“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
49Please respect copyright.PENANAMP0d0y7XsW
49Please respect copyright.PENANAasTdegbwXW
49Please respect copyright.PENANAcvXpJjqqnH
49Please respect copyright.PENANAJb52bN8v43
---
49Please respect copyright.PENANAhZJ4FwzxoX
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
49Please respect copyright.PENANAsU5iq4OORF
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
49Please respect copyright.PENANATR8tGTzUev
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
49Please respect copyright.PENANAIRZpKFSBvg
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
49Please respect copyright.PENANAOtWSzyyeRC
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
49Please respect copyright.PENANAS0I670YBFF
49Please respect copyright.PENANAvW3FryK9WE
---
49Please respect copyright.PENANAcWqcTLf0ZJ
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
49Please respect copyright.PENANAVjHHeEKquH
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
49Please respect copyright.PENANAR5mo7ruq78
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
49Please respect copyright.PENANAmWMIV5Kn9u
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
49Please respect copyright.PENANARrRdQWKhq5
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
49Please respect copyright.PENANAJ2N4IR91e5
49Please respect copyright.PENANAtlE9kTIyG6
---
49Please respect copyright.PENANAI3OiCyQaRM
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
49Please respect copyright.PENANAI4oJr21hob
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
49Please respect copyright.PENANAXTsjhcICdi
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
49Please respect copyright.PENANAsSMW4G9VQl
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
49Please respect copyright.PENANAaUxWQV4pAz
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
49Please respect copyright.PENANAVhQkULcL2D
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
49Please respect copyright.PENANAOWXOkkmDjf
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
49Please respect copyright.PENANAQE843QHqnG
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
49Please respect copyright.PENANAjFdXYfR9Fs
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
49Please respect copyright.PENANA1WoMGCyypU
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
49Please respect copyright.PENANAO3uP49cJSN
49Please respect copyright.PENANARcYK5lFRks
---
49Please respect copyright.PENANAzctqyIR1qQ
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi Javis lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
49Please respect copyright.PENANA4LAHRqBkwY
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
49Please respect copyright.PENANA7N0f2xsl9U
Javis balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
49Please respect copyright.PENANAOvd88JBmVt
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
49Please respect copyright.PENANAC7pavz0YOK
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
49Please respect copyright.PENANA6GOzRjK7nh
49Please respect copyright.PENANAilqpWsH394
49Please respect copyright.PENANAfoLZasYTBg
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
49Please respect copyright.PENANAUuIBJb84PU
Tapi cermin.
49Please respect copyright.PENANAREjiZL3zqM
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
49Please respect copyright.PENANAdfWahGbvbb
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
49Please respect copyright.PENANAPfUTcas5Md
Lalu dia buat akun baru.
49Please respect copyright.PENANAtc64bASABm
Bukan lagi anonim.
49Please respect copyright.PENANAHmgM4Gqfgi
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
49Please respect copyright.PENANAsi631CMShu
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
49Please respect copyright.PENANAv4jfx9I7ZL
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
49Please respect copyright.PENANAq2DgmsgjTA
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
49Please respect copyright.PENANA50pjQXb7LV
49Please respect copyright.PENANAzjV6vgaNw8
49Please respect copyright.PENANAIBRNgf1I6r
49Please respect copyright.PENANAxXQRUlWM1t
---
49Please respect copyright.PENANAuqezVm4dMe
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.238da2