"Kemarin, Shaffiyah menemukan buku diary ya sudah usang dan jelek sih. Di tempat sampah. Aku kenal Shaffiyah dari masjid sekolah. Kebetulan, aku ini remaja mesjid. Kata Shaffiyah. Anintya itu suka ke Dito. Jadi, kamu mau enggak jadi pacarku?" kata Dito. "Oh itu, iya buku diary nya sudah jelek dan aku tidak butuh lagi. Aku sudah tidak ada perasaan suka ke kamu. Hmm, Dito sebenarnya aku enggak mau pacaran. Kita cuma berteman aja ya." kata Tya.
Syakila kini termenung dan menunggu tepat. Tepat Bada dzuhur, Syakila bergegas pulang ke rumah orang tuanya. Ia membawa tas ransel berat bersama santriwati yang lainnya serta para santri. Di lapangan pesantren, Gus Agung, sang kepalanya sekolah mengizinkan para murid untuk pulang. Tanpa wisuda, dengan membawa selembar ijazah pesantren, Syakila merasa bangga pulang ke rumah orang tuanya.
Rindu bercampur sedih. Itulah yang dirasakan perasaan Syakila saat ini. Batinnya bertutur ingin sekali bertemu dengan kedua orang tuanya setelah 4 tahun tidak berjumpa dengan mereka. Namun di sisi lain, sedih karena berpisah dengan para temannya.
Di persimpangan jalan, perempatan, Syakila sedang menaiki ojek hendak pulang ke rumah nya. Baru setengah jalan dilalui, Syakila mengalami kecelakaan ditabrak oleh seorang ikhwan yang menaiki motor moge.
"Eh, maaf pak, mbak, Saya tanggung jawab kok. Biarkan saya yang mengantar dia pulang." Kata Gus Hamid. Tidak ada luka sama sekali, cuma lecet kecil di tas ransel karena benturan saja. "Baiklah, pak Toto ini uangnya." Kata Syakila Zafrina sambil membayar ojek. "Iya, mbak Syakila hati-hati ya. Iya sudah saya maafkan. Lagi pula Saya tidak kenapa-kenapa." Kata Pak Toto sambil menerima uang dari Syakila. "Aa, mau anterin saya ke rumah orang tua saya?" Kata Syakila. "Iya, mbak Syakila, eh. Mari saya antarkan. Tadi tidak kenapa-kenapa kan? Saya minta maaf tadi gak sengaja. Perkenalkan Saya Gus Hamid. Guru di Pesantren Al-Mugni." Kata Gus Hamid. "Iya, saya maafin. Tidak kenapa-kenapa. Cuma kaget sebentar saja kok." Kata Syakila.
"Baiklah, mbak sekarang saya antarkan ya." Kata Gus Hamid. "Tidak perlu panggil mbak, panggil Syakila saja." Kata Syakila. "Iya, baiklah, Syakila." Kata Gus Hamid. Motor pun berjalan ke arah rumah orang tua nya Syakila. Sekitar 1 jam kemudian, tibalah Syakila dan Gus Hamid di rumah Bapak Adit, ayah kandungnya Syakila.
"Assalamu'alaikum." Kata Syakila dan Gus Hamid. "Wa'alaikumsalam." Kata Bapak Adit. “Eh, kok pulang pulang bawa cowok. Siapa ini? Calon suami mu, nak?” Kata Bapak Adit. "Eh, bukan pak, ini kenalin Gus Hamid yang tadi nolong di jalan, tadi gak sengaja Ada kejadian. Jadinya di antar Gus Hamid pulang. Kita baru kenal tadi, kok." Kata Syakila. "Iya, pak, aduh, tadi saya gak sengaja nabrak anak bapak tapi gak Kenapa kenapa, jadinya saya yang anterin, saya sudah tanggung jawab. Tadi, anak bapak gak kenapa kenapa kok." Kata Gus Hamid.
"Sini, masuk dulu ke rumah, Gus Hamid. Kita bicara dulu." Kata Bapak Adit. "Iya, Pak." Kata Gus Hamid. Terjadilah perbincangan antara bapak Adit dengan Gus Hamid, kedua nya bersifat serius. Sedangkan Syakila diam di kamar sambil istirahat. Tibalah adzan ashar berkumandang. “Pak Adit, saya pulang dulu ya.” Kata Gus Hamid. "Iya, silakan Gus." Kata Bapak Adit. "Assalamu'alaikum." Kata Gus Hamid. "Wa'alaikumsalam." Kata Bapak Adit.
Bapak Adit sejenak memperhatikan kamar Syakila Zafrina, ternyata sedang tidur pulas. Ia merapikan tas ransel anak yang baru pulang ke pesantren. Tidak terasa waktu 4 tahun berlalu dengan cepat. Ibu Sania belum pulang kerja. Dia adalah ibu kandungnya Syakila. Maklumlah, Syakila anak tunggal dengan penampilan syar'i nya yang memang segala sesuatu terjamin oleh orang tuanya. Wajar saja, ia dimanja dan sangat disayang oleh kedua orang tuanya.
Hmm... Syakila, nama yang bagus. Pikir Gus Hamid. Sepanjang jalan pulang dengan sarung rapi nya, Gus Hamid memikirkan Syakila. Akhwat yang cantik dan sangat syar'i. Apakah Gus Hamid ingin melamar Syakila? Apakah Syakila adalah jawaban istikharahnya Gus Hamid? Diam-diam Gus Hamid penasaran dengan sosok Syakila. "Nanti, lain kali, aku akan membahas lagi orang tua Syakila. Semoga istikharah ini berialan lancar dan aku bisa mendapatkan jodoh. Tapi jika jodohku itu adalah Syakila yang tadi bagaimana ya? Weshh... Kemana aja. Sudahlah lebih baik aku fokus kerja dulu. Urusan tentang jodoh nanti aku diskusi kan di khususnya malam." Kata Gus Hamid
Gus Hamid merapikan sepatu dan seragam kerja nya. Ia sudah sampai di rumahnya sendiri. Gus Hamid memang masih jomblo namun sudah bisa beli rumah dan tinggal sendiri. Orang orang tua adalah orang kampung yang tinggal di desa. Jadi, Gus Hamid tinggal sendiri dan fokus pada Karir, pekerjaannya sendiri. Pria berumur 27 tahun itu, langsung tertidur pulas di ruang tamu dengan keringatnya yang bercucuran. Ia masih memikirkan Syakila. Akhwat yang anggun dan cantik. "Rasa nya, ingin bertemu lagi, lagi pula ingin sekali aku mengenalnya lebih dalam. Tapi, cewek itu kan banyak. Aku gak boleh sangat berharap pada Syakila." Kata Gus Hamid. Kemudian, Gus Hamid melanjutkan tidurnya, Badannya yang capek sudah beres mengajar di pesantren Al-Mugni. Ia tidak banyak mengeluh dan selalu bersyukur.
ns216.73.216.143da2