
1950Please respect copyright.PENANAK0YihR6VVB
Di pagi yang cerah, Kampung Angin kedatangan seorang pemuda yang sudah lama tak terlihat. Dani, pria yang dulu tumbuh besar di desa ini, akhirnya kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di ibu kota. Dengan langkah santai dan senyum hangat, ia melangkah melewati jalanan desa yang sudah lama ia tinggalkan.
1950Please respect copyright.PENANAtZT9hn2yi7
Begitu melihatnya, para warga langsung menyambutnya dengan antusias. "Dani! Sudah lama sekali kau tak pulang!" seru seorang bapak tua di warung kopi. Para ibu-ibu yang sedang berkumpul pun ikut menyapa, mengingat betapa anak itu dulu sering membantu mereka sebelum pergi merantau.
1950Please respect copyright.PENANAX1YDZfSadW
Dani menyambut semua sapaan itu dengan ramah. Ia memang bukan orang asing di sini—namanya dikenal sebagai pemuda yang baik hati dan suka membantu. Warga bangga melihatnya kembali setelah menuntaskan pendidikan, meskipun ada juga yang bertanya-tanya, mengapa ia memilih kembali ke desa setelah kuliah di kota besar?
1950Please respect copyright.PENANAOpOro80XYO
Namun, Dani hanya tersenyum setiap kali ditanya. Ia punya alasan tersendiri untuk kembali ke tempat yang membesarkannya. Sebuah alasan yang mungkin belum disadarinya sepenuhnya.
-----------------------------------------
1950Please respect copyright.PENANAqfBSuW4Yv4
Sejak kepulangannya, Dani tak hanya berdiam diri. Ia mulai ikut andil dalam berbagai kegiatan desa, membantu memajukan pertanian dan memberi ide-ide baru untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Kehadirannya perlahan membawa perubahan—dan tanpa disadari, membawa dirinya lebih dekat dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
1950Please respect copyright.PENANA6bjRQGSswm
Hari itu, Dani mendapat tugas dari ibunya untuk membeli banyak barang kebutuhan di warung desa. Dengan santai, ia berjalan menuju warung kecil di ujung jalan, tak menyangka bahwa warung itu kini dikelola oleh seseorang yang sudah berubah.
1950Please respect copyright.PENANAKX25OgP81z
Saat ia mendorong pintu kayu warung dan masuk, suara tegas langsung menyambutnya.
1950Please respect copyright.PENANAvB8M1B4KCl
"Mau beli apa? Cepat bilang, jangan melamun di depan pintu!"
1950Please respect copyright.PENANARviJhXbwjY
Dani tersentak, kaget mendengar nada ketus itu. Ia menoleh dan menemukan Rina, sosok yang dulu ia kenal sebagai wanita lembut, kini berdiri di balik meja kasir dengan tatapan tajam. Ia mengenali wajah itu, tapi auranya kini berbeda—lebih keras, lebih berwibawa, lebih… galak.
1950Please respect copyright.PENANAkvUdqPwOj6
"Bu Rina?" Dani mengerjap, berusaha memastikan penglihatannya.
1950Please respect copyright.PENANA92dhCWw06m
"Siapa lagi? Hantu?" Rina menyilangkan tangan di dada. "Kamu Dani, kan? Anak Bu Siti. Sudah gede ternyata."
1950Please respect copyright.PENANAWXHbgT89VI
Dani mengangguk, masih agak terkejut. "Iya, Bu. Lama nggak pulang. Dulu warung ini bukan punya Bu Rina, ya?"
1950Please respect copyright.PENANAIc2HpgCdZQ
"Dulu lain, sekarang lain." Rina menyodorkan kantong plastik kosong. "Mau beli apa? Cepat daftar belanjaannya. Saya nggak punya waktu untuk orang yang cuma berdiri bengong."
1950Please respect copyright.PENANAN9fSkFxG3L
Dani terkekeh kecil, kini mulai paham. "Wah, Bu Rina sekarang galak, ya."
1950Please respect copyright.PENANArkqGq3UJ8S
Rina mendelik. "Kenapa? Nggak boleh? Mau saya usir sekalian?"
1950Please respect copyright.PENANAuv0RBG77Xi
Dani mengangkat tangan menyerah. "Bukan gitu, Bu. Cuma… beda aja dari dulu."
1950Please respect copyright.PENANA9RsRURG8By
Rina mendengus, lalu mulai mengambil barang-barang yang Dani sebutkan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang muncul. Dani yang dulu bocah kecil, kini sudah jadi pria dewasa. Dan entah kenapa, meskipun ia tetap ingin galak, ada sesuatu yang mengusik hatinya.
1950Please respect copyright.PENANAri2X8pDTQA
Sementara Dani, meski sempat terkejut, akhirnya hanya bisa tersenyum. Rina memang berubah—tapi mungkin, itu bukan hal yang buruk.
