Rama baru saja sampai di depan gerbang rumah Om Yoshi di Bandung. Beberapa orang tampak sibuk membersihkan halaman rumah yang begitu besar tersebut. Setelah hampir 2 minggu dikelilingi police line akibat kasus pembunuhan di tempat ini, akhirnya para pekerja di rumah Om Yoshi bisa leluasa membersihkan sisa-sisa kekacauan yang ditimbulkan akibat perbuatan Sato dan anak buahnya.
"Mas Rama? Kapan datang? Ayo masuk Mas!" Seseorang berbadan tegap dengan balutan perban di kepala bergegas membuka pintu pagar setelah melihat kehadiran Rama.
"Gimana keadaanmu Mir? Udah mulai kerja lagi?" Kata Rama sambil menjabat tangan pria tersebut, Amir, security di rumah Om Yosh, salah satu korban kebengisan Sato yang masih beruntung dengan berhasil lolos dari maut.
"Alhamdulillah sehat Mas, kok nggak ngabari dulu tadi Mas? Kan bisa saya jemput di bandara." Kata Amir.
"Udah nggak apa-apa, udah lama juga nggak ngrasain naek angkot ke sini."
"Oh ya Mas, udah ditunggu Bu Irma di dalam."
"Ok kalau gitu Aku masuk dulu ya Mir."
"Iya Mas, maaf nggak bisa nganter, saya ditugaskan Bu Irma untuk jaga di sini."
"Iya nggak apa-apa Mir, santai aja. " Rama berjalan melangkah menuju ke dalam rumah.
Dua hari setelah terlibat insiden di Jogja, Rama memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dia ingin menenangkan hati dan pikirannya, hubungannya yang berantakan dengan Haruka, ditambah keterlibatannya dengan situasi pelik perang antar geng Jepang cukup menyita energi Rama. Sebenarnya dia ingin beristirahat total dengan menyendiri, tapi kemarin malam tiba-tiba Bu Irma, pengacara Om Yosh meminta Rama untuk ke Bandung, ke rumah mendiang Om Yosh karena ada sesuatu yang begitu penting ingin disampaikan oleh pengacara cantik itu.
"Akhirnya datang juga. Ayo masuk Rama, waktuku tidak banyak."
Bu Irma menyambut kedatangan Rama, wanita 35 tahun itu terlihat begitu energik, meskipun wanita tapi Bu Irma terkenal sebagai sosok pengacara yang cerdas dan berani. Tak jarang di ruang sidang wanita cantik itu berubah menjadi singa gurun, dia siap menerkam semua argumen lawan-lawannya. Sudah hampir 5 tahun Bu Irma menjadi konsultan hukum bagi Om Yosh, tugas utamanya adalah mengamankan bisnis "abu-abu" Om Yosh aman secara legitas. Ya, Bu Irma memang tidak bersentuhan langsung dengan bisnis haram Om Yosh, tapi dia mengetahui seluk beluk luar dalam bisnis itu secara mendetail.
"Maaf Bu saya terlambat, tadi harus ganti-ganti angkot soalnya." Ucap Rama setelah duduk di atas sofa mewah di ruang tamu rumah Om Yosh.
"Angkot??? Sejak kapan orang kepercayaan Yoshi mau naik angkot?? Hahaha." Kata Bu Irma sambil melepaskan tawanya, dia semakin terlihat cantik jika tertawa.
"Hehehe..." Rama hanya terkekeh ringan.
"Hmmm..Well, aku mengundangmu kesini karena ada sesuatu yang ingin aku bicarakan Ram." Bu Irma menata cara duduknya, ada kesan serius dari percakapan yang ingin dia lakukan dengan Rama saat ini.
"Ada apa ya Bu? Kok keliataannya serius banget."
"Begini Rama, 2 bulan lalu Yoshi datang ke kantorku dan menyerahkan ini." Kata Bu Irma sambil menyodorkan sebuah amplop cokelat besar ke hadapan Rama.
"Apa ini Bu?" Tanya Rama bingung tanpa berani membuka isi di dalam amplop.
"Itu adalah surat wasiat dari Yoshi."
"Surat wasiat?" Rama sedikit terhenyak.
"Mungkin Yoshi sudah sempat memiliki pertanda kalau hidupnya...Ehhmmm...Kau tau sendirilah bagaimana akhir cerita ini." Kata Bu Irma sambil membetulkan letak kacamata minusnya.
"Lalu apa hubungannya dengan saya Bu..? Bukankah Om Yosh masih punya keluarga...?" Rama mulai bingung dengan hadirnya surat Om Yosh yang dihadapkan padanya.
"Ya kamu benar Rama, Yoshi masih memiliki seorang putri, Kanaya, saat ini masih kuliah di Australia. Tapi di dalam surat wasiat itu Yoshi memintamu untuk mengambil alih atau lebih tepatnya mengurusi semua bisnis yang dimilikinya sampai Kanaya memiliki seorang suami."
