
#2 Perspektif1861Please respect copyright.PENANA2KeCaURaDB
1861Please respect copyright.PENANAlFRT7Yj1mm
Klakson-klakson kendaraan saling bersahutan. Aku memandang ke keluar jendela mobil. Kota Pekanbaru terlihat indah di malam hari. Di bahu jalan, muda-mudi saling berkasih di bawah cahaya lampu. Pedagang kaki lima menyebar di setiap tempat, membuat riuh ramai kebersamaan.1861Please respect copyright.PENANArU9u2eR3n2
1861Please respect copyright.PENANAfuDJFwbVa6
Dimas fokus menyetir, sesekali ia bersenandung. Aku menoleh ke arahnya. “Abi gak ada kesibukan, kan?” tanyaku, memastikan. “Kalau sibuk kita putar balik aja.”1861Please respect copyright.PENANADF7xtlWWia
1861Please respect copyright.PENANASKoDDKYb6F
Dimas menggeleng. “Engga, umi.” Pandangannya masih ke depan, fokus ke arah jalan.1861Please respect copyright.PENANAlbeFZVbQ8z
1861Please respect copyright.PENANAS7VZerdt0G
Aku tersenyum, lalu kembali memandang keluar jendela mobil. Jalanan ini mengingatkan ku tentang banyak hal. Dahulu, di tahun pertama aku menikah. Aku dan Dimas menyimpan banyak kenangan di pinggiran jalan. Dulu kami berdua tidak punya cukup uang untuk makan di restoran bintang lima, atau tempat megah lainnya. Alternatif yang kami pilih adalah angkringan di tepian jalan, dengan riuh orang-orang, aroma sate bakar, di tambah dengan berisik kendaraan lalu-lalang.1861Please respect copyright.PENANABaJWcgFQ48
1861Please respect copyright.PENANA8vcBnwEU4X
Aku rindu suasana itu. Sekarang, kami tidak punya cukup waktu untuk bernostalgia tentang masa-masa awal pernikahan. Tapi aku cukup bangga dengan suamiku. ia mempunyai daya juang yang cukup besar, sehingga kami bisa sampai pada titik ini, ya, walaupun tidak kaya-kaya banget.1861Please respect copyright.PENANAY5JZ20Zqm7
1861Please respect copyright.PENANAIfRjwusB6d
Kami berhenti Di sebuah Gedung dengan halaman yang luas. Dimas memarkirkan mobil berdempetan dengan mobil lain. Aku dan Dimas segera membuka pintu mobil dan turun. Sejenak kupejamkan mataku, menikmati suasana.1861Please respect copyright.PENANAG0NvOsqaqm
1861Please respect copyright.PENANAmLqKWOzS4h
Dimas melangkah terlebih dahulu. Sementara Aku melangkah pelan sambil memperhatikan sekitar. Di samping Gedung, banyak sekali stand makanan, minuman, dan lainnya. Di tambah dengan riuh pengunjung yang saling berdesakan. Bau-bau keringat saling berbaur menjadi satu. Terdengar juga suara tawa dari kejauhan. Bazar, memang selalu semegah ini.1861Please respect copyright.PENANAbgwcodEwFU
1861Please respect copyright.PENANAN67nPhVOO6
Dimas berhenti sebentar dan menoleh kebelakang. Ke arahku. Aku menyengir, pastilah ia menyuruhku untuk berjalan cepat. Buru-buru aku menghampirinya. Aku sendiri belum memutuskan mau berbelanja apa. Bazar ini tidak melulu perihal makanan atau minuman, beragam jenis terdapat di sini. Pakaian, perlengkapan sekolah anak, buku-buku bekas, dan lain-lain.1861Please respect copyright.PENANAxAbH7WX1xD
1861Please respect copyright.PENANAdnbH6nxv1F
Aku dan Dimas terus melangkah berdampingan sambil memutuskan mau berbelanja apa. Suasana ramai membuatku harus hati-hati berjalan, khawatir menabrak pengunjung lain. Aku memepetkan bahuku ke bahu Dimas. Dimas melirik-ku dan tersenyum, kemudian ia melingkarkan tangannya ke pundakku. Kami terus melangkah. Tak lama kemudian, Kami berhenti di sebuah stand minuman.1861Please respect copyright.PENANAxyySwC4Q1j
1861Please respect copyright.PENANAcilJIE3qru
