Syakila adalah sepupunya Anintya.
Syakila kini termenung dan menunggu waktu yang tepat untuk pulang ke rumah. Tepat Bada dzuhur, Syakila bergegas pulang ke rumah orang tuanya. Ia membawa tas ransel berat bersama santriwati yang lainnya serta para santri. Di lapangan pesantren, Gus Agung, sang kepalanya sekolah mengizinkan para murid untuk pulang. Tanpa wisuda, dengan membawa selembar ijazah pesantren, Syakila merasa bangga pulang ke rumah orang tuanya.
Rindu bercampur sedih. Itulah yang dirasakan perasaan Syakila saat ini. Batinnya bertutur ingin sekali bertemu dengan kedua orang tuanya setelah 4 tahun tidak berjumpa dengan mereka. Namun di sisi lain, sedih karena berpisah dengan para temannya.
Di persimpangan jalan, perempatan, Syakila sedang menaiki ojek hendak pulang ke rumah nya. Baru setengah jalan dilalui, Syakila mengalami kecelakaan ditabrak oleh seorang ikhwan yang menaiki motor moge.
"Eh, maaf pak, mbak, Saya tanggung jawab kok. Biarkan saya yang mengantar dia pulang." Kata Gus Hamid. Tidak ada luka sama sekali, cuma lecet kecil di tas ransel karena benturan saja. "Baiklah, pak Toto ini uangnya." Kata Syakila Zafrina sambil membayar ojek. "Iya, mbak Syakila hati-hati ya. Iya sudah saya maafkan. Lagi pula Saya tidak kenapa-kenapa." Kata Pak Toto sambil menerima yang dari Syakila. "Aa, mau anterin saya ke rumah orang tua saya?" Kata Syakila. "Iya, mbak Syakila, eh. Mari saya antarkan. Tadi tidak kenapa-kenapa kan? Saya minta maaf tadi gak sengaja. Perkenalkan Saya Gus Hamid. Guru di Pesantren Al-Mugni." Kata Gus Hamid. "Iya, saya maafin. Tidak kenapa-kenapa. Cuma kaget sebentar saja kok." Kata Syakila.
"Baiklah, mbak sekarang saya antarkan ya." Kata Gus Hamid. "Tidak perlu panggil mbak, panggil Syakila saja." Kata Syakila. "Iya, baiklah, syakila." Kata Gus Hamid. Motor pun berjalan ke arah rumah orang tua nya Syakila. Sekitar 1 jam kemudian, tibalah Syakila dan Gus Hamid di rumah Bapak Adit, ayah kandungnya Syakila.
"Assalamu'alaikum." Kata Syakila dan Gus Hamid. "Wa'alaikumsalam." Kata Bapak Adit. "Eh, kok pulang pulang bawa cowok. Siapa ini? Calon suami mu, nak?" Kata Bapak Adit. "Eh, bukan pak, ini kenalin Gus Hamid yang tadi nolong di jalan, tadi gak sengaja Ada kejadian. Jadinya di antar Gus Hamid pulang. Kita baru kenalan tadi, kok." Kata Syakila. "Iya, pak, aduh, tadi saya gak sengaja nabrak anak bapak tapi gak Kenapa kenapa, jadinya saya yang anterin, saya sudah tanggung jawab. Tadi, anak bapak gak kenapa kenapa kok." Kata Gus Hamid.
"Sini, masuk dulu ke rumah, Gus Hamid. Kita bicara dulu." Kata Bapak Adit. "Iya, pak." Kata Gus Hamid. Terjadilah diskusi antara bapak Adit dengan Gus Hamid, kedua nya mengobrol serius. Sedangkan, Syakila diam di kamar sambil istirahat. Tibalah adzan ashar berkumandang. "Pak Adit, saya pulang dulu ya." Kata Gus Hamid. "Iya, silahkan Gus." Kata Bapak Adit. "Assalamu'alaikum." Kata Gus Hamid. "Wa'alaikumsalam." Kata Bapak Adit.
Bapak Adit sejenak memperhatikan kamar Syakila Zafrina, ternyata sedang tidur pulas. Ia merapikan tas ransel anaknya yang baru pulang di pesantren. Tidak terasa waktu 4 tahun berlalu dengan cepat. Ibu Sania belum pulang kerja. Dia adalah ibu kandungnya Syakila. Maklumlah, Syakila anak tunggal dengan penampilan syar'i nya yang memang segala terjamin oleh orang tuanya. Wajar saja, ia dimanja dan sangat di sayang oleh kedua orang tuanya.
Hmm... Syakila, nama yang bagus. Pikir Gus Hamid. Sepanjang jalan pulang dengan sarung rapi nya, Gus Hamid memikirkan Syakila. Akhwat yang cantik dan sangat syar'i. Apakah Gus Hamid ingin melamar nikah Syakila? Apakah Syakila adalah jawaban istikharahnya Gus Hamid? Diam-diam Gus Hamid penasaran dengan sosok Syakila. "Nanti, lain kali, aku akan menemui lagi orang tuanya Syakila. Semoga istikharah ini berialan lancar dan aku bisa mendapatkan jodoh. Tapi apabila jodohku itu adalah Syakila yang tadi bagaimana ya? Weshh... Kemana aja. Sudahlah lebih baik aku fokus kerja dulu. Urusan tentang jodoh nanti aku diskusi kan di sepertiga malam." Kata Gus Hamid
Gus Hamid merapikan sepatu dan seragam kerja nya. Ia sudah sampai di rumah nya sendiri. Gus Hamid memang masih jomblo namun sudah bisa beli rumah dan tinggal sendiri. Orang tuanya adalah orang kampung yang tinggal di desa. Jadi, Gus Hamid tinggal sendiri dan sedang fokus kepada Karir, pekerjaannya sendiri. Pria berumur 27 tahun itu, langsung tertidur pulas di ruang tamu dengan keringatnya yang bercucuran. Ia masih memikirkan Syakila. Akhwat yang anggun dan cantik. "Rasa nya, ingin bertemu lagi, lagi pula ingin sekali aku mengenal nya lebih dalam. Tapi, cewek itu kan banyak. Aku gak boleh sangat berharap pada Syakila." Kata Gus Hamid. Kemudian, Gus Hamid melanjutkan tidur nya, Badannya yang capek sudah beres mengajar di pesantren Al-Mugni. Ia tidak banyak mengeluh dan senantiasa bersyukur.
Dito berpapasan dengan Tya disekolah SMP. Namun, kali ini Tya yang bersikap acuh tak acuh. "Eh, bentar kak namanya siapa, dari kelas XII-A kan? boleh saya kenalan?" kata Dito. "Saya Anintya. Biasa dipanggil Tya. Kamu Dito ya murid populer itu." kata Tya. "Tya, boleh kita mengobrol berdua? ada hal yang ingin aku bicarakan." kata Dito. "Iya, boleh, diluar perpustakaan yuk." kata Tya. "Iya, boleh." kata Dito.
ns216.73.216.143da2