“Ada juga suatu kisah ketika di masa Rasulullah. Rasulullah itu menghalalkan atau menikah ya ijab kabul tapi perempuannya itu dibilang beda daerah jadi menikah dengan jarak jauh tapi jauh. Tapi itu jodoh yang tidak tersangka-sangka gitu. Pernah juga salah satu kisah tentang Rasulullah bahwa adanya juga yang bernama Shaffiyah binti Huyay bin Akhtab mereka itu adalah keluarganya Rasulullah jadi awalnya Shaffiyah itu benci jadi cinta kepada Rasulullah. Awalnya Rasulullah berdakwah kemudian Shafiyah menjadi budak dan dimerdekakan oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah menikah dengan Shaffiyah. Bahkan Shaffiyah ini adalah istri Rasulullah yang paling sangat cantik dan juga paling kaya raya. Oleh karena itu apa sih yang nanti dipertahankan dari pacaran?” kata Gus Zulfi
“Sebenarnya begini aku ini baru pacaran. Kemarin, awalnya aku hanya telepon-teleponan aja. Tetapi yang aku rasakan, rasanya seperti jauh dari Allah. Ya, aku ingin banget merasakan ketenangan jiwa seperti masa lalu aku ketika SD. Ketika aku dekat dengan Alquran. Aku ingin diriku ini kembali lagi berhijrah kepada Allah, mendekatkan diri kepada Allah dan juga tidak memikirkan jodoh. Oh iya terima kasih ya udah mengingatkan sebenarnya aku juga kenal Gus Zulfi juga dari orang tuaku. Dan karena kebetulan kita baru pertama kali bertemu lagi di tempat masjid ini, di rumah Allah ini.” Kata Andrina.
“Bagaimana kalau kita diskusikan saja tentang rencana kedepannya nanti lagi. Saya mau berteman dulu.” kata Gus Zulfi. “Kita bahas lagi nanti ya. harap jangan membahas lagi tentang ini. Apalagi Aku ini masih sekolah.” kata Andrina
Selesai dari pembicaraan tersebut. Andrina melaksanakan shalat ashar berjamaah bersama Gus Zulfi dan jamaah lainnya. Andrina menyimpan tas dan teleponnya di atas sajadah. Tidak seperti biasanya, kini Andrina berdoa sambil meneteskan air mata. Ia meminta keteguhan hati dan pendirian. Bahkan, tidak hanya itu, ia meminta agar dilancarkan segala urusannya. Berserah diri kepada Allah adalah pilihan Andrina. Mukena putih itu dibukanya oleh Andrina. Disimpannya mukena itu diatas loker lemari masjid, tertata rapi dan bersih.
Gus Zulfi pergi meninggalkan mesjid. Dia memakai sandal kulitnya lengkap dengan sorban di atas kepalanya. Memang, cinta tidak bisa dipilih melainkan harus dimiliki. Apalagi, butuh waktu lama untuk menghalalkan seseorang dan butuh persiapan yang matang. Andrina, Andrina, Andrina, begitulah isi pikiran Gus Zulfi. Kini isi hatinya berlabuh pada Andrina. Bisa dibilang, ini jatuh hati. Namun, belum pantas untuk diutarakan melainkan harus di waktu yang tepat.
Gus Zulfi berbicara dengan orang tuanya. “Pah, aku ingin menikah dengan seseorang pilihan papah. Nanti, kira-kira 2 tahun lagi. Aku tidak pantas mengikatkan cinta ini pada pacaran. Aku juga tidak ingin buru-buru meminang dia. Aku juga tidak mau bertunangan.” Kata Gus Zulfi. “Jadi, nak. Begini, Zulfi itu sudah jadi seorang ustadz. Maunya bagaimana ? Andrina masih sekolah. Papah yakin pilihan papah dan ibu ini sudah tepat.” Kata Pak Tedo. “Tadi, aku baru berbicara dengan Andrina, dia baru pacaran dengan temannya sendiri namanya ibnu. Aku tadi hanya menasehatinya kalau pacaran itu dilarang. Dan aku juga cukup kecewa, pah. Tapi Andrina meminta waktu untuk memutuskan pacaran.” Kata Gus Zulfi. “Oh, begitu, ya sudah kamu mau cari wanita lain atau tetap pada Andrina?” kata Pak Tedo.
“Aku tetap saja akan memilih Andrina. Tapi aku butuh waktu pah, untuk melupakan kejadian yang tadi.” Kata Gus Zulfi sambil menitikkan air mata. Pak Tedo membelai halus pundak anaknya dan sorbannya. “Nak, papah tahu kamu lagi sakit hati. Papah juga tidak menyuruhmu untuk menikah di tahun ini. Biarlah bagaimana berjalannya waktu. Kalau Andrina bukan jodohmu, nanti Allah akan kirimkan wanita yang terbaik untukmu, nak, yakinlah.” Kata Pak Tedo. “Iya, pak.” Kata Gus Zulfi sambil menyeka air matanya.
Ia tidak menyangka, wanita yang ditunggu dari hari ke hari itu mampu mematahkan hatinya. Rasa sakit hati ini sudah berlebihan. Namun, pekerjaan memang diutamakan oleh Gus Zulfi. Mengajar di pesantren dan masjid adalah pilihannya. Tidak perlu dijelaskan bagaimana rasanya patah hati. Gus Zulfi tidak pernah berdekat-dekatan dengan wanita lain. Ia memilih setia, merindukan Andrina dan memilih untuk tidak bertemu dengannya.
Gus Zulfi bergegas ke kamar. Ia menumpahkan semua air matanya pada bantal di kasur. Entah mengapa, perasaan dan logika nya tidak karuan. Ia tidak ingin berlarut-larut memikirkan kejadian yang tadi. Gus Zulfi pernah mengagumi seorang akhwat bercadar tapi itu masa lalu. Namanya Aminah. Perempuan lugu dan cantik itu pernah memikat hati Gus Zulfi. Namun, tidak lama, Gus Zulfi memutuskan untuk menghapus perasaan kagumnya. Aminah memang bercadar hanya saja perilakunya tidak mencerminkan muslimah yang baik. Dia berkata kasar dan merokok. Bahkan, berteman dengan laki-laki jalanan yang jauh dari masjid.
Gus Zulfi memutuskan untuk fokus pada pekerjaanya yaitu mengajar agama di pesantren dan masjid. Andrina keluar dari masjid dengan senyum mungilnya. Ia memutuskan untuk menelpon Ibnu untuk putus pacaran. Dipegangnya telepon itu oleh Andrina dengan hati-hati. “Halo, ibnu kita putus pacaran ya. Aku sudah punya jodoh. Jangan hubungi aku lagi.” Kata Andrina. “Iya, tapi kenapa?” kata Ibnu. Tiiit...tiiiit....telepon pun mati. Andrina segera memblokir nomor telepon Ibnu.
Andrina pulang ke rumahnya, ingin segera sampai rumahnya.
ns216.73.216.143da2