Rama semakin terkejut dengan penjelasan dari Bu Irma. Dia hanya pekerja lalu naik pangkat menjadi salah satu "kucing" peliharaan Om Yosh di dunia malam, tapi tiba-tiba dia diserahi beban tanggung jawab yang begitu besar seperti ini. Ya, mengurusi "gurita bisnis" Om Yosh bukan masalah sepele karena ada puluhan bisnis yang dimiliki Om Yosh, mulai dari bisnis legal macam boutique sampai dengan bisnis "abu-abu" seperti pelacuran pria dan judi online.
"Kenapa harus saya...?"
"Entahlah, tapi yang perlu kamu tau Rama, pertanyaan itu juga Aku sampaikan pada Yoshi."
"Lalu apa jawaban beliau?" Tanya Rama sedikit penasaran.
"Dia bilang jika dia sudah sangat mempercayaimu, dia sudah menganggapmu sebagai puteranya sendiri. Yoshi sangat yakin jika kamu adalah orang yang tepat untuk memegang kendali seluruh bisnis-bisnisnya."
"Ta..Tapi Bu..."
"Rama, wasiat adalah permintaan terakhir dari orang yang sudah meninggal, jika aku jadi kamu, aku akan mengambil beban ini dengan penuh tanggung jawab. Anggap ini sebagai bentuk pengabdianmu pada Yoshi yang sudah memberikan segalanya padamu." Kata Bu Irma tegas.
"Entahlah Bu, saya cuma merasa kurang pantas menerima tanggung jawab ini..." Rama menyandarkan punggungnya pada sofa, dia membuang nafas panjang.
"Yoshi punya insting bisnis brilian, aku yakin dia juga memiliki insting yang sama saat memilih orang kepercayaan."
"Apa Kanaya sudah mengetahui hal ini...?" Tanya Rama saat menyadari adanya sosok putri tunggal Om Yosh yang sudah sekian tahun tidak pulamg ke Indonesia, bahkan saat acara pemakaman Om Yosh, gadis cantik itu juga tidak hadir.
"Dia adalah orang pertama yang Aku hubungi Rama."
"Lalu bagaimana responnya?"
"Hmmm...secara garis besar dia tidak ada masalah dengan keputusan Ayahnya."
"Tapi...."
"Tapi apa Bu...?" Tanya Rama.
"Tapi dia juga tidak mau tau dengan urusan-urusan bisnis ini, dia cuma ingin masalah keuangannya di sana tidak terganggu."
"Jadi Kanaya setuju?"
"Iya begitulah." Jawab Bu Irma singkat.
"Lalu setelah ini apa yang harus saya lakukan Bu? Saya benar-benar buta menghadapi semua ini."
"Tenang Rama, untuk beberapa masalah teknis hukum ada Aku, sementara untuk aspek keuangan kau bisa menghubungi Pak Hasto, dia adalah akuntan pribadi Yoshi, dia sudah tau hal ini dan siap membantumu. Untuk langkah awal kau cukup menandatangani ini dulu." Bu Irma menyerahkan selembar kertas yang sudah dibubuhi selembar materai, di sisi kiri bawah kertas juga sudah tertera tanda tangan Om Yosh.
"Apa ini Bu?"
"Ini adalah surat kuasa yang diberikan Yoshi kepadamu, dengan menandatangani ini maka isi wasiat yang diinginkan oleh Yoshi bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Kau baca dulu sebelum menandatanganinya, pastikan jika apa yang tertera di dalam surat kuasa ini tidak akan merugikanmu."
"Baik Bu" Kata Rama sebelum akhirnya membaca surat kuasa yang disodorkan oleh Bu Irma.
30Please respect copyright.PENANAgsxFe5Jqyj
***
30Please respect copyright.PENANA87LImgTCFV
"Haruka!!!!"
Rama berteriak kencang, tubuhnya basah oleh keringat dingin, nafasnya tersenggal-senggal. Rama mencoba menetralisir deru nafasnya, untuk kesekian kalinya dalam 1 minggu ini, pria tampan itu mengalami mimpi buruk dan selalu melibatkan Haruka di dalamnya. Rama bangkit dari tempat tidurnya, dia mengambil remote pintu kaca apartemennya, dengan sekali pencet kaca lebar yang melindungi ruang tidurnya terbuka perlahan. Berada di lantai 15 sebuah apartemen mewah di kawasan Jakarta pusat membuat Rama bisa melihat ramainya kelap kelip lampu yang hilir mudik mengitari jalanan ibukota.
Rama berjalan menuju balkon kamarnya, dinginnya udara malam Jakarta seperti tak mempan menembus kulit pria tampan itu. Rama melihat langit malam ini, tak ada bintang, gelap dan mencekam. Hampir sama dengan suasana hatinya. Ya, untuk pertama kalinya dalam hidup Rama patah hati, dan semua itu diakibatkan oleh wanita yang sangat dicintainya, Haruka.
