ada apa?” tanyaku heran melihatnya. “Aku... boleh masuk kah Tante?”
Aku menatapnya beberapa detik. Lalu membiarkan pintu terbuka.
520Please respect copyright.PENANA5JigKw6U5q
Dia masuk pelan. Duduk di pinggir ranjang. Aku berdiri di dekat meja rias, memakai kaus tipis dan celana dalam.
520Please respect copyright.PENANA6zuAGWiKDN
“Ada apa Jo?” Dia menunduk. Tapi matanya sesekali mencuri pandang. Aku menghampirinya. Berdiri di depannya. Membiarkan jarak tubuh kami tinggal beberapa senti.
“Tejo…” Dia mendongak.
Aku menyentuh pipinya. Menarik dagunya, menatap matanya dalam-dalam.
“Kamu pengin Tante, ya?” Dia mengangguk kecil. “Maaf…” Aku menggeleng. “Jangan minta maaf.” Lalu aku mencium bibirnya.
Dan semua batas runtuh seketika.
520Please respect copyright.PENANAFxvoZV9LL0
Ciuman pertama kami canggung. Nafasnya cepat, bibirnya gemetar. Tapi tangannya sudah naik ke pinggangku. Tubuhku menegang bukan karena takut, tapi karena aku tahu tak ada jalan kembali.
Aku menindih tubuhnya, duduk di atas tubuhnya. Kaus kutarik ke atas, lalu kulepas sendiri. Payudaraku terbuka. Dia menatapnya lama, seolah tak percaya. Lalu menyentuhnya dengan agu-ragu.
Aku memejamkan mata, membiarkan desah pertama lolos dari bibirku.
520Please respect copyright.PENANAiBPuurY7UW
“Ahh…”
Tangannya menyentuhku makin berani. Mencium putingku, mengulum perlahan, napasku tercekat. Aku meremas rambutnya, membimbing wajahnya, lalu merunduk, mencium lehernya, dadanya, lalu membisik di telinganya:
520Please respect copyright.PENANA5aTGCphBd4
“Kalau kamu nggak siap, bilang ya...”
Dia tidak bilang apa-apa.
520Please respect copyright.PENANAvR5iRweU7a
Dia mendorong tubuhku pelan ke kasur, lalu membuka celananya. Batangnya sudah keras. aku menarik celana dalamku sendiri, lalu menggenggamnya, membimbing perlahan ke dalam tubuhku.
520Please respect copyright.PENANAasbtp3w3kD
“Ahhh…” Pelan, sangat pelan, hingga terasa penuh.
Tubuh kami menyatu. Pinggulnya bergerak ragu di awal, tubuhku merespons cepat. Kaki membuka lebih lebar. Tangan memeluk punggungnya dan mulutku menempel di pundaknya, mengisap lembut kulitnya.
520Please respect copyright.PENANAhCn5k8MPs6
Pak pak pak...
Suara kulit bertemu kulit mengisi kamar. Tempat tidur berderit pelan.
520Please respect copyright.PENANAO4MfIsTSMk
“Kamu enak banget, Tejo...” Dia menjawab dengan desahan panjang, “Ahhh... Tante... ahhh...”
Irama tubuhnya makin mantap. Aku menggeliat, tubuhku melengkung. Cairan hangat mengalir di antara paha.
“Tante keluar, Jo...” Dan saat aku meledak, dia mengerang lebih keras, lalu ikut menyemprotkan miliknya jauh ke dalamku.
520Please respect copyright.PENANA5AY5zTfgP2
Crot...
520Please respect copyright.PENANAqCHKwdu8fr
Kami terbaring berdampingan. Nafas terengah, dada naik-turun, tubuh berkeringat. Tapi tak ada rasa sesal. Malam itu, dia tidur di sebelahku. Tanpa baju, memelukku dari belakang.
Dan aku tidur dengan perasaan damai.
520Please respect copyright.PENANAPLNzNZcItT
***
520Please respect copyright.PENANAvu8tJnUfKz
Setelah malam itu, semuanya tak bisa kembali seperti semula.
520Please respect copyright.PENANAESHDpP5tYc
Heru masih sering keluar kota. Dan di setiap kepergiannya, rumah ini berubah jadi panggung sunyi yang diisi dengan desahan dan ciuman. Tejo makin berani. Bahkan mulai masuk ke kamarku tanpa mengetuk. Kadang subuh, kadang siang, aku sama sekali tidak menolak.
