
Part #3
Minggu siang itu, Reza duduk bersama keluarganya di ruang makan. Obrolan mengalir biasa, sampai ibunya melirik Reza dan bertanya dengan nada santai, tapi penuh makna.
“Za, kamu sekarang lagi dekat sama siapa?”
Reza terdiam. Tangannya berhenti mengaduk sup di mangkuknya. Ia tahu, kejujuran kadang menimbulkan gelombang. Tapi ia juga lelah menutupi.
“Ada, Bu. Namanya Yuni. Teman kuliah.”481Please respect copyright.PENANAItGjes6CYc
Ibunya tersenyum, tapi ekspresinya berubah saat Reza menambahkan, “Dia Katolik.”
Tiba-tiba ruang makan jadi sunyi. Ayahnya menatap tajam, dan ibunya meletakkan sendok dengan perlahan.
“Kamu serius?” tanya ayahnya.
Reza mengangguk pelan. “Masih... proses. Tapi aku suka dia. Dia baik, jujur, dan... dia sangat menghormati agama kita.”
Ayahnya menghela napas berat. “Za, kamu tahu ajaran kita. Islam itu tidak main-main dalam hal pernikahan. Bukan cuma soal dia baik atau tidak. Tapi soal pondasi hidup. Kamu akan jadi imam. Kalau istrimu beda keyakinan, kamu pikir itu adil buat dia? Buat anak-anak kalian nanti?”
Reza tidak menjawab. Karena sebagian dari dirinya tahu... itu benar.
Di tempat lain, Yuni sedang duduk di ruang tamu rumahnya bersama kedua orang tuanya. Sang ibu membawa surat undangan misa Natal dan menyodorkannya pada Yuni.
“Yuni, nanti kamu ikut ya. Kita juga ketemu Pastor Andi di gereja. Kamu belum pernah cerita tentang teman dekatmu yang Reza itu.”
Yuni menatap wajah ibunya. “Reza itu... Muslim, Ma.”
Kejutan itu tampak jelas di wajah kedua orang tuanya.
“Yuni, kamu tahu kami tidak rasis, tidak pilih-pilih. Tapi ini soal prinsip hidup,” kata sang ayah tenang, tapi tegas. “Kalau kamu menikah dengan orang beda iman, kamu siap dengan semua resikonya? Kamu pikir hidup kalian bakal lancar?”
Yuni mengangguk pelan, walau hatinya bergetar. “Aku gak tahu, Pa. Aku cuma tahu... dia baik. Aku merasa diterima dan dihargai saat bersamanya.”
Sang ibu menggenggam tangan Yuni. “Tapi cinta yang baik bukan yang hanya bikin nyaman. Tapi juga yang bikin kamu tetap setia pada jalan Tuhan.”
Malam itu, Reza dan Yuni bertukar pesan singkat.
Reza: Aku bilang ke orang tuaku hari ini.481Please respect copyright.PENANAbYFIIvhYSE
Yuni: Aku juga. Reaksi mereka gak gampang.481Please respect copyright.PENANAViTBYNCbcY
Reza: Aku takut, Yun. Tapi aku juga gak mau menyerah begitu aja.481Please respect copyright.PENANAdk3TpvBN1m
Yuni: Sama. Tapi... aku juga gak mau kehilangan diriku demi cinta.481Please respect copyright.PENANANj1wQqGvB0
Akhir Chapter 3
Reza dan Yuni sama-sama berdiri di titik yang genting. Mereka sadar, cinta yang mereka perjuangkan harus bertarung dengan harapan keluarga dan prinsip iman. Kini pertanyaannya bukan lagi "apakah mereka saling mencintai", tapi: "sejauh apa mereka rela berjuang—dan mungkin, berkorban—untuk cinta itu?"
ns3.144.145.38da2