
Bab 3: Dua Wajah, Satu Hasrat
337Please respect copyright.PENANAG3I0GKWTPR
Namanya Asanah. Kakak kandung Anissa. Perempuan yang dari cara berdirinya saja kau tahu: ini bukan wanita sembarangan.
Pakaian syar’i, kerudung besar, suara tenang, dan wibawa alami yang tak dibuat-buat. Tapi justru karena semua itu, aku jadi lebih waspada. Bukan karena takut... tapi karena penasaran.
337Please respect copyright.PENANAceaxBgd9QO
Perempuan seperti Asanah bukan tipe yang mudah disentuh, bahkan oleh kata-kata. Tapi auranya itu auranya yang tak pernah berusaha memikat tapi justru menarik seperti medan magnet spiritual.
337Please respect copyright.PENANA2ncp43ch3U
Wajahnya putih bersih, hidungnya mancung, dan yang paling membuatku salah fokus: bulu-bulu halus di tangan dan kakinya, lurus, rapi, dan samar seperti garis kabut di fajar hari. Bukan seperti perempuan desa kebanyakan. Ini... lebih elegan. Lebih mahal.
337Please respect copyright.PENANAMbsWY0FXVV
"Perempuan berdarah campuran," bisik Deden waktu itu.
337Please respect copyright.PENANAuj1WXReErx
"Arab-Jawa. Bapaknya dulu jemaah haji yang nyasar nikah di sini, pulang-pulang bawa anak dua."
337Please respect copyright.PENANAqNHEuL7bF6
Dan aku percaya.
337Please respect copyright.PENANAGfVsCJDqC9
Tak cuma darahnya yang bercampur, kekuasaannya juga menyebar ke banyak bidang. Usaha penggilingan padi, bisnis penyaluran TKW ke luar negeri, bahkan pengelolaan wisma tempat pengajian semuanya dipegangnya. Dengan gaya bicara tegas tapi lembut, dia memimpin dengan cara yang tak perlu mengangkat suara.
337Please respect copyright.PENANAVAeQw3czzh
Tapi justru itu yang berbahaya.
Yang tenang seperti laut pasang itu... biasanya menyimpan badai di dalamnya.
337Please respect copyright.PENANAJezyqhhqv9
337Please respect copyright.PENANAkaoSZtZMP7
337Please respect copyright.PENANAIfTqZZCsry
Sejak kedatanganku ke Pangandaran, hubungan dengan Anissa makin dekat. Perlahan tapi pasti, dari obrolan seputar ilmu agama dan kisah Nabi, jadi candaan halus di lorong dapur, lirikan yang sengaja atau tidak terlalu lama tertahan, hingga sentuhan-sentuhan kecil yang pura-pura tak sengaja.
337Please respect copyright.PENANAnIC7mCB54K
Dan suatu malam, saat aku selesai mengisi pengajian rutin, Deden tak datang menjemput seperti biasa.
337Please respect copyright.PENANA1DA8aOq8xW
“Kata Mbak Asanah, kalau mau lebih nyaman, nginap aja di wisma. Biar lebih dekat dan… karomahnya terasa.”
Begitu pesan yang disampaikan seorang staf perempuan berseragam biru.
337Please respect copyright.PENANA31ta8WL7j0
Wisma itu bangunannya kokoh, bertingkat dua, langsung menghadap ke pantai. Di malam hari, suara ombak terdengar seperti dzikir panjang yang mengantuk. Dan malam itu... aku tidak sendiri.
337Please respect copyright.PENANAp2k9Z99Too
Anissa datang membawa teh panas dan sepiring kecil pisang goreng.
337Please respect copyright.PENANAMrtjjUsNdl
“Ini dari Mbak. Katanya habib jangan tidur perut kosong,” katanya pelan.
337Please respect copyright.PENANAI5iVRfwCyY
Tapi aku tahu, ini bukan sekadar teh dan pisang. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang berbeda. Aku duduk di balkon lantai atas. Dia berdiri di ambang pintu. Kami tak saling menyentuh. Tapi jarak itu terasa... sangat panas.
337Please respect copyright.PENANA9m2rZivHeW
Kami bicara lama. Tentang hidup. Tentang luka. Tentang pilihan.
Dan akhirnya diam.
337Please respect copyright.PENANAwZPDrVNZnf
Tapi diam kami bukan kosong. Diam itu seperti api yang membakar pelan-pelan, tanpa suara. Angin laut menyapu jilbabnya, memperlihatkan sedikit lehernya, kulit yang begitu bersih seperti porselen.
337Please respect copyright.PENANAGLOqZM0TLd
Dan malam itu, untuk sesaat yang terasa seperti abadi, aku melihat wajah Anissa yang tak bisa kulihat saat pengajian: wajah seorang perempuan yang haus. Yang menahan terlalu lama. Yang mungkin tak pernah benar-benar merasakan "iman yang menyentuh tubuh."
337Please respect copyright.PENANAupPfcJuLO4
Ciuman itu terjadi bukan karena kami ingin. Tapi karena kami terlalu sering menahan. Dan seperti ombak yang menghantam batu karang berkali-kali... akhirnya dia pecah juga.
337Please respect copyright.PENANAUJPe5hnMSN
337Please respect copyright.PENANAALWn5Wlv6X
Esok paginya, suasana kembali tenang. Anissa menyambutku di ruang makan seperti biasa. Jilbab rapi, senyum sopan. Tak ada yang berubah. Kecuali matanya. Kini ia lebih dalam. Lebih tahu.
337Please respect copyright.PENANAiR9EGxUINo
Dan aku... lebih terikat.
ns216.73.216.6da2