Apakah ini semua hanya alasan untuk membenarkan keinginanku yang sebenarnya?
Karena jujur saja - jika pernikahan mereka hancur, jika Khalisa meninggalkan Ridwan...
Apakah itu akan membuka peluang untukku? Itu pikiran konyol, pikiran bocah sinting. Mana mungkin Khalisa memindahkan kekagumannya padaku. Sekarang saja melihat aku dia seperti muak padahal aku tidak punya masalah apa-apa dengan dia.
Pikiran itu membuatku merinding. Aku menutup laptop dengan keras, seolah ingin mengubur ide gila ini.
Tapi seperti rekaman video itu sendiri, godaan ini tidak akan hilang begitu saja. Ia akan tetap ada, tersimpan rapi di sudut gelap pikiranku, menunggu saat yang tepat untuk muncul kembali.
Dan aku...
Aku masih belum tahu apakah suatu hari nanti akan memiliki keberanian - atau kebodohan - untuk benar-benar memanfaatkan rekaman video itu. Mungkin dengan menggunakan nomor ponsel baru yang tidak diketahui siapapun.
***
Sampai sejauh ini aku memutuskan untuk tidak menggunakan rekaman itu. Rasanya terlalu pengecut—menghancurkan seseorang dari belakang dengan bukti masa lalunya, sementara aku sendiri tidak berani menatap matanya dan berkata jujur.
Tidak.
Aku ingin bicara langsung pada Khalisa. Menanyakan dengan jelas—kenapa dia begitu terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya padaku? Apakah aku pernah melakukan sesuatu yang salah? Ataukah ini semua hanya prasangkanya saja?
Tapi mencari momen yang tepat tidak mudah. Aku selalu bertemu dengan Khalisa saat dia sedang bersama orang lain. Kalau bukan Ridwan suamiku, mertuaku, atau Fahrani istrinya. Sampai akhirnya, kesempatan itu datang dengan sendirinya.
Kebetulan, mertuaku dan keluarga—termasuk Fahrani dan anak-anak—berencana pergi ke Bandung untuk menghadiri acara pernikahan sepupu istriku. Aku memilih tidak ikut dengan alasan pekerjaan kantor yang mendadak.
Dan Khalisa?
Dia juga tidak ikut. Alasannya, aku tidak tahu. Mungkin dia sedang tidak enak badan, atau mungkin memang sengaja ingin beristirahat di rumah. Tapi Ridwan juga tidak pergi ke Bandung. Meski begitu Ridwan tidak akan terus bersama Khalisa 24 jam. Yang jelas di waktu pagi sampai sore dia sendirian. Ridwan meski hari sabtu atau minggu tetap keluar rumah untuk bertemu klien atau mengerjakan beragam proyek. Ada waktu bagiku untuk bertemu Khalisa dan membereskan rasa penasaranku atas sikap dia padaku.
Jantungku berdebar kencang saat memutuskan untuk pergi ke rumah mertua. Ini gila. Jika ada yang melihatku, jika Fahrani tahu, jika Ridwan tiba-tiba pulang saat aku di rumah mertua ini bisa berakhir sangat buruk.
Tapi aku tidak bisa menahan diri lagi.
Bersambung....999Please respect copyright.PENANA2iuX8Lcyuv
Lanjutan cerita ini bisa di baca di karyakarsa. https://karyakarsa.com/whizkei/khalisa-istri-adik-iparku999Please respect copyright.PENANAIm0jcs6aBw