1950Please respect copyright.PENANAeebatitMth
Saat Dani melangkah pergi, suara lonceng kecil di atas pintu warung berbunyi pelan. Rina masih berdiri di balik meja, matanya tanpa sadar mengikuti punggung pemuda itu yang semakin menjauh.
1950Please respect copyright.PENANA48BFQ0ErwQ
Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Rasa bersalah. Bukan karena ia galak—tapi karena ia merasa tak seharusnya bersikap seperti itu kepada Dani.
1950Please respect copyright.PENANA6Sr4Mbh9ml
Matanya melirik ke meja kayu di depannya. Ada gelas teh yang sejak tadi belum ia sentuh. Teh yang tadi masih mengepul, kini sudah dingin. Seperti hatinya yang tiba-tiba terasa kosong.
1950Please respect copyright.PENANAMPheLyCRNO
Ia menghela napas panjang. Angin sore berhembus pelan dari jendela warung, mengibarkan tirai tipis berwarna krem. Seakan membawa sesuatu yang tak terlihat—sebuah perasaan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
1950Please respect copyright.PENANABBzOGS9G9B
Dani sudah pergi, tapi bayangan wajahnya masih tertinggal di dalam kepala Rina.
------------------------------
1950Please respect copyright.PENANA0GEKkzpvAI
Sejak pertemuan pertama itu, Dani semakin sering datang ke warung Rina. Bukan karena ia sengaja, tapi karena ibunya kini kerap menyuruhnya membeli berbagai keperluan untuk arisan, masakan, atau sekadar titipan ibu-ibu lain.
1950Please respect copyright.PENANA5w04FcFXci
Awalnya, Rina tetap bersikap ketus setiap kali Dani datang. Namun, perlahan, ia mulai mengubah nada bicaranya. Tidak lagi terlalu kasar, meskipun masih berusaha menunjukkan sikap acuh.
1950Please respect copyright.PENANAolbNAbXIee
"Beli lagi? Emangnya di rumah nggak ada makanan?" gumam Rina suatu hari saat Dani datang lagi.
1950Please respect copyright.PENANAxTfGBhdu0P
Dani hanya terkekeh. "Ibu saya sibuk, jadi saya disuruh beli ini itu. Kalau merepotkan, saya bisa ke warung lain, Bu."
1950Please respect copyright.PENANA6cFq91dyTO
Rina meliriknya tajam. "Siapa yang bilang kamu merepotkan? Kalau mau beli, ya beli aja. Nggak usah banyak omong."
1950Please respect copyright.PENANANoNr97kiK1
Dani tersenyum, menerima kantong belanjaan dengan santai. Ia bisa merasakan perubahan dalam sikap Rina. Meski masih berusaha keras terlihat dingin, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan dan cara bicaranya.
1950Please respect copyright.PENANAPlx6zIMynE
Di sisi lain, Rina sendiri mulai merasa aneh. Kenapa setiap kali Dani datang, dadanya terasa sedikit lebih hangat? Namun, ia tetap memaksa dirinya untuk bersikap biasa saja.
1950Please respect copyright.PENANAw3h4G5aCDl
Hari demi hari berlalu, dan Dani tetap menjadi pelanggan setia warungnya—meski bukan atas kehendaknya sendiri. Ia selalu datang dengan alasan titipan ibunya, tetapi dalam hati, ia tidak keberatan.
1950Please respect copyright.PENANAgnXOA3zGrq
Sementara itu, Rina mulai menyadari sesuatu. Ia memang masih galak, masih berusaha menjaga jarak, tapi… entah kenapa, saat Dani pergi, warungnya terasa lebih sepi dari biasanya.
-------------------------------
1950Please respect copyright.PENANAkVbvljK0N6
Saat Dani sedang memilih sayur yang disuruh ibunya, tiba-tiba Rina keluar dari dalam rumah dengan wajah sedikit panik.
1950Please respect copyright.PENANAw9WoB8H6yX
"Dani! Kamu bisa cek listrik nggak?" tanyanya cepat, suaranya terdengar lebih mendesak dari biasanya.
1950Please respect copyright.PENANA8NFUeK5MrA
Dani menghentikan tangannya yang sedang memilah tomat. "Kenapa, Bu?"
1950Please respect copyright.PENANAvju24xoSjg
"Listrik di rumah saya kayaknya konslet. Tadi sempat mati sendiri, terus nyala lagi. Saya takut ada yang korsleting."
1950Please respect copyright.PENANAwfMC59Msjd
Dani langsung meletakkan sayurannya. "Wah, itu bahaya, Bu. Coba saya cek dulu."
1950Please respect copyright.PENANA5F9IbVnUew
Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam rumah Rina yang menyatu dengan warung. Begitu melihat panel listriknya, Dani bisa langsung menebak masalahnya. Kabel-kabel di rumah ini sudah usang, beberapa terlihat menghitam karena sering terkena arus berlebih.
