
2010Please respect copyright.PENANARdd5pOENAo
Di pagi yang cerah, Kampung Angin kedatangan seorang pemuda yang sudah lama tak terlihat. Dani, pria yang dulu tumbuh besar di desa ini, akhirnya kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di ibu kota. Dengan langkah santai dan senyum hangat, ia melangkah melewati jalanan desa yang sudah lama ia tinggalkan.
2010Please respect copyright.PENANA0HtM4SBs0W
Begitu melihatnya, para warga langsung menyambutnya dengan antusias. "Dani! Sudah lama sekali kau tak pulang!" seru seorang bapak tua di warung kopi. Para ibu-ibu yang sedang berkumpul pun ikut menyapa, mengingat betapa anak itu dulu sering membantu mereka sebelum pergi merantau.
2010Please respect copyright.PENANA0q8odOfuzd
Dani menyambut semua sapaan itu dengan ramah. Ia memang bukan orang asing di sini—namanya dikenal sebagai pemuda yang baik hati dan suka membantu. Warga bangga melihatnya kembali setelah menuntaskan pendidikan, meskipun ada juga yang bertanya-tanya, mengapa ia memilih kembali ke desa setelah kuliah di kota besar?
2010Please respect copyright.PENANAEbkNAHkhpC
Namun, Dani hanya tersenyum setiap kali ditanya. Ia punya alasan tersendiri untuk kembali ke tempat yang membesarkannya. Sebuah alasan yang mungkin belum disadarinya sepenuhnya.
-----------------------------------------
2010Please respect copyright.PENANAHI8dIN4mDt
Sejak kepulangannya, Dani tak hanya berdiam diri. Ia mulai ikut andil dalam berbagai kegiatan desa, membantu memajukan pertanian dan memberi ide-ide baru untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Kehadirannya perlahan membawa perubahan—dan tanpa disadari, membawa dirinya lebih dekat dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
2010Please respect copyright.PENANAg4Fy9gTZfd
Hari itu, Dani mendapat tugas dari ibunya untuk membeli banyak barang kebutuhan di warung desa. Dengan santai, ia berjalan menuju warung kecil di ujung jalan, tak menyangka bahwa warung itu kini dikelola oleh seseorang yang sudah berubah.
2010Please respect copyright.PENANARZPsInml3b
Saat ia mendorong pintu kayu warung dan masuk, suara tegas langsung menyambutnya.
2010Please respect copyright.PENANAH0v61KBEGu
"Mau beli apa? Cepat bilang, jangan melamun di depan pintu!"
2010Please respect copyright.PENANAg6jXwKTO94
Dani tersentak, kaget mendengar nada ketus itu. Ia menoleh dan menemukan Rina, sosok yang dulu ia kenal sebagai wanita lembut, kini berdiri di balik meja kasir dengan tatapan tajam. Ia mengenali wajah itu, tapi auranya kini berbeda—lebih keras, lebih berwibawa, lebih… galak.
2010Please respect copyright.PENANAyhd3CQq1XF
"Bu Rina?" Dani mengerjap, berusaha memastikan penglihatannya.
2010Please respect copyright.PENANA28JE3D9ltD
"Siapa lagi? Hantu?" Rina menyilangkan tangan di dada. "Kamu Dani, kan? Anak Bu Siti. Sudah gede ternyata."
2010Please respect copyright.PENANAnNigs1rN6Z
Dani mengangguk, masih agak terkejut. "Iya, Bu. Lama nggak pulang. Dulu warung ini bukan punya Bu Rina, ya?"
2010Please respect copyright.PENANA1sHXnkUURo
"Dulu lain, sekarang lain." Rina menyodorkan kantong plastik kosong. "Mau beli apa? Cepat daftar belanjaannya. Saya nggak punya waktu untuk orang yang cuma berdiri bengong."
2010Please respect copyright.PENANAOwrm7K2lvY
Dani terkekeh kecil, kini mulai paham. "Wah, Bu Rina sekarang galak, ya."
2010Please respect copyright.PENANAD5j61pJNA0
Rina mendelik. "Kenapa? Nggak boleh? Mau saya usir sekalian?"
2010Please respect copyright.PENANATtAB5FfH8g
Dani mengangkat tangan menyerah. "Bukan gitu, Bu. Cuma… beda aja dari dulu."
2010Please respect copyright.PENANAnrFtZ9wd48
Rina mendengus, lalu mulai mengambil barang-barang yang Dani sebutkan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang muncul. Dani yang dulu bocah kecil, kini sudah jadi pria dewasa. Dan entah kenapa, meskipun ia tetap ingin galak, ada sesuatu yang mengusik hatinya.
2010Please respect copyright.PENANAyoGVlADPjS
Sementara Dani, meski sempat terkejut, akhirnya hanya bisa tersenyum. Rina memang berubah—tapi mungkin, itu bukan hal yang buruk.
