
Chapter 2
Suaminya menarik Nadia dalam pelukan hangatnya. "Nadia, jangan merasa bersalah. Ini bukan salahmu, bukan salah siapa-siapa. Ini semua kehendak Allah. Kita hanya bisa berusaha dan bersabar."6141Please respect copyright.PENANAqffsbKcpZN
Kata-kata suaminya memberikan sedikit kelegaan pada hati Nadia. Ia menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, merasakan dukungan dan cinta yang tulus.6141Please respect copyright.PENANAVJSPLavRBb
“Aku hanya ingin kita bahagia, tidak peduli apa yang orang lain katakan,” bisik suaminya lagi.6141Please respect copyright.PENANAP16UvhopsS
Nadia mengangguk, menyadari bahwa apapun yang terjadi, ia tak sendiri. Ada suaminya yang selalu setia di sisinya, mendukungnya tanpa syarat. Meski pertanyaan-pertanyaan dari orang lain terus menghujam seperti panah, Nadia tahu bahwa kekuatan dan kebahagiaan mereka tak tergantung pada pandangan orang lain, melainkan pada keyakinan dan cinta yang mereka miliki satu sama lain.6141Please respect copyright.PENANA6ohK1rtTUR
Sindiran-sindiran yang sering diterima Nadia semakin menambah beban pikiran yang sudah berat di pundaknya. Dalam diam, ia mulai mempertanyakan hal-hal yang sebelumnya tak pernah terlintas di benaknya. Apakah benar ada yang salah dengan suaminya, Ilham? Apakah mereka kurang berusaha atau ada yang terlewat dalam usaha mereka memiliki anak? Pertanyaan itu terus menghantuinya, meski ia tak pernah ingin memikirkannya.6141Please respect copyright.PENANA0Z4lb8E2W1
Suatu malam, setelah Ilham tertidur pulas, Nadia duduk di sisi ranjang mereka, matanya menatap suaminya yang terlelap. Ilham, lelaki yang selama ini setia mendampingi dan mencintainya tanpa syarat, selalu menjadi sosok yang kuat di matanya. Namun, kata-kata dari mulut nyinyir yang pernah didengarnya seperti racun yang perlahan-lahan meresap ke dalam pikirannya.6141Please respect copyright.PENANAleh1xNiqJk
"Ilham mungkin kurang perkasa," kalimat itu terngiang-ngiang di telinganya, berputar tanpa henti.6141Please respect copyright.PENANAEBcSqcgMEp
Nadia menggigit bibirnya, menahan perasaan bimbang yang mulai menyeruak. Ia tak pernah meragukan suaminya, tapi bayangan sindiran itu membuatnya goyah. Apa benar ada sesuatu yang salah? Apakah mereka harus melakukan sesuatu? Tapi, bagaimana ia bisa mengungkapkan hal ini pada Ilham tanpa menyinggung perasaannya? Bagaimana ia bisa membicarakan hal yang begitu sensitif ini?6141Please respect copyright.PENANAhPmFxELhPU
Nadia teringat pada senyuman Ilham yang selalu menenangkan hatinya. Senyuman yang penuh kasih sayang dan kesabaran, yang tak pernah menunjukkan kekhawatiran meski mungkin Ilham pun merasakan tekanan yang sama. Apakah suaminya juga memikirkan hal yang sama? Atau mungkin Ilham merasa tak berdaya namun memilih untuk tak membicarakannya agar Nadia tidak khawatir?6141Please respect copyright.PENANAyQ84u2AaDL
Namun, Nadia juga tahu bahwa menanyakan hal ini secara langsung bisa merusak kepercayaan diri Ilham, bisa menyinggungnya dengan cara yang tak diinginkannya. Bagaimana jika dengan menanyakannya, ia malah menyakiti hati Ilham?6141Please respect copyright.PENANAReeuZcgObf
Ia menundukkan kepala, memejamkan mata sambil berdoa dalam hati. "Ya Allah, berikan aku kebijaksanaan dan kesabaran. Tunjukkan jalan yang terbaik untukku dan suamiku."6141Please respect copyright.PENANA7euzm7ZMmP
Di tengah kebimbangan itu, Nadia memutuskan untuk tetap diam, untuk sementara waktu. Ia percaya bahwa cinta mereka lebih penting daripada apa pun, dan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah ujian dari Allah yang harus mereka hadapi bersama. Nadia ingin menjaga perasaan suaminya, menjaga keutuhan rumah tangga mereka, sambil terus memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk dan kekuatan.6141Please respect copyright.PENANAR2tr5svFCe
Nadia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia akan selalu mendukung Ilham, seperti Ilham yang selalu ada untuknya. Di dalam hatinya, Nadia yakin bahwa cinta dan keikhlasan adalah kunci utama yang akan menjaga mereka tetap kuat dalam menghadapi segala cobaan, meski dunia di luar terus mencoba menggoyahkan keyakinan mereka.6141Please respect copyright.PENANAuoSZ387laE
