Gerbang SMP pun dibuka. Anintya Adinda Putri Lubis. Biasa dipanggil Tya oleh teman-temannya. Bahkan, tidak ada yang tahu perasaan kagumnya terhadap Dito Saputra. Fina yang sebangku dengan Tya saja tidak tahu kalau Tya sebenarnya kagum terhadap Dito. Di masa remaja, masa-masa SMP memanglah hal yang indah. Tya segera bergegas dari perpustakaan menuju keluar pintu perpustakaan setelah didapatinya ada Dito dan Aryan sedang mengambi buku di lorong C. Tya menutupi pipi merahnya dengan sebuah buku Matematika.
Di dalam kelas, Tya tetap fokus saja belajar memperhatikan guru. Tya memang tidak sekelas dengan Dito. Persahabatannya tidaklah putus. Syahla, Aulia, Anintya, Bagas dan Rani. Selalu bersama-sama ketika pergi ataupun berangkat sekolah. Pelajaran PAI pun dimulai. Bu Rina membagikan kisah masa mudanya yang tidak pacaran. Tya menangkap pesan penting dari pelajaran yang dipelajari hari ini.
Pacaran adalah suatu hubungan yang dijalin oleh 2 orang dan hukumnya haram. Dalam pacaran, selain berpegangan tangan dan sebagainya, tentulah dilarang oleh syariat islam. Hukum pacaran adalah haram dan itu juga berdosa. Mengapa muslimah dan muslim dalam berteman pun ada batasan? karena islam mengatur secara rinci dan teratur. Muslimah yang tangguh pasti tidak mau berpacaran. Begitupun muslim yang cerdas pastinya tidak ingin diajak pacaran. Allah sudah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan. Dan manusia yang cerdas tidak akan khawatit tentang jodohnya. Dia yakin bahwa nanti akan Allah hadirkan seorang jodoh yang baik dan tentunya dipertemukan dengan cara yang halal.
Pelajaran pun selesai. Tya bergegas pergi pulang bersama para sahabatnya. Sesampainya di rumah, ia membuka pintu rumah pelan-pelan. Dan menutupnya kembali. Tya tidur siang tanpa mengganti seragamnya. Memang, besok adalah hari libur sekolah. Tya tertidur pulas. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah melainkan bekerja. Setelah waktu menunjukan sore, bangunlah Tya dari tidurnya. Saatnya menulis diari. Tya menulis bagaimana perasaannya kepada Dito.
Begini isi diari nya.
Assalamu'alaikum.
Bagaimana dengan isi hatiku? Bisakah kita bersahabat kembali? Aku ingin mendekatkan diri kepada Allah dalam proses selesai hijrah ini. Mengapa selalu Dito yang ada di dalam hati? Aku bingung harus bagaimana. Aku ingin sekali melupakan perasaan kagum ini atau menghilangkan sejauh mungkin. Aku ingin fokus bercerita bukan memikirkan Dito. Lagian, Dito belum tentu jadi jodohku. Ya Allah, apabila Dito bukan jodohku, cabutlah perasaan suka ini dan hilangkanlah perasaan kagumku untuknya. Aky tidak mau menyukai orang lain sedangkan dia sudah ditakdirkan menjadi jodohnya orang lain. Bisakah hati menerima? Bila yang diharapkan olehku jodohku bukanlah Dito. Ini baru saja SMP. Bismillah, aku mulai rajin tahajud lagi. Akan aku usahakan untuk melupakan Dito. Baru satu tahun, aku mengaguminya dan ini terasa menyiksa. Dito sama sekali tidak mengenalku dan tidak tahu perasaanku. Seharusnya, aku tidak menyimpan perasaan suka ini. Aku kagum terhadap keteguhannya Iman. Dia bisa fokus pesantren sambil tidak memikirkan lawan jenis. Dia memanglah sepupu jauhku. Aku mengenal Iman saat tahun lalu pertama kali bertemu di rumah nenek. Aku dan Iman memanglah satu nenek. Akan tetapi berbeda bibi dan paman. Kita sepupu jauh dan aku cukup mengenalnya baik. Ya Allah, bismillah, akan aku lupakan Dito. Aku mengaguminya dengan alasan hanya luarnya saja yang tampan. Aku belum tahu bagaimana keluarganya, bagaimana karakternya, dan bagaimana ibadahnya. Saatnya ku buka lembaran baru.
Wa'alaikumsalam.
Salam semangat.
Tya merapikan kerudung segi empat syar'inya, ia mulai menata berbagai gamis dan kaos kaki di lemari kacanya. Tidak lupa, kitab-kitab tebalpun memenuhi rak buku yang dibuatkan ayah. Beberapa jam lagi, ayah dan ibu pulang bekerja dari kantor. Tya memasak tahu dan tempe goreng di dapur. Ia mandi dan mengenakan baju tidur lengkap dengan kerudung pendek.
Tuk...tuk...tuk.....
"Assalamu'alaikum."
Terderngarlah suara orang yang mengucapkan salam dari luar pintu. "Iya, wa'alaikumsalam." kata Tya. "Ini saya bu Fitri ibunya Iman, saya bibinya kamu, ini ada bingkisan kecil dari Iman, tolong diterima ya." kata bu Fitri. "Iya, bibi, makasih banyak." kata Tya. "Tya, lagi apa? ayah dan ibu ada?" kata bu Fitri. "Tidak ada, bibi, disini Tya sendiri." kata Tya. "Baiklah kalau begitu bibi pulang dulu ya, Iman titip salam untuk Tya." kata bu Fitri. "Iya, baiklah bibi." kata Tya.
Tya menutup pintu dengan perlahan. Dibukanya bingkisan itu. Ternyata ada sebuah surat dan satu set gamis. "Wah, bagus banget gamisnya." kata Tya. Ternyata Iman memberi hadiah bingkisan satu set gamis beserta cadar untuk Tya. Entah ada apa, tetapi Tya sangat senang menerima bingkisan itu. Tya memutuskan untuk menyimpan surat itu dan tidak langsung membacanya.
"kring....kringg..." suara telepon berbunyi. Tya mengangkat telepon
"Iya, Bagas, ada apa?" kata Tya. "Hmm, Tya, ada yang mau aku sampaikan padamu." kata Bagas. "Iya, kenapa? aku lagi gak sibuk kok." kata Tya. "Aku suka sama Tya, selama persahabatan ini. Tapi aku tidak akan mengajakmu pacaran. Aku cuma menyampaikan hal ini saja." kata Bagas. "Oh iya, Bagas, maaf ya, sebaiknya tidak perlu saja. Tya cuma anggap sebatas sahabat aja ya." kata Tya. "Oh begitu baiklah, sampai jumpa besok di sekolah ya. Aku tidak kenapa-kenapa." kata Bagas. "Iya, baiklah Bagas, beneran gak apa apa nih?" kata Tya
ns216.73.216.143da2