x
Bab 2: Ceramah, Pantai, dan Nafsu yang Tertinggal
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhooEJXJ6gr
Setelah malam itu di tabligh akbar, namaku mulai bergaung.
"Habib Amir dari Hadhramaut."
Orang-orang menyebutnya dengan suara penuh getar, seakan tiap huruf mengandung berkah. Padahal satu-satunya pasir yang pernah aku injak ya di lapangan bola kampung waktu kemarau panjang.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEzXRSwqYpX
Tapi hidup harus terus berjalan, apalagi kalau berjalan di atas panggung—pakai sorban, suara mendayu, dan mata yang sedikit sendu. Itu cukup untuk membuat para jemaah percaya, apapun yang keluar dari mulutku adalah sabda.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡo0KO01r5XK
Sampai akhirnya, sebuah undangan datang dari Pangandaran.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8AmdokucGB
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6KwB1nlY00
---
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdyZ94sNQKY
Aku diundang sebagai pembicara tamu dalam majelis kecil di sebuah wisma pinggir pantai milik keluarga seorang dermawan. Katanya, mereka rutin mengundang habib muda untuk “menyegarkan rohani” para ibu-ibu yang mengelola koperasi nelayan dan bisnis pariwisata lokal.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRJnNyfTsBO
Aku mengiyakan. Bukan karena dakwah—tapi karena sudah lama aku ingin kabur sebentar dari kota dan segala tatapan curiga ustaz-ustaz asli yang mulai bertanya-tanya kenapa aku tak pernah bawa sanad nasab. Pangandaran terdengar cukup jauh... dan cukup aman.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWluJ9ngY60
Sesampainya di sana, aku disambut oleh Deden, lelaki paruh baya yang katanya dulunya mantan aktivis rohis yang gagal jadi guru ngaji, lalu banting setir jadi pengelola kebun sekaligus penjaga toko bangunan.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlYlzbfUtaN
Orangnya santai, humoris, dan langsung cocok denganku setelah ngobrol beberapa menit.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡnKbuqqjUzc
“Nginep aja di rumah saya, Bib. Gak usah repot bayar hotel,” katanya.
Rumahnya sederhana tapi rapi. Ada pohon belimbing di halaman dan angin laut yang selalu datang tiap sore. Sesuatu yang tak bisa kau beli dengan infak dari jamaah.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡc4V1iAi6D0
Deden ternyata lebih dari sekadar orang lokal ramah.
Di malam kedua, saat kami duduk di teras sambil minum kopi jahe, ia mulai membuka lembar masa lalunya.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡgm7tuT9Kpa
“Gua duda, Bib.”
Kalimat itu diucapkannya datar.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHKaqpNR2mj
“Cerai... gara-gara gak kuat ngimbangin nafsu bini gua. Satu-dua ronde gak cukup. Harus tiap malam. Lama. Kadang pagi juga minta. Katanya biar semangat masak.” Deden menghela napas.
Aku diam. Sedikit tertawa dalam hati, karena rasa lelahnya terdengar seperti doa yang tak dikabulkan.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZIDP2HrCZq
“Wajah dia gimana?” tanyaku akhirnya.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrK3zbhI9LN
“Manis. Cantik banget malah. Tapi lebih manis kalo udah minta sesuatu di kamar. Badannya... aduh. Pokoknya tiap suaminya pasti kewalahan. Tiga kali nikah, semua cerai.”
Aku makin penasaran.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9luB5YwJPV
“Apa sekarang dia udah kawin lagi?”
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcS6ada8Tz9
“Nggak. Tapi dia bantuin kakaknya jaga wisma deket pantai. Namanya Anissa.”
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡpKXjHBi1Ly
Nama itu seperti alunan rebana yang terlalu lembut tapi meninju dada.
Aku pura-pura tidak tertarik, tapi pikiranku mulai main jauh.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡUyBCk6DwfC
“Boleh dikenalin?” tanyaku sambil memainkan tasbih plastik yang kini kubawa ke mana-mana.
“Siapa tahu bisa dakwah sambil silaturahmi.”
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3eNppfkZfM
Deden tertawa. “Tapi hati-hati Bib... yang ini bisa bikin orang bertobat sambil nahan jeritan.”
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfSvorFGzW6
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡc54UZSvkje
---
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6hgNnUGXiK
Keesokan harinya, aku mampir ke wisma tempat Anissa bekerja. Ia sedang menyapu halaman. Langit mendung, pantai sepi, dan hanya ada suara burung camar dan desiran ombak.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfX7kE6YwgH
Anissa... bukan sekadar cantik. Ia punya aura tenang, semacam gabungan antara wanita yang terlalu sering disakiti dan terlalu terbiasa mengendalikan situasi. Sorot matanya tajam, tapi hangat. Bibirnya kecil dan penuh. Gerakannya tenang, tapi terukur.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVi0E26OKUz
Waktu dia melihatku, dia hanya tersenyum singkat.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfO3FrGgJ6q
“Habib dari kota, ya?”
Suaranya bening. Tidak dibuat-buat.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAlrgxLMOws
“Panggil Amir aja,” jawabku sambil menunduk, gaya andalan tiap bertemu perempuan—menunduk tapi lirikan mata tetap bekerja.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHcO86P5R75
Kami ngobrol sebentar. Tidak lama, tapi cukup untuk tahu bahwa Anissa bukan tipe perempuan mudah kagum pada gelar atau sorban. Itu membuatku makin tertarik.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPJNAKqUf5g
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡneUImXbb5k
---
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWw5SLxQ44J
Di malam harinya, aku mengisi pengajian kecil di aula wisma. Para ibu duduk manis, beberapa membawa buah tangan, satu-dua mengedip saat aku mulai ceramah tentang cinta Nabi dan Sayyidah Khadijah—tema andalanku.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1RBMQyaOan
Di sudut aula, Anissa berdiri sambil menyeduh teh. Tak banyak bicara, tapi sesekali menatapku lama. Bukan seperti jemaah lain. Tatapannya berbeda. Seperti... menguliti kebohongan dari balik jubah.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0d5zMs7sYA
Aku tahu perempuan seperti itu tidak bisa ditaklukkan dengan kutipan hadis semata. Tapi justru itu yang membuatku ingin mencoba.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAJcME88QM3
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0CU0HMjCmA
---
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡA1xYkgrKCT
Di kamar malam itu, aku membuka jendela. Angin pantai membawa aroma garam dan gairah yang tak bisa dijelaskan.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfghpvzLOU2
Dan di antara suara ombak yang menabrak karang, aku menyadari sesuatu:
Di Pangandaran, bukan cuma dakwah yang diuji. Tapi juga nyali.
206Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQxUpcZFkNj
Anissa bukan jemaah biasa.
Dia adalah godaan yang menunggu...
Menguji sejauh mana seorang "Habib palsu" mampu menyembunyikan nafsu asli.
Bagi yang butuh akses mudah tanpa CreditCard bisa ke
https://victie.com/novels/menyesatkan_keluarga_sakinah
Cek koleksi cerita lainnya dari suhu suhu saya di
https://t.me/+3OoiCK8fS5swZjY9
Jangan Lupa Follow dan Bookmark di sana ya
Matur Thankyou
ns216.73.216.3da2