Sore itu, suasana di sekolah sudah mulai sepi. Suara-suara riuh rendah anak-anak yang berlarian di halaman telah lama menghilang, digantikan oleh keheningan yang hanya sesekali dipecahkan oleh suara angin. Nadia, yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaan di ruang guru, merasa lega saat akhirnya semua tugasnya selesai. Saat melihat jam, ia menyadari bahwa waktu sudah masuk magrib, dan sebelum pulang, Nadia memutuskan untuk menunaikan shalat di musholla sekolah.6141Please respect copyright.PENANA5o6hi98UDD
Setelah menyimpan buku-buku dan menata mejanya, Nadia berjalan menuju musholla yang terletak di pojok sekolah. Langkah-langkahnya tenang, namun ada sedikit rasa lelah yang terasa di kakinya setelah seharian mengajar dan bekerja. Saat tiba di musholla, ia menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Musholla dan kamar mandi itu terletak agak terpisah dari bangunan utama sekolah, bersebelahan dengan sumur yang sering digunakan untuk keperluan air.6141Please respect copyright.PENANAFvI7Hd6UVi
Saat Nadia mendekati kamar mandi, ia berhenti sejenak, matanya membulat kaget. Di depan sumur, Albert, satpam sekolah yang selama ini dikenal ramah dan selalu menjaga keamanan sekolah dengan baik, sedang mandi. Namun, yang membuat Nadia benar-benar terkejut adalah kenyataan bahwa Albert tidak sedang mandi di dalam kamar mandi, melainkan di luar, langsung dari sumur, dan.ia dalam keadaan telanjang bulat tanpa busana.6141Please respect copyright.PENANADr7EmCcWzG
Keduanya sama-sama terkejut. Albert, yang tengah menyiramkan air ke tubuhnya yang berotot, langsung berhenti dan menatap Nadia dengan wajah terkejut. Nadia, yang juga kaget, spontan memalingkan wajahnya, merasa sangat tidak nyaman dengan situasi yang terjadi.6141Please respect copyright.PENANA8tJjFL6JoR
"Saya minta maaf, Bu Nadia!" Albert cepat-cepat menyambar handuk yang tergantung di dekatnya dan menutupi tubuhnya. Wajahnya tampak panik, tidak menyangka akan ada orang lain di sana.6141Please respect copyright.PENANALoHjTuIpEm
Nadia berusaha menjaga ketenangannya, meskipun jantungnya berdetak cepat. "Maaf juga, Pak Albert. Saya... tidak tahu ada orang di sini," jawabnya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha untuk tidak terlihat terlalu kaget.6141Please respect copyright.PENANA82sZdoWSXR
Tanpa banyak bicara lagi, Nadia segera berbalik dan berjalan cepat menuju musholla, mencoba mengatur napasnya yang masih tersengal. Namun, bayangan yang baru saja dilihatnya terus menghantui pikirannya. Tubuh Albert yang perkasa, dengan otot-otot yang tampak jelas di bawah sinar lampu redup, dan satu hal lagi yang membuat Nadia merasa sangat tidak nyaman dia melihat fakta bahwa dia melihat kontol Albert. Kontol yang tidak disunat, kontol berkulup. Ukurannya jauh lebih besar dari milik suaminya.6141Please respect copyright.PENANAiyEo84l33H
Saat mengambil wudhu, Nadia berusaha keras untuk menghilangkan bayangan itu dari pikirannya. Ia beristighfar berulang kali, berusaha menenangkan hatinya yang gelisah. Namun, bayangan tubuh Albert yang kokoh dan apa yang dilihatnya terus saja muncul di benaknya, meski ia berusaha keras untuk melupakannya.6141Please respect copyright.PENANAOHNyCqMuMM
Ketika shalat, Nadia berusaha khusyuk, memohon ampunan dan ketenangan dari Allah. Ia merasa sangat bersalah karena pikirannya masih terganggu oleh apa yang baru saja dilihatnya, meskipun itu tidak sengaja. Setelah selesai shalat, ia duduk sejenak, berdoa agar hatinya tetap bersih dan pikirannya tidak tergoda oleh bayangan-bayangan yang tak seharusnya ada.6141Please respect copyright.PENANA2OWbqrWPpm
Dalam perjalanan pulang, meskipun malam semakin larut dan udara semakin dingin, Nadia merasa pikirannya masih belum tenang. Ia terus mengingatkan dirinya bahwa kejadian tadi hanyalah sebuah kebetulan, sesuatu yang tidak disengaja, dan tidak seharusnya mempengaruhi perasaannya. Namun, ia tahu bahwa kejadian itu akan membekas dalam pikirannya, setidaknya untuk sementara waktu.6141Please respect copyright.PENANAiwJ1m8s5As