“Pop ice rasa mangga satu, sama rasa cokelat satu,” kata Dimas sambil menatap beragam rasa dari pop ice yang tergantung.1861Please respect copyright.PENANAYKjJRioV4A
1861Please respect copyright.PENANA42sEiVSlBo
Aku mengulum senyum. Dimas masih tahu perihal rasa kesukaanku, dan itu cukup untuk membuat pipiku merona.1861Please respect copyright.PENANAFuplJa0g3V
1861Please respect copyright.PENANAtWGhqgzSYv
Si penjual mengangguk. Dengan piawai ia memasukan bubuk pop ice dan juga es batu ke dalam blender. tak lupa ia tuangkan air sebagai perantara. Tak lama, ia jentikan jarinya ke tombol penghancur, sepersekian detik itu pula terdengar suara bentrokan es batu dan bubuk pop ice yang menyatu bersama air. Warung sebelah tak ingin kalah, suara letupan-letupan minyak membahana. Di tambah dengan riuh pengunjung yang berbelanja. Aku bisa merasakan lalu-lalang yang intens di belakangku. Dari remaja, pemuda, sampai orang tua. Semuanya membaur menjadi satu.1861Please respect copyright.PENANALtghhhtEC8
1861Please respect copyright.PENANArnabdZeC4F
Si penjual menyodorkan dua cup pop ice yang di bungkus dengan plastik putih, tak lupa ia tersenyum ramah kepada kami berdua.1861Please respect copyright.PENANAjT2vKBMwN1
1861Please respect copyright.PENANAETrA42bYKz
“Makasih.” Dimas meraih pop ice itu, lalu mengeluarkan dua lembar uang pas, dan menyodorkan kepada si penjual.1861Please respect copyright.PENANAohS1jZiBXv
1861Please respect copyright.PENANA8cZ3gnT9I1
Kami kembali melangkah, berdampingan. Aku menyesap pop ice dari sedotan, perpaduan manis coklat mendinginkan tenggorokanku. Sambil melangkah, kami mengobrol sedikit perihal akan membeli apa lagi.1861Please respect copyright.PENANAXkbunvVGAL
1861Please respect copyright.PENANAQRFV8TkEq6
“Mau ke tempat Fajar, mi?” Dimas melirik kiri-kanan.1861Please respect copyright.PENANAOfdqehWpQB
1861Please respect copyright.PENANAee3Jzrc0CC
Aku mendongak ke arahnya. “Fajar buka stand, bi?”1861Please respect copyright.PENANA76pe8inVpO
1861Please respect copyright.PENANASqEW8o23JZ
“Dia jaga stand buku.”.1861Please respect copyright.PENANA7PJQ5yWtLC
1861Please respect copyright.PENANA1PaU5zs9nr
Aku mengangguk. Sudah tiga hari lamanya aku tidak bertemu sahabat anakku itu. Dimas menggenggam tanganku. Hangat. Aku tersenyum sambil membalas genggaman tangannya. lalu Kami menuju stand Fajar sambil berpegangan tangan layaknya pengantin baru.1861Please respect copyright.PENANAtbC980dx1n
1861Please respect copyright.PENANAUoMjEgSsCF
Dari kejauhan, aku bisa melihat sosok remaja tinggi yang tak lain adalah Fajar. Stand bukunya lumayan ramai, ia terlihat sibuk melayani pembeli. Tak sabaran, aku mempercepat langkah. Membuat Dimas harus menyamakan langkahnya dengan langkahku.1861Please respect copyright.PENANAqIsIwk04Qe
1861Please respect copyright.PENANAehZe9YzUnB
Tibanya di stand buku Fajar, aku memanggilnya dengan riang. “tante baru tahu kamu jaga stand buku, lho.” Aku melirik ke bawah, tumpukan-tumpukan buku berjejer rapi di atas meja. Kemudian aku melirik ke kanan, di rak kecil terdapat beragam buku juga. Di samping kanan pun sama.1861Please respect copyright.PENANAbmdwpxSUgW
1861Please respect copyright.PENANAtFkNAt47Oi
Fajar berdiri menyambut kehadiran kami. Ia melirikku dan Dimas bergantian. “Om-tante. Mau beli buku?”1861Please respect copyright.PENANAlj1WmJyLnL
1861Please respect copyright.PENANAhHynqzsD2l
Dimas memperhatikan tumpukan buku di meja. ia mengangguk-angguk. Lalu menunjuk salah satu buku. “Jar, om beli yang ini.”1861Please respect copyright.PENANADPdKtDZlTY
