
Pagi itu, udara terasa berbeda. Matahari memang bersinar seperti biasa, tapi cahaya yang masuk dari sela tirai kamar terasa dingin, menegangkan.
381Please respect copyright.PENANAjNN4e8IQRP
Heru sudah berangkat kerja dan kini aku berdiri di depan cermin kamar, sambil merapikan rambut. Aku memakai daster yang longgar dan panjangnya hingga paha, tanpa bra, tanpa celana dalam, untuk mempermudah apa yang akan terjadi nanti. Aku menatap refleksiku sendiri, mata sayu, ekpresi tidak menentu dan napas yang terasa lebih cepat dari biasanya.
381Please respect copyright.PENANAggZxhdk3pI
Hari ini bukan sekadar pagi biasa. Ini adalah hari penentuan. Hari dimana dua laki-laki muda akan saling bertarung, bukan dengan kata-kata, bukan dengan adu otot, tapi dengan tubuh mereka. Untukku, untuk menentukan siapa yang berhak memiliki tubuhku, mungkin juga hatiku.
381Please respect copyright.PENANAtcRpdF9Ddb
Dapur beraroma kopi, aku menyeduhnya pelan, mencoba menahan getar di ujung jariku. Suara langkah pelan terdengar dari lorong. Aku tahu itu Tejo, langkahnya selalu hati-hati, seperti takut mengganggu. Tapi kali ini berbeda. Ia muncul dengan mata yang penuh hasrat dan rahangnya terlihat mengeras.
381Please respect copyright.PENANAfpPW4uQHYa
“Pagi, Tante,” ucapnya datar.
“Pagi,” balasku pelan. Tanganku tetap menggenggam cangkir, menahan gemetar.
381Please respect copyright.PENANAdsk19SI7sl
Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar. Luki berjalan masuk ke dapur hanya mengenakan kolor yang ketat. Rambutnya masih acak-acakan karena baru bangun tidur, dan wajahnya terlihat santai, terlalu santai.
381Please respect copyright.PENANAAbT2kIAPrt
“Pagi juga, Tante…” ucapnya sembari merangkulku dari belakang. Bibirnya menyentuh pundakku.
381Please respect copyright.PENANAIMMV0fwByH
Tejo diam, wajahnya menunjukan ekpresi tidak suka akan situasi ini. Tangannya pun mengepal.
Luki menyengir ke arahnya, lalu duduk di kursi dapur. “Ngopi bareng yuk, Jo,” ucapnya santai. Tapi nadanya penuh tantangan.
381Please respect copyright.PENANAdLvAATkfei
Tak ada yang membalas. Hanya diam. Tapi aku bisa merasakannya, udara di ruang ini seperti menipis, jantungku berpacu lebih cepat. Akhirnya aku bicara. “Kalian mau bertanding sekarang?”
381Please respect copyright.PENANANHrzD76yGf
381Please respect copyright.PENANAva2mn10haB
381Please respect copyright.PENANAigQqBJtbT2
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.381Please respect copyright.PENANAuECNhT2afc