
Bab 5
645Please respect copyright.PENANAMrMngRgS40
Seminggu kemudian…
Aku dan Sinta sedang memakai baju di dalam kamar dan bersiap-siap untuk pergi berdua saja. Anak-anak tidak kami ajak. Mereka bersama dua pembantu kami di rumah. Kami bilang ke pembantu, ada urusan penting. Tentu tidak kami sampaikan ke mereka secara detail urusan apa.
Ya, hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Sore ini kami ada janji ke rumah Dissa untuk mewujudkan ide gila demi kehamilan sahabat istriku itu. Sinta memilih baju terbaik untuk ku. Juga meminta memakai parfum cukup banyak.
Aku memakai celana jeans biru dan CD warna hitam yang dibelikan Sinta di Indomaret. Kemudian atasnya, pakai kaos warna hitam.
Sedangkan Sinta, memakai baju atasan panjang warna krem. Sementara kerudungnya juga sama warnanya, sinkron dengan bajunya. Lalu bawahnya, pakai celana hitam. Dia terlihat sangat cantik sore ini.
Jantungku terus berdetak lebih kencang. Deg-degan. Karena tak ku bayangkan sebelumnya hal ini bakal terjadi dalam hidupku. Aku akan menikmati vagina wanita selain punya istriku.
Jujur, ku melepas perjaka dengan istriku setelah menikah atau saat malam pertama. Setelah itu, tak pernah aku mengkhianati dia. Tak pernah aku selingkuh atau ‘jajan’ wanita di luar. Selain setia, aku tak punya waktu untuk memikirkan soal selangkangan. Pekerjaan menumpuk, ditambah kadang masih mengurus anak-anak di rumah.
Aku bersyukur, hidup lurus-lurus saja. Aku tak pernah bertengkar dengan Sinta karena urusan orang ketiga. Tapi hari ini, justru aku mendapatkan kesempatan untuk menikmati vagina lain atas izin istriku. Sekali lagi, ini benar-benar gila.
645Please respect copyright.PENANAxKz96vAzSf
###
645Please respect copyright.PENANA3ujmtm5Ssa
Setelah Ashar, kami berangkat ke rumah Dissa naik mobil. Jarak rumah kami ke rumahnya tak terlalu jauh, kira-kira membutuhkan waktu 15 menit. Rumah Dissa di Surabaya berada di sebuah perumahan elit.
“Aku sudah otewe Dis…” Sinta mengirim pesan suara ke sahabatnya.
Tak berselang lama, Dissa membalas dengan pesan suara juga. “Iya Sin… hati-hati ya…. Aku mau siap-siap dulu,” jawabnya.
Mendengar suara manja dan manis Dissa, jantungku semakin berdetak tak karuan. Sepanjang perjalanan aku tak banyak mengobrol dengan Sinta.
“Tenang aja pa. Papa gak usah gugup,” ucap Sinta sambil mengelus pundak ku. Ia menenangkanku, karena tahu aku tegang. Aku tak bisa menyembunyikan perasaanku ini.
Aku terus fokus mengendarai mobil ini. Ketika memasuki gerbang perumahan Dissa, aku makin deg-degan. Bagaimana tidak deg-degan, aku bakal pertama kali ML dengan wanita lain. Itu pun sahabat istriku.
Kami kemudian berhenti di depan rumah Dissa. Rumahnya sangat besar dan megah berlantai tiga, dengan cat serba putih menambah kesan mewah. Gerbang lalu terbuka sendiri secara otomatis. Kami kemudian masuk dan memarkir mobil.
“Silahkan masuk…” ucap Dissa saat berada di depan pintu.
Ia memakai piyama terusan berwarna ungu muda dan mengkilap. Panjangnya di atas lutut. Jadi aku bisa melihat paha dan betisnya yang mulus. Lalu dadanya sedikit terbuka, hingga aku hampir bisa melihat garis belahan dadanya. Sepertinya dia sudah siap dengan memakai baju yang bikin aku tergoda.
“Apa kabar?” tanya Dissa ke Sinta, sambil keduanya berpelukan hangat dan cipika-cipiki.
“Baik sekali dong. Kamu juga kan?” jawab istriku, lalu keduanya masuk ke dalam. Aku mengikutinya dari belakang.
“Aku berusaha terlihat baik-baik saja, walaupun di dalam sebenarnya hancur,” ucap Dissa.
“Sabar ya, aku akan berusaha menolongmu supaya hamil,” ucap Sinta.
“Terimakasih banyak ya Sin…” ucap Dissa, lalu mempersilahkan kami duduk di ruang tamu dan mengobrol.
Kami duduk di kursi sofa warna putih, terbuat dari kayu jati penuh ukiran yang sangat detail. Aku yakin ini sangat mahal. Mataku kemudian melihat di sekeliling, cukup banyak hiasan yang ada. Mulai dari lampu gantung kristal, sejumlah lukisan di tembok, dan juga koleksi patung kayu.