1861Please respect copyright.PENANA4Z25FLc9wF
Sigap Fajar meraih buku itu, dan mengemasnya ke dalam plastik merah. Dimas merogoh dompet dan menyodorkan satu lembar uang.1861Please respect copyright.PENANAMYxWlMyuQ4
1861Please respect copyright.PENANAJIIUAMXlWJ
“Gratis, om.” Tolak Fajar.1861Please respect copyright.PENANAhv5BoPZNQg
1861Please respect copyright.PENANAKwTqDshJoT
Dimas tersenyum. “Udah, ambil aja.” Tangannya masih terangkat.1861Please respect copyright.PENANAMmXd9R4tAU
1861Please respect copyright.PENANAUo4JrLsKoT
Fajar meletakan kantung kresek itu di atas tumpukan buku. Dimas menggeleng, menurunkan tangannya, lalu meraih kantung kresek di meja. “Makasih, ya, Jar.”1861Please respect copyright.PENANAv8NgxKcHMv
1861Please respect copyright.PENANAY0cpFtrQFF
Fajar menggangguk. Aku hanya memperhatikan mereka sedari tadi. Sesekali aku melirik Fajar, begitupun Fajar. Kami seperti saling mencuri-curi pandang.1861Please respect copyright.PENANANawicIJ6BF
1861Please respect copyright.PENANAHnSGwp6DCb
“Tunggu bentar, Mi.” Aku menoleh ke arah Dimas. Ia merogoh ponselnya, kemudian beranjak menuju tempat sepi. Aku membiarkannya saja, barangkali ada telepon penting.1861Please respect copyright.PENANATrU5Gnjseb
1861Please respect copyright.PENANA8NizbXYHWA
Fajar memindahkan bangku di belakangnya ke samping bangkunya. Sambil tersenyum ia mempersilahkanku duduk. Aku melangkah melewati cela kecil di samping kanan, dan duduk di sebelahnya. Duduk berdua dengannya membuat degup jantungku berdetak cepat, tidak seperti biasanya.1861Please respect copyright.PENANAi5NUKUomHH
1861Please respect copyright.PENANAxZ1nbJL8ty
Jejak kaki terdengar ribut seperti angin topan yang melanda desa. Di tambah dengan lalu-lalang orang-orang di hadapanku. Tapi, yang membuatku betah adalah aroma harum kertas yang menyeruak cuping hidungku.1861Please respect copyright.PENANAjd57jB2YN5
1861Please respect copyright.PENANAjHRxyigGdE
Seorang lelaki menghampiri Stand tempat aku berada. Fajar berdiri dan tersenyum kepadanya. Lelaki itu melirikku sekilas. Ia berbisik kepada Fajar. “Pacarmu, Jar?” Walaupun bisik itu kecil dan suara pengunjung lain begitu riuh, tapi aku masih bisa mendengarnya.1861Please respect copyright.PENANAE8yQFLlX0u
1861Please respect copyright.PENANAc0Jb0jK1E9
“Istri saya,” Fajar balas berbisik. Sekilas ia melihat ke arahku.1861Please respect copyright.PENANAY3OW2BDDI5
1861Please respect copyright.PENANAoLGsLYhNWg
Aku menelan ludah. Anehnya aku tidak marah dan justru merasa senang. Aku tidak tahu kenapa. Lelaki itu tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya.1861Please respect copyright.PENANAP1eaTNB9Q5
1861Please respect copyright.PENANAQ8F2MraTSC
Setelah melayaninya, Fajar lekas duduk di sampingku. Aku menatapnya dengan tajam. “Tante denger, lho.” Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.1861Please respect copyright.PENANAbNqrDecCnT
1861Please respect copyright.PENANAeHTt5KI3I6
Fajar terlihat gelagapan. “Emang Fajar bilang apa tadi, Tan?”1861Please respect copyright.PENANA0oBK6vtLWM
1861Please respect copyright.PENANAcEvRiNRKOf
“Kamu bilang Tante istri kamu.” Aku mengernyitkan wajah memasang ekspresi garang.1861Please respect copyright.PENANABq1u1puGCG
1861Please respect copyright.PENANAEbuwTDlGDm
“Tante salah dengar kali.” Fajar bertahan, matanya lekat memandang lalu lalang orang. Ia terlihat gugup, seperti maling yang keciduk. Belum sempat aku menginterogasinya lebih lanjut. Dimas terlebih dahulu datang.1861Please respect copyright.PENANAiUh5ClsVjV