2010Please respect copyright.PENANAbhrhKYJdQL
Saat Dani melangkah pergi, suara lonceng kecil di atas pintu warung berbunyi pelan. Rina masih berdiri di balik meja, matanya tanpa sadar mengikuti punggung pemuda itu yang semakin menjauh.
2010Please respect copyright.PENANAguDzaBOA0n
Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Rasa bersalah. Bukan karena ia galak—tapi karena ia merasa tak seharusnya bersikap seperti itu kepada Dani.
2010Please respect copyright.PENANAW5OshrZ55Z
Matanya melirik ke meja kayu di depannya. Ada gelas teh yang sejak tadi belum ia sentuh. Teh yang tadi masih mengepul, kini sudah dingin. Seperti hatinya yang tiba-tiba terasa kosong.
2010Please respect copyright.PENANAEwpaKJNf4v
Ia menghela napas panjang. Angin sore berhembus pelan dari jendela warung, mengibarkan tirai tipis berwarna krem. Seakan membawa sesuatu yang tak terlihat—sebuah perasaan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
2010Please respect copyright.PENANA17krE9IxD3
Dani sudah pergi, tapi bayangan wajahnya masih tertinggal di dalam kepala Rina.
------------------------------
2010Please respect copyright.PENANAlCHC7LBOls
Sejak pertemuan pertama itu, Dani semakin sering datang ke warung Rina. Bukan karena ia sengaja, tapi karena ibunya kini kerap menyuruhnya membeli berbagai keperluan untuk arisan, masakan, atau sekadar titipan ibu-ibu lain.
2010Please respect copyright.PENANAQjrbvcwOw3
Awalnya, Rina tetap bersikap ketus setiap kali Dani datang. Namun, perlahan, ia mulai mengubah nada bicaranya. Tidak lagi terlalu kasar, meskipun masih berusaha menunjukkan sikap acuh.
2010Please respect copyright.PENANAx1fDw76ZfU
"Beli lagi? Emangnya di rumah nggak ada makanan?" gumam Rina suatu hari saat Dani datang lagi.
2010Please respect copyright.PENANA9NoHl2Helr
Dani hanya terkekeh. "Ibu saya sibuk, jadi saya disuruh beli ini itu. Kalau merepotkan, saya bisa ke warung lain, Bu."
2010Please respect copyright.PENANAdImsDzYH7M
Rina meliriknya tajam. "Siapa yang bilang kamu merepotkan? Kalau mau beli, ya beli aja. Nggak usah banyak omong."
2010Please respect copyright.PENANArEgCAE8mAH
Dani tersenyum, menerima kantong belanjaan dengan santai. Ia bisa merasakan perubahan dalam sikap Rina. Meski masih berusaha keras terlihat dingin, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan dan cara bicaranya.
2010Please respect copyright.PENANAONqqdN4kEx
Di sisi lain, Rina sendiri mulai merasa aneh. Kenapa setiap kali Dani datang, dadanya terasa sedikit lebih hangat? Namun, ia tetap memaksa dirinya untuk bersikap biasa saja.
2010Please respect copyright.PENANA5YU0Ui7Phy
Hari demi hari berlalu, dan Dani tetap menjadi pelanggan setia warungnya—meski bukan atas kehendaknya sendiri. Ia selalu datang dengan alasan titipan ibunya, tetapi dalam hati, ia tidak keberatan.
2010Please respect copyright.PENANA76VuK0gio1
Sementara itu, Rina mulai menyadari sesuatu. Ia memang masih galak, masih berusaha menjaga jarak, tapi… entah kenapa, saat Dani pergi, warungnya terasa lebih sepi dari biasanya.
-------------------------------
2010Please respect copyright.PENANANdkCzqhFJl
Saat Dani sedang memilih sayur yang disuruh ibunya, tiba-tiba Rina keluar dari dalam rumah dengan wajah sedikit panik.
2010Please respect copyright.PENANAk0MT6uFBJ9
"Dani! Kamu bisa cek listrik nggak?" tanyanya cepat, suaranya terdengar lebih mendesak dari biasanya.
2010Please respect copyright.PENANA3UIoAGffYY
Dani menghentikan tangannya yang sedang memilah tomat. "Kenapa, Bu?"
2010Please respect copyright.PENANAl6fXqp6DtT
"Listrik di rumah saya kayaknya konslet. Tadi sempat mati sendiri, terus nyala lagi. Saya takut ada yang korsleting."
2010Please respect copyright.PENANAUnb9MIfPxS
Dani langsung meletakkan sayurannya. "Wah, itu bahaya, Bu. Coba saya cek dulu."
2010Please respect copyright.PENANA6xf1pYn4Tn
Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam rumah Rina yang menyatu dengan warung. Begitu melihat panel listriknya, Dani bisa langsung menebak masalahnya. Kabel-kabel di rumah ini sudah usang, beberapa terlihat menghitam karena sering terkena arus berlebih.