Nadia tahu bahwa ia harus berbicara dengan Ilham, suaminya, tentang hal ini, meskipun hanya sekedar untuk menenangkan hatinya. Namun, ia juga takut bahwa dengan berbicara, ia mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih besar, terutama karena bayangan itu melibatkan sesuatu yang seharusnya tidak pernah ia lihat. Sebuah kontol yang begitu besar. Yang jauh lebih besar dari milik suaminya. Nadia begidik membayangkan hal itu.6141Please respect copyright.PENANAMp03rfNl1u
Setelah kejadian itu, Nadia merasa beban di hatinya semakin berat. Meski sudah berusaha keras untuk melupakan apa yang dilihatnya, bayangan tersebut masih saja menghantui pikirannya. Dalam setiap detik sunyi, saat ia sendirian di rumah atau saat tengah malam saat Ilham telah tertidur, pikiran itu muncul kembali.6141Please respect copyright.PENANApa2Ym2MhYQ
Setiap kali ia berusaha untuk berbicara dengan Ilham, bibirnya seolah terkunci. Ada ketakutan yang menggelayut di hatinya—takut bahwa jika ia membicarakan hal itu, ia justru akan memperburuk keadaan, membuka ruang untuk salah paham yang tak diinginkannya. Ia tak ingin Ilham merasa terhina atau merasa tidak cukup baik di matanya. Di sisi lain, Nadia juga merasa malu dan bersalah atas pikirannya sendiri, takut Ilham akan menilai dirinya berbeda jika ia tahu apa yang ada di dalam benak Nadia.6141Please respect copyright.PENANAyY33jP2eR4
Maka, Nadia memilih untuk memendam semuanya sendiri. Setiap malam, sebelum tidur, ia berusaha membersihkan pikirannya dengan doa-doa panjang, memohon kepada Allah agar perasaan gelisah itu hilang. Tapi setiap kali ia menatap wajah Ilham yang sedang tidur, rasa bersalah kembali menghantamnya. Ia merasa seperti menyimpan rahasia yang tidak seharusnya ada antara mereka.6141Please respect copyright.PENANAmLBXL5M1fJ
Di siang hari, Nadia mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan di sekolah dan kegiatan sehari-hari. Namun, ada saat-saat tertentu, ketika ia berada sendirian di musholla, atau ketika ia sedang merapikan rumah dalam kesunyian, perasaan itu kembali muncul. Ia merasa terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak menentu—antara rasa bersalah, ketakutan, dan keraguan.6141Please respect copyright.PENANAriF18TQzdN
Waktu berlalu, dan Nadia terus berusaha untuk menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tetap tersenyum pada Ilham, tetap melayani suaminya dengan penuh cinta, tapi di dalam hatinya ada kekosongan yang sulit ia pahami sendiri. Kejadian dengan Albert terus menjadi bayangan samar di sudut pikirannya, sesuatu yang ia coba sembunyikan, bahkan dari dirinya sendiri.6141Please respect copyright.PENANA1LGdpvNA9c
Namun, seiring berjalannya waktu, Nadia menyadari bahwa memendam semua perasaan ini hanya membuat dirinya semakin tertekan. Ia tahu bahwa rahasia ini bisa menjadi bom waktu dalam pernikahannya jika tidak segera ia selesaikan, tetapi hingga saat itu, ia masih belum menemukan keberanian untuk membicarakannya dengan Ilham. Setiap malam, ia terus berdoa agar Allah memberikan petunjuk dan kekuatan, agar suatu saat nanti ia bisa mengungkapkan isi hatinya tanpa rasa takut dan tanpa menyakiti perasaan orang yang paling ia cintai.6141Please respect copyright.PENANARb9g0wFhZF
Pagi itu, ketika bel istirahat berbunyi, Nadia duduk di ruang guru sambil menikmati secangkir teh hangat. Suasana di sekitar tampak biasa saja, dengan rekan-rekannya yang bercanda dan berbicara satu sama lain, tetapi pikiran Nadia masih sedikit melayang, terbayang kejadian beberapa hari yang lalu.6141Please respect copyright.PENANAIIp1p1lX0W
Saat sedang mengaduk teh di cangkirnya, ponsel Nadia bergetar di atas meja. Sebuah pesan WhatsApp masuk dari nomor yang tak dikenal. Nadia mengerutkan keningnya, merasa sedikit bingung. Siapa yang menghubunginya dengan nomor yang tidak ia kenal?6141Please respect copyright.PENANAfQjrGR1pZl
Perlahan, ia membuka pesan itu.6141Please respect copyright.PENANA3Z3TRidSBO
"Selamat pagi, Bu Nadia. Ini Albert. Maaf kalau saya ganggu. Saya cuma mau minta maaf sekali lagi soal kejadian kemarin di sumur sekolah. Saya benar-benar nggak sengaja, dan saya harap Ibu nggak marah atau merasa nggak nyaman."
Bersambung
ns216.73.216.78da2