1861Please respect copyright.PENANAS3JVFZP3bh
“Mi, abi ada urusan mendadak.” Dimas meringis sambil menggaruk hidungnya.1861Please respect copyright.PENANAvJSUBwGjez
1861Please respect copyright.PENANAyLfcscLwnQ
Aku menghela nafas. “Jadi, mau pulang?” aku berkata dengan wajah cemberut.1861Please respect copyright.PENANAGi8JE11oAO
1861Please respect copyright.PENANASADKcpZYu7
Dimas berdehem sebentar. Ia melirik Fajar sekilas. “Jar, nanti kamu bisa anter tante pulang? Om ada urusan.”1861Please respect copyright.PENANAIyaYxd4CZ9
1861Please respect copyright.PENANAEJD0RESf8P
Aku menoleh ke Fajar. Menunggu jawabannya.1861Please respect copyright.PENANAgVWP2mZBob
1861Please respect copyright.PENANAGyiL4nIXQw
“Dengan senang hati, om,” Jawab fajar sambil berdiri, lalu menunduk sopan.1861Please respect copyright.PENANAmkIeyLGI4c
1861Please respect copyright.PENANAuXXxkP40cU
Dimas melirikku. “kalau umi masih mau di sini, nanti pulangnya sama Fajar, ya? Abi gak bisa lama-lama. Maaf ya, mi.”1861Please respect copyright.PENANA9wUYb0cX93
1861Please respect copyright.PENANAMN4k7KHxng
Aku mengangguk tidak rela, tapi mau tak tamu aku harus membiarkan suamiku yang super sibuk itu kembali berkutat dengan pekerjaannya.1861Please respect copyright.PENANAxTv3R7Ibvk
1861Please respect copyright.PENANAihHL5Bxdd5
Aku dan Fajar kembali ke dalam obrolan. Menit berlalu. Obrolan kami semakin intens. Obrolan kami kadang terhenti sejenak, Sebab Fajar haris melayani pembeli. Lalu kami jatuh dalam obrolan lagi. Menit ganjil menjelma genap. Obrolan semakin serius. Deru kaki pengunjung lain mulai mereda.1861Please respect copyright.PENANAbGWjfROJEg
1861Please respect copyright.PENANA4akxxCsjqP
“Kamu rencananya mau lanjut kuliah atau kerja, Jar?” tanyaku, menoleh ke arahnya.1861Please respect copyright.PENANARO5pLJNGCB
1861Please respect copyright.PENANA8bbwelpf0J
ia tersenyum. Sebuah senyum yang jika aku lihat dengan dalam, memancarkan sebuah kesedihan. “Fajar gak lanjut, Tan.”1861Please respect copyright.PENANARV4S9p9Utp
1861Please respect copyright.PENANA45MJpe9GNi
Aku menyedot pop iceku. “Sayang banget, sih, Jar. Kamu tuh anaknya rajin, lho,” kataku. Jujur saja, menurutku pribadi, Fajar sangatlah pintar. Ia bisa beradaptasi dalam kondisi apapun.1861Please respect copyright.PENANAJxGOqeoLRz
1861Please respect copyright.PENANAXvlSCxCKd2
“Fajar juga maunya gitu, Tan. Pengen kaya teman-teman yang lain. Tapi, mau gimana lagi?” ia tertawa, getir. Kemudian melanjutkan, “terkadang, keadaan membuat seseorang mati langkah.” Ada racikan duka yang kurasakan di setiap kalimatnya. ia berkata lagi. “Sebagian orang terlahir beruntung. Sebagian lagi, hanya menghiasi mereka yang beruntung,” ia terkekeh, getir.1861Please respect copyright.PENANAiZumC60zYi
1861Please respect copyright.PENANA1pPoTDupxe
Akhirnya aku bersuara. “Menurut tante, setiap orang beruntung, kok. Ya, kalau belum beruntung berarti coba lagi.”.1861Please respect copyright.PENANAHmTwLBVzyD
1861Please respect copyright.PENANAbDRCS4dHX6
Hening sejenak. Derup langkah tidak terdengar lagi. Pengunjung kian menyepi. Hembusan angin menerpa wajahku, wajahnya, dan setumpuk buku. Fajar berdiri, menoleh ke arahku.1861Please respect copyright.PENANAYFVK60Mz0o
1861Please respect copyright.PENANAv3GhuA9cPk
“Udah sepi, tan. Waktunya tutup,” katanya. “Tante gak masalah, kan, kalau bantuin Fajar berkemas?”1861Please respect copyright.PENANA4sgpTy5XRW