1950Please respect copyright.PENANAAKo7LNkZgs
"Bu Rina, ini harus diganti, kabelnya udah tua. Bisa bahaya kalau dibiarkan."
1950Please respect copyright.PENANA6n5o5xqNke
Rina menghela napas, terlihat sedikit cemas. "Aduh… saya nggak ngerti soal ginian. Bisa kamu benerin nggak, Dani?"
1950Please respect copyright.PENANABRWb21Qaki
Dani mengangguk. "Saya ambil perkakas dulu di rumah. Tunggu sebentar!"
1950Please respect copyright.PENANASO4wlxyeLD
Tanpa menunda waktu, Dani langsung pulang untuk mengambil peralatan listrik yang ia simpan. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan gulungan kabel baru dan peralatan lain.
1950Please respect copyright.PENANAAWyDkxSh5A
Dengan cekatan, Dani mulai bekerja. Ia melepas kabel lama, mengganti dengan yang baru, dan memastikan semua sambungan aman. Tangannya terampil, sesekali ia mengusap keringat di dahinya. Rina, yang biasanya hanya galak, kini berdiri agak canggung di dekat pintu, melihat Dani bekerja tanpa banyak bicara.
1950Please respect copyright.PENANA0wcDWN4Gfb
Di dalam hatinya, ia merasa sedikit aneh melihat Dani begitu serius dan terampil dalam pekerjaannya.
1950Please respect copyright.PENANAZVO2pOUxDy
Setelah selesai memperbaiki listrik, Dani menghela napas lega. "Udah beres, Bu. Sekarang harusnya nggak ada masalah lagi."
1950Please respect copyright.PENANAglZldx9vJR
Rina, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Dani. Kamu emang bisa diandalkan."
1950Please respect copyright.PENANAzc7gMzQx8D
Dani hanya tertawa ringan. "Sama-sama, Bu. Untung nggak sampai korslet besar."
1950Please respect copyright.PENANAYvyrs0QneM
Tanpa banyak bicara, Rina masuk ke dalam dan kembali dengan beberapa lembar uang. Ia menyodorkannya ke Dani. "Ini upahnya. Kamu udah nolongin saya."
1950Please respect copyright.PENANARbuZnHp8kt
Dani menatap uang itu sejenak, lalu menerimanya dengan senyum santai. "Wah, rezeki nomplok, nih. Makasih, Bu Rina!"
1950Please respect copyright.PENANApsWjW02EK4
Setelah itu, ia kembali ke warung untuk melanjutkan belanjaannya. Tangannya cekatan memilih sayuran yang tadi sempat tertunda. Setelah semuanya terkumpul, ia berjalan ke meja kasir dan merogoh dompetnya.
1950Please respect copyright.PENANA8L3UPa9Nek
"Berapa semuanya, Bu?" tanyanya sambil bersiap membayar.
1950Please respect copyright.PENANAxXs59lARA6
Namun, yang tak ia sangka, Rina justru menggeleng sambil tersenyum tipis.
1950Please respect copyright.PENANAhSomWZN4da
"Gratis. Anggap aja bonus karena udah nolongin saya."
1950Please respect copyright.PENANAGUOk9WOFhu
Dani mengerjap, agak terkejut. "Hah? Beneran, Bu?"
1950Please respect copyright.PENANA61uNBoChwW
"Saya kelihatan bercanda?" Rina menyilangkan tangan di dada, tapi kali ini tidak dengan ketus. Ada ekspresi berbeda di wajahnya—lebih lembut, lebih tulus.
1950Please respect copyright.PENANAU9FFAoaeVm
Dani tersenyum lebar. "Kalau gitu, terima kasih banyak, Bu Rina! Saya pamit dulu, ya."
1950Please respect copyright.PENANA2FhfhRVUyQ
Dengan langkah ringan, Dani keluar dari warung, meninggalkan aroma kehadirannya yang masih terasa di ruangan.
1950Please respect copyright.PENANAbnEnbxQ52M
Rina menatap punggungnya yang semakin menjauh, dan tanpa sadar, dadanya terasa hangat—seperti ada sesuatu yang perlahan mencair di dalam sana.
1950Please respect copyright.PENANAwnENHIREdY
Angin sore bertiup pelan, mengelus pipinya dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Matanya terus mengikuti langkah Dani, sampai pemuda itu benar-benar hilang di tikungan jalan.
1950Please respect copyright.PENANAeFFmlsFbOB
Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang bahkan tak ia sadari.
1950Please respect copyright.PENANA9lb1ufHv13
Hati Rina bergetar. Ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.
1950Please respect copyright.PENANA6BYRNH7EML
Sebuah perasaan yang lama ia kubur dalam-dalam… kini mulai bangkit kembali.
1950Please respect copyright.PENANA3rKhcw9aoT