2010Please respect copyright.PENANAaQYA3XQp5a
"Bu Rina, ini harus diganti, kabelnya udah tua. Bisa bahaya kalau dibiarkan."
2010Please respect copyright.PENANAhSmGZEqsaO
Rina menghela napas, terlihat sedikit cemas. "Aduh… saya nggak ngerti soal ginian. Bisa kamu benerin nggak, Dani?"
2010Please respect copyright.PENANAr4pe9u8bKJ
Dani mengangguk. "Saya ambil perkakas dulu di rumah. Tunggu sebentar!"
2010Please respect copyright.PENANADbh2I9O5E5
Tanpa menunda waktu, Dani langsung pulang untuk mengambil peralatan listrik yang ia simpan. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan gulungan kabel baru dan peralatan lain.
2010Please respect copyright.PENANAjcDo5nlw33
Dengan cekatan, Dani mulai bekerja. Ia melepas kabel lama, mengganti dengan yang baru, dan memastikan semua sambungan aman. Tangannya terampil, sesekali ia mengusap keringat di dahinya. Rina, yang biasanya hanya galak, kini berdiri agak canggung di dekat pintu, melihat Dani bekerja tanpa banyak bicara.
2010Please respect copyright.PENANAHLC4D8wc3m
Di dalam hatinya, ia merasa sedikit aneh melihat Dani begitu serius dan terampil dalam pekerjaannya.
2010Please respect copyright.PENANATf5GAGZCxu
Setelah selesai memperbaiki listrik, Dani menghela napas lega. "Udah beres, Bu. Sekarang harusnya nggak ada masalah lagi."
2010Please respect copyright.PENANAKW6ETl0ZMD
Rina, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Dani. Kamu emang bisa diandalkan."
2010Please respect copyright.PENANA1j1ck9Jenj
Dani hanya tertawa ringan. "Sama-sama, Bu. Untung nggak sampai korslet besar."
2010Please respect copyright.PENANAX2fC2FBhi3
Tanpa banyak bicara, Rina masuk ke dalam dan kembali dengan beberapa lembar uang. Ia menyodorkannya ke Dani. "Ini upahnya. Kamu udah nolongin saya."
2010Please respect copyright.PENANAHCQEal4eLH
Dani menatap uang itu sejenak, lalu menerimanya dengan senyum santai. "Wah, rezeki nomplok, nih. Makasih, Bu Rina!"
2010Please respect copyright.PENANAnXHBVSxBdK
Setelah itu, ia kembali ke warung untuk melanjutkan belanjaannya. Tangannya cekatan memilih sayuran yang tadi sempat tertunda. Setelah semuanya terkumpul, ia berjalan ke meja kasir dan merogoh dompetnya.
2010Please respect copyright.PENANAehRuDvEmb6
"Berapa semuanya, Bu?" tanyanya sambil bersiap membayar.
2010Please respect copyright.PENANAPiWhaCKpum
Namun, yang tak ia sangka, Rina justru menggeleng sambil tersenyum tipis.
2010Please respect copyright.PENANAAWFSUQdtdi
"Gratis. Anggap aja bonus karena udah nolongin saya."
2010Please respect copyright.PENANA4C4x3mbGiD
Dani mengerjap, agak terkejut. "Hah? Beneran, Bu?"
2010Please respect copyright.PENANAd5X33MZ4ZG
"Saya kelihatan bercanda?" Rina menyilangkan tangan di dada, tapi kali ini tidak dengan ketus. Ada ekspresi berbeda di wajahnya—lebih lembut, lebih tulus.
2010Please respect copyright.PENANA2ChzHqX2vS
Dani tersenyum lebar. "Kalau gitu, terima kasih banyak, Bu Rina! Saya pamit dulu, ya."
2010Please respect copyright.PENANANUlb8EFHTQ
Dengan langkah ringan, Dani keluar dari warung, meninggalkan aroma kehadirannya yang masih terasa di ruangan.
2010Please respect copyright.PENANAxkeQOLq43r
Rina menatap punggungnya yang semakin menjauh, dan tanpa sadar, dadanya terasa hangat—seperti ada sesuatu yang perlahan mencair di dalam sana.
2010Please respect copyright.PENANA7BbQhwofXH
Angin sore bertiup pelan, mengelus pipinya dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Matanya terus mengikuti langkah Dani, sampai pemuda itu benar-benar hilang di tikungan jalan.
2010Please respect copyright.PENANA6y7eKm8Pro
Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang bahkan tak ia sadari.
2010Please respect copyright.PENANAf9a1qCivUJ
Hati Rina bergetar. Ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.
2010Please respect copyright.PENANAdbYzujRlyG
Sebuah perasaan yang lama ia kubur dalam-dalam… kini mulai bangkit kembali.
2010Please respect copyright.PENANAXLWLzza8hL