1861Please respect copyright.PENANAePTzEgRfr7
Aku ikutan berdiri. tersenyum kepadanya. “Dengan senang hati,” kataku, riang.1861Please respect copyright.PENANACJm84p1cAb
1861Please respect copyright.PENANACkHsXsWGTE
***1861Please respect copyright.PENANAJe49nJzvp5
1861Please respect copyright.PENANARQyYL3xbCl
Kami berdua berjalan bersampingan, menuju sepeda motor Fajar yang terletak di belakang Gedung. Hening malam seperti ini teramat kusukai. Jauh dari berisik kendaraan. Angin berhembus kencang di kemalaman, Bangku-bangku di depan setiap Stand sudah sunyi tak berpenghuni.1861Please respect copyright.PENANAtF2Nv2vB5n
1861Please respect copyright.PENANAuRSVoTX4j9
“Pernah naik motor, Tan?” Tanya Fajar sesampainya kami di depan motornya.1861Please respect copyright.PENANA61w8Vs6kuI
1861Please respect copyright.PENANA2Ir8y2nulL
“Waktu kuliah, tante sering naik motor, kok.” Jawabku.1861Please respect copyright.PENANAQ2FsKrSQV8
1861Please respect copyright.PENANAb0UwmrxPdW
Fajar menyodorkan helmnya kepadaku. Aku menatapnya heran. “Kamu aja yang pakai. Kan kamu yang bonceng.”1861Please respect copyright.PENANA9pmUj5qEjc
1861Please respect copyright.PENANAYy6eR3Rmxj
Fajar tersenyum, kemudian mendekat ke arahku. Aku tercekat. Jarak kami dekat. sangat dekat. Ia mengangkat kedua tangannya dan memasangkan helm di kepalaku. Degup jantungku seakan mau melompat keluar. Bau keringatnya menyeruak cuping hidungku. Aku menelan ludah. Sudah lama aku tidak pernah diperlakukan seromantis ini.1861Please respect copyright.PENANAFtBDsOCKtC
1861Please respect copyright.PENANA8fFnMovkiG
“Pakai, ya, tan.” Fajar membungkuk sedikit. Mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. Wajah kami terlalu dekat. aku bisa merasakan hembusan nafasnya.1861Please respect copyright.PENANArF3eQASjJJ
1861Please respect copyright.PENANAJJtQ6r1S8y
“Debaran jantung tante kedengaran, lho.” Fajar mengedipkan mata. Aku bisa merasakan pipiku memanas. Fajar berkata lagi. “Pipinya juga merah.” Ia mengulum senyum.1861Please respect copyright.PENANAlsNcMvJhoO
1861Please respect copyright.PENANAe4VIXE0yDe
Aku menunduk menyembunyikan semburat rona di wajahku. Tak ada satupun kata yang mampu keluar dari mulutku.1861Please respect copyright.PENANAZB60BLluld
1861Please respect copyright.PENANAnseKUKtEoD
“Ayo tan.” Fajar sudah siap di atas motor. “Jangan salting mulu.” Ia kembali menggodaku. Dengan pipi yang masih merona, aku menaiki motornya.1861Please respect copyright.PENANAELoMedghh5
1861Please respect copyright.PENANAJ2Q4MLLcjk
“Duduknya jangan jauhan, nanti jatuh, lho,” Fajar menoleh sekilas ke belakang.1861Please respect copyright.PENANAXzh3wySc5U
1861Please respect copyright.PENANAHESfNuSQ1l
Aku memukul pelan punggungnya. “Nyebelin!”1861Please respect copyright.PENANAvg5sQDwjYD
1861Please respect copyright.PENANAoKcVekZuZT
Fajar malah terkekeh. Aku meletakan tanganku di depan dada, menjadi penyangga antara dadaku dan punggungnya. Ia memacu gas, perlahan kami menembus udara malam.1861Please respect copyright.PENANAHos8tG6tdi
1861Please respect copyright.PENANAXs1cYhT52H
Di spion motor, aku bisa melihat senyumnya. Sebuah senyum yang membuatku malah ikut tersenyum. Berisik knalpot motor di depan dan belakang kami, seakan menjadi pengiring musik perjalanan.1861Please respect copyright.PENANAjKtZUlzmyh
1861Please respect copyright.PENANAhtteJICVSG