Rumah sebesar ini jarang ditinggali oleh Dissa dan suaminya. Mereka lebih sering di Jakarta. Bagi mereka, rumah ini mungkin hanyalah aset investasi. Tidak untuk sebagai tempat tinggal.
Sekarang, hanya ada Dissa, suaminya masih di Jakarta. Dia bercerita, baru sampai di bandara tadi pagi ditemani asisten perempuannya. Dia bilang ke suaminya jika kangen orangtuanya di Surabaya. Biar suaminya tidak curiga.
Ia pun pergi ke rumah orang tuanya dulu yang tinggal tak jauh dari sini. Kemudian dia pergi sendiri, dengan alasan mau menemui Sinta di kafe, agar asisten dan keluarganya juga tidak curiga.
Dissa bilang, nanti malam sudah akan balik ke Jakarta. Dia tidak punya waktu banyak. Karena besok sudah ada urusan kerjaan. Karena Dissa punya bisnis skincare dengan brand cukup terkenal dan mahal. Ia jalankan bisnisnya itu dengan sejumlah temannya di Jakarta. Jadi tak heran, jika wajah dan kulit Dissa sangat terlihat terawat.
Sinta dan Dissa terus mengobrol. Aku hanya mendengar percakapan mereka. Sambil tak sabar menantikan ML dengan Dissa, walaupun aku masih canggung rasanya.
“Oh ya, kita lakukan sekarang, kamu sudah siap kan Dis?” Sinta bertanya dengan tegas, memulai percakapan rencana utama kita.
Wajah Dissa malah jadi terlihat memerah. Dia seperti malu dan canggung juga saat Sinta mulai menanyakan hal itu.
“Sekali lagi kamu sudah yakin kan Sin dengan rencana ini? Aku gak mau kamu menyesal setelah membantu ku. Aku gak mau persahabatan kita hancur gara-gara ini. Gara-gara kamu kasihan dengan ku,” ucap Dissa, memastikan Sinta.
“Sudah Dissa… semua sudah ku pikirkan matang-matang dengan suamiku. Dia juga setuju kok. Yang terpenting masalahmu selesai,” ucap Sinta.
“Terimakasih banyak ya Sin, kamu sudah berkorban untuk aku. Kamu nanti jadi melihat aku ML sama suamimu?” tanya Dissa. Ha? Jadi Sinta punya rencana melihat aku sedang ML sama sahabatnya.
“Iya, aku mau menjadi saksi, ketika suamiku mendonorkan spermanya untuk sahabatku,” ucap Sinta.
“Tapi jujur… aku gak enak, canggung mau melakukan ini dengan suamimu, Sin. Apalagi dilihat kamu,” ucap Dissa, nampaknya dia merasakan hal yang sama denganku.
“Sama, suamiku juga canggung kayaknya. Tenang saja, aku sudah punya solusinya. Nanti kalian sama-sama pakai penutup mata. Biar sama-sama nyaman dan tidak malu melakukan ini di hadapanku,” ujar Sinta. ia mengeluarkan dua helai kain panjang berwarna putih. Ia sudah menyiapkannya dari rumah.
Sinta lanjut memberi penjelasan kepada kami sebelum mulai ML.
“Sekaligus, biar suamiku tak melihat kemaluanmu, begitu pun dengan kamu, tak melihat kemaluan suamiku. Karena fokus kita pada kehamilanmu saja. Tak perlu lama-lama ML-nya. Biar nanti aku langsung menuntun penis suamiku untuk masuk ke lubang vaginamu.” Sinta menjelaskan dengan detail rencananya.
Dissa terlihat senyum malu-malu mendengar penjelasan Sinta. Tapi kemudian dia setuju dengan ide Sinta. Aku pun juga setuju-setuju saja. Aku tidak berani mengusulkan apa-apa. Meskipun sebenarnya, aku sedikit kecewa, tak bisa melihat lubang kenikmatan Dissa yang sudah kubayangkan sebelumnya. Tapi tidak apa-apa, setidaknya aku akan merasakan kenikmatan vagina Dissa, walau dengan mata tertutup.
Setelah semua setuju dan paham dengan arahan dari Sinta, kemudian Dissa mengajak ke kamar.
“Ayo kita lakukan di kamarku saja,” ajak Dissa.
“Ya, gak mungkin di sini dong,” ucap Sinta sambil tertawa kecil, berusaha mencairkan suasana.
“Hahahaha…..” Dissa ikut tertawa mendengar celoteh dari istriku.
Sementara aku hanya tersenyum. Jantungku tetap deg-degan saat berjalan masuk ke dalam kamar Dissa. ###
Mau baca bab selanjutnya? klik link di bio profilku.
ns3.142.133.182da2