Aku memilih mendoakan dan menyebut nama Gus Askandar dalam doa istikharah. Mungkin, aku bisa mencintainya dalam diam. Entah siapa jodohnya, namun yang penting aku sudah berikhtiar lewat jalur doa.
Kutatap wajah Gus Askandar dan kudengarkan sholawat yang dilantunkannya. Teman-temanku pun banyak yang menyukainya. Entah harus berapa tahun kupendam rasa cinta ini diam-diam. Namun, aku lebih memilih msnyembunyikan perasaan ini dan cukup Allah yang mengetahuinya. Tiba saatnya pelajaran PAI, ternyata gurunya tidak hadir. Aku menatap teman yang duduk di bangku depan. Mereka bernama Aryan dan Arfiansyah. Topik pembicaraannya adalah pembicaraan aku.
"Eh, eh, bentar, kamu suka sama siapa sih? Zaniar bukan?" kata Arfiansyah. "Bukan, itu yang absennya setelah Zaniar yang terbiasa senyumnya cantik, introvert dan rajin belajar." kata Arya. "Oh, Shafira. Aku meneleponin ya orangnya. Eh! Fhiya! Ada yang mau aku omongin." kata Arfiansyah. "Eh, apa? Ada apa memangnya?" kata Syafira. "Ini katanya Aryan suka ke Fhiya, baru saja tadi dia bilang ke aku. Gimana, mau gak kamu pacaran sama Aryan?" kata Arfiansyah. “Apa-apaaan ini, Fhiya gak mau pacaran sama Arya.” kata Syafira. "Bentar dengerin dulu, Fhiya mau gak jadi pacar aku?" kata Arya. "Gini, aku sudah jawab ya. Aku gak mau pacaran. Kalau cowok serius itu pasti datang ke rumah bukan mengajak pacaran." kata Fhiya. "Oh ya." kata Aryan dengan senyuman yang lebar dan pergi meninggalkan kelas. Mungkin Aryan pergi ke WC atau toilet sekolah.
"Eh, Fhiya, kenapa sih kamu tolak Aryan? Dia baik-baik saja, dia itu teman aku." kata Putri. "Enggak kenapa-kenapa. Aku ingin jadi jomblo terhormat dan menjadi muslimah yang menjaga diri. Kalau suka juga enggak mesti pacaran. Aku ingin seperti kisah Fatimah dan Sayidina Ali yang menjaga cinta dalam diam dan menyebut namanya dalam doa namun bisa berjodoh. Nanti juga ada waktunya aku dipertemukan dengan jodoh." kata Syafira. "Iya, iya, semoga nanti bertemu jodohnya ya." kata Putri. "Shafira semangat jomblonya gak apa-apa kamu memilih enggak pacaran juga. Aku juga milih belajar aja semoga nanti bisa sampai kuliah ke negeri. Aku juga sering nolak pacaran." kata Hanif. "Iya bagus." kata Syafira.
Kelas satu SMP pun berlalu. Kini, aku menduduki bangku kelas dua SMP. mulai terjalin, antara aku, Sabrina, Nur dan Si Persahabatanti. Kita berempat sama-sama menyukai Gus Askandar. Sama-sama kelahiran 2004, seumuran, dan ganteng lagi. Hampir setiap hari, Siti berdiskusi dengan Gus Askandar dari awal topik pembicaraan dan esoknya berikutnya juga. Kita sebagai sahabat memakluminya karena meskipun begitu kita bisa berbagi cerita tentang apa yang dilalui Gus Askandar. Sudah dua tahun, aku mencintai dalam diam terhadap Gus Askandar, masih dengan doa istikharah dan berharao jadi jodohnya.
Meskipun sudah tidak satu kelas lagi dengan Putra, saya tetap memilih untuk tidak mencari tahu kabarnya dan itu membuat tentram. Di kelas dua SMP, Shafira mengena Sad, sosok laki-laki sholeh yang rajin beribadah meskipun berkulit hitam. Pernah pada saat itu Shafira berduaan dengan Sad di kelas dan membicarakan cinta. Ternyata, Sad menceritakan kisah Layla dan Majnun. Kisah dua orang yang mencintai secara diam-diam namun tidak berjodoh dan berpisah dengan kematian. Meskipun Makam Layla ada di sebelah Majnun. Shafira membahas cinta dengan beristikharah kepada Allah. Sedih mendengarkan sampai beres Shafira bercerita.
Kemudian, datanglah Ibnu. Sosok laki-laki sholeh, anak ustadz, yang gemar menjaga pandangan, rajin beribadah dan berkulit cerah bercahaya. Dia datang ke dalam kelas dan meminta maaf pada guru yang mengajar di kelasku karena teman sekelasnya menendang bola ke arah jendela kelasku. Bu guru memaafkannya dan Ibnu pun keluar kelas. Tak lama kemudian, Amelia menceritakan bahwa ia adalah mantan pacar Ibnu. Mereka berdua putus pacaran karena telah usai cintanya dan Ibnu mau fokus belajar sekolah. Teman sekelaspun mengetahuinya. Dengan senyuman ramah Amelia mengakhiri ceritanya. Aku memikirkan Ibnu, ternyata selain Zaniar yang memakai cadar tapi pacaran, ada juga Ibnu anak ustadz yang pernah berpacaran, dan sebagainya. Aku melanjutkan belajarku di kelas.
Nur menceritakan kepada para sahabat, bahwa dirinya akan menikah dikarenakan sudah bertemu jodohnya. Tanpa proses pacaran selama SMP sampai SMA. Begitu katanya, Nur juga menceritakan bahwa dirinya akan menikah bila sudah tamat SMA. Lain halnya dengan aku dan Sabrina, kami sepakat untuk melanjutkan kuliah ke swasta. Namun, lagi-lagi Siti datang ke kelas dan berdiskusi Gus Askandar lagi kepada kami.
Shafira sedang tidak ditemani sahabatnya. Mereka sedang pergi ke koperasi sekolah. Hudan menghampiri Shafira. "Shafira, aku suka kamu deh. Tapi aku gak mau pacaran. Cukup istikharah aja." kata Hudan. "Iya gak apa-apa. Aku juga sering istikharah." kata Syafira. "Hudan, kalau kamu suka Fhiya, kamu harus punya hafalan qur'an yang banyak. Kan Fhiya itu sosok yang sholehah dan tidak pernah pacaran." kata Adit. "Iya, sedang aku usahakan. Aku kan anak pesantren, mau nambah hafalan kitab dan al-qur'an dulu. Nanti bisa lamar nikah ke Fhiya ya." kata Hudan. "Iya, Fhiya juga lagj proses hafalan surat Al-Kahfi kok. Hudan bercanda ya." kata Syafira. "Iya bercanda. Lagian aku belum tentu jadi jodoh kamu dan hidup ini harus banyak candanya." kata Hudan. "Iya, Hudan. Fhiya enggak apa-apa." kata Shafira.
ns216.73.216.143da2