
Nama asliku Rafi Alfaruq. Tapi belakangan, aku lebih dikenal sebagai Habib Amir bin Zainal al-Kharami nama palsu yang kusematkan sendiri, agar lebih mudah diterima oleh orang-orang yang memuja jubah lebih dari isi dada.
190Please respect copyright.PENANA9WfU755snt
Aku lahir tanpa ayah. Kata ibu, aku adalah “buah cinta dari tanah suci,” meski kenyataannya lebih mendekati buah khilaf dari ranjang majikan Arab yang terlalu sering memperhatikan pembantunya. Wajahku mewarisi keturunan ayah biologis itu kulit putih zaitun, mata agak kecoklatan, hidung mancung, dan janggut tipis alami yang tumbuh rapi sejak usia 17.
190Please respect copyright.PENANA81RMMiHczN
“Wajahmu kayak cucu Nabi,” kata ibu sambil menangis waktu itu.
Padahal aku tahu, wajahku justru mengingatkan dia pada dosa yang tak pernah dia berani ceritakan ke siapa pun. Apalagi ke bapak tiriku, lelaki tukang judi yang setiap malam pulang dengan bau ciu dan umpatan dari warung domino.
190Please respect copyright.PENANAxWQhI3K21N
Waktu umur 15, aku dikirim ke pesantren. Katanya, biar
190Please respect copyright.PENANAXmRvUlI4zk
"jiwamu dibersihkan, Fi."
190Please respect copyright.PENANAA5UWpY3vx2
Tapi kenyataannya, yang kutemukan di sana bukanlah surga ahirat , melainkan celah surga dunia yang berawal dsri senyum lembut Bu Nyai Azizah, istri dari pengasuh pondok, yang setiap hari membagikan bubur kacang hijau ke santri sambil menunduk sopan... dan menatapku lebih lama dari seharusnya.
190Please respect copyright.PENANA4RkG6Q7ndr
Hubungan kami seperti doa yang tak pernah terucap keras, tapi makin sering diulang dalam diam. Dari bantu-bantu angkat galon, hingga mencuci mukena beliau yang konon pernah dibelikan langsung dari Madinah kami makin dekat, makin sering. Sampai akhirnya satu malam, hujan mengguyur pelataran masjid, dan aku dipanggil ke dapur utama.
190Please respect copyright.PENANA5PT5rrG6iu
“Boleh kamu bacakan doa, Fi... untuk anak saya yang lagi sakit.”
Begitu katanya.
190Please respect copyright.PENANA6yR9UKvY8b
Yang kubacakan bukan doa, tapi ciuman pelan di tengkuknya. Dan malam itu... kami tenggelam dalam dosa yang tak sempat dituliskan dalam kitab kuning.
190Please respect copyright.PENANAx60sFj19ek
Aku pikir semuanya aman. Tapi tidak.
190Please respect copyright.PENANASCk9zQa7TM
Pagi harinya, semua berubah. Ada surat kaleng di meja pengasuh. Isinya kabur, tapi cukup jelas: ada santri yang “melewati batas” dengan “istri kiai”. Aku tahu, waktuku habis. Aku tahu, aku bukan hanya akan dikeluarkan aku bisa dipotong alat kelaminku oleh para santri fanatik yang merasa kehormatan kiainya ternodai.
190Please respect copyright.PENANAmIy8toRMhF
Malam itu, aku tidak salat Isya berjamaah. Aku kemas sarung, dompet receh, satu jaket lusuh, dan... dua lembar foto polaroid yang diam-diam pernah kuambil dari dapur saat Bu Nyai sedang menyapu. Entah kenapa kusimpan. Mungkin sebagai pengingat. Atau mungkin sebagai pembakar semangat... saat dunia terlalu dingin.
190Please respect copyright.PENANAtRPWKFBfZL
190Please respect copyright.PENANAiYEOe6UYV1
Tiga hari kemudian.
190Please respect copyright.PENANAnrC2cjCXoU
Perutku menyuarakan protes lebih keras daripada muadzin masjid agung. Uangku hanya cukup untuk satu bungkus rokok dan segelas teh manis. Aku belum makan sejak kemarin.
190Please respect copyright.PENANAEt4jReLZO1
“Gue rampok aja warung sebelah, ya Allah... ampunin, gue laper,”
190Please respect copyright.PENANA5EWqjN1QiW
gumamku, lebih seperti curhat daripada doa. Aku berdiri di depan warung kelontong kecil, mengincar uang receh di laci. Nenek penjaga warung terlalu sibuk menghitung kembalian untuk sadar bahwa tanganku sudah masuk ke lacinya.
190Please respect copyright.PENANAN2d96AppCQ
Tapi takdir memang suka bercanda.
190Please respect copyright.PENANAnj7PMZBTXR
“MAAAALING!”
190Please respect copyright.PENANA8K4dK2z5Nq
Anak kecil entah dari mana berteriak seperti kerasukan setan. Warga sekitar langsung menoleh, dan detik berikutnya, aku sudah lari pontang-panting dengan kantong bolong dan suara teriakan memburuku.
190Please respect copyright.PENANAxL4hBziO42
Aku masuk ke gang kecil, lalu lorong, lalu pagar terbuka sebuah aula besar.
190Please respect copyright.PENANAwx0ku5lJba
Di sinilah segalanya berubah.
190Please respect copyright.PENANACsXtRsqVDE
Puluhan orang bersorban putih, ibu-ibu berbusana gamis mahal dengan bros-bros emas, dan banner besar bertuliskan:
190Please respect copyright.PENANA13gtZ7Paqa
“Tabligh Akbar Bersama Al-Habib Ali Zainal Makarim dari Hadhramaut”
190Please respect copyright.PENANADnIrQk2Y6N
Tanpa pikir panjang, aku menunduk, menyelip masuk di barisan jemaah laki-laki.
Series ini sudah hadir di
App VICTIE dan bisa di Download di Playstore
Cari saja
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
ns216.73.216.3da2