Rama kembali teringat saat Haruka mengatakan kata perpisahan tempo hari. Kata perpisahan yang tak hanya memberikan luka dan perih pada hati tapi juga membuat Rama sudah tak mempercayai cinta lagi.
30Please respect copyright.PENANAB1NwCDMt4d
***
30Please respect copyright.PENANAqycz6HzSyu
3 MINGGU YANG LALU
30Please respect copyright.PENANAPQnMBoQH26
"Haruka! Dengarkan aku dulu! Kita harus membicarakan ini semua."
Rama mencoba menahan langkah Haruka dengan memegang lengan wanita Jepang itu. Tindaka Rama memancing anak buah Iwao yang sedari tadi ditugaskan mengawasi Rama segera menarik tubuh Rama menjauh dari putri Iwao itu.
"Eeerrgghhttt!!! Lepasin!!" Hardik Rama sambil memberontak, tindakan yang sia-sia karena tubuh pengawal pribadi Iwao itu jauh lebih besar dan kuat.
"Cukup!!" Bentak Haruka. Rama terhenyak untuk sesaat, lupa akan pemberontakaannya barusan.
"Sudah Rama, hentikan semua omong kosongmu! Mulai sekarang kita punya jalan yang berbeda, kau dengan hidupmu dan aku dengan hidupku sendiri....." Wajah Haruka mendadak bersemu merah, wanita Jepang itu sekuat tenaga untuk tidak menumpahkan air matanya di hadapan Rama.
"Please Haruka...Semua yang terjadi di dalam dan masa laluku bisa aku jelaskan semuanya...."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi Rama...Semua sudah jelas, bahkan kau sendiri juga sudah melihat bagaimana aku begitu nenikmati permainan tadi. Apa yang kau harapkan dari pelacur sepertiku? Hah?!"
"Haruka...Eeerrgghhttt!!!" Langkah Rama untuk mendekati tubuh Haruka kembali tertahan oleh kekuatan anak buah Iwao yang masih mencengkram lengannya.
"Sudahlah Rama lupakan aku, aku juga akan melakukan hal yang sama, mungkin dengan melupakan semua luka yang sudah pernah kita buat akan lebih tak terasa." Kali ini Haruka tidak bisa menahan air matanya untuk tidak menetes di hadapan Rama.
"Tapi aku mencintaimu Haruka....."Ucap Rama lirih, hatinya kembali remuk melihat air mata perempuan yang sangat dicintainya kembali tumpah.
"Aku memaafkanmu Rama, lakukan hal yang sama jika aku dulu juga sempat mencintaimu, tapi sekarang tidak lagi."
"Haruka...!! Haruka...!! Please jangan pergi Haruka!!!!" Rama berteriak kesetanan saat Haruka melangkah pergi masuk ke dalam mobil sedan yang sudah menunggunya dari tadi, di dalam sudah menunggu Iwao.
Detik berikutnya mobil itu pergi meninggalkan halaman rumah kakek Dasuki. Dan Rama jatuh tersungkur ke bawah tanah. Rama terisak menangisi kepergian Haruka.
30Please respect copyright.PENANAuf0SSi924s
***
30Please respect copyright.PENANASGWgIddTDP
Rama sudah tampak rapi, tubuhnya yang atletis terbalut kemeja putih lengan panjang dipadu dasi corak gelap, dibagian bawah celana dolce gabbana maroon juga telah terpasang lengkap dengan sepatu stefano bemer warna cokelat mengkilat. Meskipun sudah tampak gagah dengan setelan kemeja kerja yang wah dan ber merk tapi itu tak cukup membuatnya merasa puas. Berkali-kali dia menatap dirinya sendiri di depan cermin, dia seolah sedang mencari apa yang salah dengan penampilannya.
Hari ini adalah hari pertama Rama untuk memulai pekerjaan barunya sebagai pengganti Om Yosh. Setelah kemarin bertemu dengan Pak Hasto, akuntan pribadi Om Yosh, Rama sedikit banyak mendapat pencerahan tentang situasi keuangan beberapa perusahaan milik Om Yosh. Ada beberapa hal yang harus dibereskan, tapi tidak terlalu signifikan. Rama tinggal meneruskan apa yang sudah dimulai dengan sangat baik oleh Om Yosh.
Semua perusahaan milik Om Yosh berada dalam satu konsorsium bernama "Yoshi group". Ada beberapa orang pemilik saham yang ikut andil dalam konsorsium ini, tapi hampir 85% kepemilikan saham dipegang oleh Om Yosh. Hari ini untuk pertama kalinya Rama hadir dalam rapat pemegang hak konsorsium sebagai pengganti Om Yosh.
"Semoga hari ini baik-baik saja." Gumam Rama sebelum akhirnya beranjak pergi dari apartemennya menuju kantor utama konsorsium Yoshi group.
ns216.73.216.254da2