Aku bahkan mulai berdandan untuknya. Memakai lingerie saat sendirian di rumah. Menyemprotkan parfum ke paha, menyisir rambut lebih rapi. Memilih daster yang kainnya tembus cahaya. Aku tidak butuh kata-kata cinta, aku hanya butuh dientot.
Dan Tejo selalu siap jadi pelampiasannya.
520Please respect copyright.PENANAGF4PqGI35b
Namun semua berubah saat sosok Luki hadir diantara kami. Dia teman satu angkatan Tejo, lebih tua dua tahun dari Tejo, karna ia tinggal kelas atas ulahnya yang bandel. Kulit tubuhnya lebih gelap, sedikit kusam, kadang memancarkan bau matahari. Yang membuatnya terasa berbahaya, kalau Tejo seperti api yang menyala tanpa kendali, Luki seperti bensin diam yang hanya butuh satu percikan. Tatapannya tidak seberani Tejo, tapi lebih licik, lebih dalam. Dia tidak sering bicara, tapi tubuhnya selalu bicara lebih dulu. Dari cara dia duduk dengan lutut terbuka seakan ingin memamerkan tonjolan celananya, dari cara bahunya menegang saat aku lewat terlalu dekat. Otot-otot di pahanya kencang seperti pemain bola, dan sorot matanya seperti anak remaja yang terlalu sering menonton film panas tengah malam, lalu mendapati objek khayalnya tinggal di rumah sebelah. Aku bisa merasakan tubuhku bereaksi hanya dari caranya berdiri sejak pertama kali bertemu denganku. Aku tahu dia juga punya tatapan yang sama seperti Tejo, penuh penasaran, dan sedikit kelaparan atas tubuhku ini.
520Please respect copyright.PENANARSPIzmtgPM
Hari itu aku keluar kamar hanya dengan kaus putih tipis dan celana pendek. Rambutku masih basah, habis mandi. Aku tidak tahu Luki datang dan saat kami berpapasan di lorong, dia membeku. Matanya menelusuri dadaku, lalu cepat-cepat berpaling.
520Please respect copyright.PENANAmwOAcGpikZ
“Baru datang, Luk?” tanyaku sambil tersenyum. “Iya... Tante...” jawabnya, gugup.
Aku berjalan pelan melewatinya. Dan aku tahu dia tak bisa melupakan bentuk tubuhku yang hanya tertutup selembar kaus tipis itu.
520Please respect copyright.PENANAjqbhDJniRi
Malamnya, Tejo masuk ke kamarku seperti biasa. Kami bercinta dalam gelap. Tapi pikiranku melayang. Bukan ke suamiku, bukan ke tubuh Tejo, tapi ke tatapan Luki sore tadi.
Dan saat aku orgasme, nama yang hampir keluar dari bibirku,
Bukan Tejo.
520Please respect copyright.PENANAulpM7TQoKl
Beberapa hari setelahnya, Luki semakin sering datang. Kadang siang, kadang sore. Selalu dengan alasan ingin bertemu Tejo, belajar kelompok, atau hanya mampir sebentar. Tapi aku tahu, itu bukan alasan sebenarnya. Dia sedang mengamati dan aku juga senang memancing pemuda itu.
520Please respect copyright.PENANACcn03180Ur
Aku mulai sengaja menyapu rumah saat dia datang. Mengenakan tanktop tipis dan celana pendek. Kadang saat dia duduk di sofa, aku membungkuk sangat rendah mengambil sesuatu. Garis pantatku terlihat jelas di bawah kain celanaku.
Dia sering terdiam kaku saat memandangku, tangannya mengepal. Matanya tak bisa berpaling, lalu buru-buru menunduk saat aku berpura-pura sadar dia memperhatikan.
520Please respect copyright.PENANAVZunNJXaYm
Dan aku, selalu berpura-pura tak tahu akan tingkahnya. Meskipun tubuh ini selalu meresponnya dengan putingku yang selalu menegang, paha bagian dalamku terasa hangat setiap kali dia datang.
520Please respect copyright.PENANAXbwIzVVEfE
***
520Please respect copyright.PENANActtuCPNQC8
Sore itu, hujan turun deras. Tejo sedang mandi. Aku membuka kulkas sambil membungkuk, hanya mengenakan daster pendek tanpa dalaman. Saat menutup pintu kulkas, Luki berdiri di belakangku. Jarak kami terlalu dekat.
Aku mendongak perlahan, tatapan kami bertemu, napasnya terdengar berat. Wajahnya tegang, matanya tak ragu-ragu turun ke dadaku, lalu naik ke bibirku.
520Please respect copyright.PENANAO0IDvN9CxR
Aku tersenyum kecil, “Mau minum?” Dia tidak menjawab.
Lalu aku pergi, meninggalkan dia berdiri kaku di dapur.
520Please respect copyright.PENANAI9pEremcsT
Beberapa detik kemudian, Tejo keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk. Situasi yang canggung itu membuat Luki kembali duduk di sofa, aku duduk di meja makan. Dasterku dengan sengaja aku angkat sampai atas paha, dan aku tahu mata Luki menatap dari sudut pandang yang paling licik.
520Please respect copyright.PENANA3NnSFtpumF
Dan aku tak menutupnya, aku menatap kearahnya sambil tersenyum tipis sambil ku mainkan lidahku, untuk menyapu sisa air yang berada disudut bibirku.
520Please respect copyright.PENANAZc3hHyGykg
Setelah Luki pulang, Tejo masuk ke kamarku tanpa bicara. Ia langsung menindihku, bibirnya melumatku penus nafsu, tangannya menyentuh kasar kedua payudaraku. Dia memasukan batang kejantannya dengan kasar. Aku tetap menikmati setiap gerakannya.
520Please respect copyright.PENANAV8XHnlT173
Pak pak pak…
Ranjang berderit, aku menggeliat, payudaraku semakin digenggam kasar, pinggulku ditekan.
520Please respect copyright.PENANAGpHrqpsysx
“Ahhh… kerasin, Jo… lebih keras…”
Dia mengejan, lalu meledak di dalam. Tak lama, ia terlelap, tapi aku tak bisa tidur. Karena pikiranku...
Malam itu, aku kembali menyentuh diriku sendiri di bawah selimut. Jemariku bermain pelan. Dan bayangan yang muncul adalah Luki.
520Please respect copyright.PENANAdrbGDaLcJ9
Luki yang duduk di sofa, melihatku mengangkat dasterku hingga keatas paha. Lalu tak sanggup menahan dirinya melihat tingkahku, ia pun memeluk tubuhku dari belakang. Luki menyentuh pahaku dengan tangan gemetar, menciumku dengan buas, lalu mengangkatku ke meja makan.
520Please respect copyright.PENANAVgUlHueOkH
Tubuhku menggeliat, jemariku makin dalam.
520Please respect copyright.PENANA6DeL4vMeFb
“Hmmmph” Aku mencapai puncak dalam bisu.
Lalu menangis pelan, menutup wajah dengan tangan, tapi bukan karena menyesal.
520Please respect copyright.PENANA755yKAwDKo
Karena aku tahu...
Aku ingin lebih itu segera terjadi.
520Please respect copyright.PENANAZiQftpJJ5G
Tak terasa hampir dua bulan sejak malam pertama dengan Tejo. Dan sejak itu, rumah ini semakin berubah jadi panggung rahasia penuh desir dan peluh. Heru makin sibuk,Tejo makin rakus dan Luki makin sering datang.
Ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Semakin dalam aku tenggelam, semakin aku merasa kehilangan kendali. Tejo bukan lagi sekadar pelarian. Dia jadi semacam narkotika yang tak bisa kuletakkan.
520Please respect copyright.PENANALm4VignT94
Tapi Luki, dirinya adalah ancaman baru. Belum menyentuhku, tapi sudah mengusik habis-habisan. Dan aku tidak yakin bisa menahannya lebih lama.
520Please respect copyright.PENANAmjMOItj2re
Satu malam, saat aku berdiri di depan jendela, mengenakan kimono tidur tipis tanpa dalaman, aku melihat Luki melongok ke arah rumahku dari pagar luar. Tak sengaja atau tidak, aku tak tahu. Tapi dia berdiri cukup lama. Dan saat aku membiarkan jendela tetap terbuka, dia tidak berpaling. Kami saling menatap dari kejauhan. Dalam diam saling berpandang, aku tahu itu adalah sebuah ajakan untuk pertemuan yang benar-benar intim. Dan malam itu, saat Tejo mencumbuku lagi dalam gelapnya kamar ini, tubuhku pasrah. Tapi pikiranku sudah mulai berpindah, ke apa yang akan terjadi nanti, dan untuk pertama kalinya, aku tahu, aku bukan sekedar seorang istri lagi, bukan juga seseorang yang sedang berselingkuh.
520Please respect copyright.PENANAZ24qBcOHiH
Aku adalah perempuan yang sedang mencari siapa yang benar-benar bisa memilikinya.
Dan pertarungan itu baru saja dimulai.
ns216.73.216.197da2