Aku berpaling kanan-kiri, hotel-hotel menjulang tinggi. Bunyi-bunyi klakson saling bersahutan tak mau mengalah. Warung bakso, nasi padang, mie ayam, terlihat ramai. Gerombolan remaja berjalan di bahu jalan, saling tertawa.1861Please respect copyright.PENANAWSWt922NeM
1861Please respect copyright.PENANAlOOe7QfcQz
Aku menatap wajahnya dari spion, tak di sangka, ia malah melirik ke spion dan tersenyum. Sepersekian detik, aku memalingkan wajahku, kembali menatap jalanan. Remaja itu selalu membuatku tersipu dan salah tingkah. Entah kenapa.1861Please respect copyright.PENANATlRJQZ33Jf
1861Please respect copyright.PENANAWb8kV5Qa0j
***1861Please respect copyright.PENANAAJsyWUbBFv
1861Please respect copyright.PENANAlhq81Akm4T
Kami tiba di rumah. Aku turun dari motor. Melepas helm dan mengembalikan kepada Fajar.1861Please respect copyright.PENANAIv1vGEVODC
1861Please respect copyright.PENANAmsK3Go4Gf0
“Mau mampir dulu, Jar?” Tawarku.1861Please respect copyright.PENANA1PtEKAkFJs
1861Please respect copyright.PENANABb8XvwEb7M
Sambil mengenakan helmnya, Fajar menyahut, “Besok aja, deh, Tan. Mau pulang dulu, capek.”1861Please respect copyright.PENANAfuCJoWMaNr
1861Please respect copyright.PENANA9rulZhQVP8
Aku membalas senyumnya. “Hati-hati, jangan ngebut.”1861Please respect copyright.PENANAcZJ4WTKYQK
1861Please respect copyright.PENANA6jJe7hNL2G
Fajar mengangguk, melambaikan tangan. “Pulang dulu ya, tan.” Fajar meliuk-kan motornya. Sebelum ia menancap gas, ia menoleh kebelakang, lalu membuka kaca helm.1861Please respect copyright.PENANAOuGIG6GZVW
1861Please respect copyright.PENANAor9FKvoZDj
“Oh, iya, tan. Perihal bisik-bisik tadi. Fajar bilang sama teman Fajar, kalau tante istri Fajar.” Fajar berkata dengan lugas. Aku tergagap. Fajar melanjutkan. “Fajar tahu, kok, tante udah tahu.” Ia mengedipkan matanya.1861Please respect copyright.PENANAU1AceiI2kc
1861Please respect copyright.PENANAIMs423H1JJ
Untuk yang tidak tahu keberapa kalinya pipiku kembali memanas. Dan desir itu kembali datang, lagi dan lagi. Dua detik kemudian, terdengar suara knalpot motornya. Ia menancap gas, keluar dari pekarangan rumah, lalu menghilangkan dari pandanganku.1861Please respect copyright.PENANAoDW7rVi8LJ
1861Please respect copyright.PENANAkfyLLUdPQ2
Aku berbalik dan melangkah menuju pintu dengan wajah yang kian merona. Tak bisa dipungkiri, bahwa aku sangat menikmati kebersamaan bersama Fajar. Ada sebuah gejolak dalam jiwaku yang meletup ketika Remaja itu menggodaku. Sedetik kemudian aku tersadar, lantas aku menggelengkan kepala. Engga, engga boleh.1861Please respect copyright.PENANAf1oabIbg6s
1861Please respect copyright.PENANA2qidBFW051
Tiba aku di ruang tamu. Aku memperhatikan Adit, anakku, yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel. Lekas aku menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.1861Please respect copyright.PENANAzCkMOAitLf
1861Please respect copyright.PENANAfyeibQOtTZ
“Abi udah pulang?” tanyaku kepadanya.1861Please respect copyright.PENANA6wkPuAWu4U
1861Please respect copyright.PENANAyk2xpcMxj9
“Belum, mi.” Adit menjawab singkat, matanya masih fokus ke layar ponsel.1861Please respect copyright.PENANABQGToEsNrX
1861Please respect copyright.PENANAt8X9B6hRME
Aku menghela nafas. “Adit, kalau umi ngomong, bisa gak stop main hp?”1861Please respect copyright.PENANA2TOruKPU9P
1861Please respect copyright.PENANAxagsYMCQ4T
Dengan raut wajah muram, Adit meletakan ponsel di atasnya meja. “Iya, mi, iya. Maaf, Adit salah.”1861Please respect copyright.PENANAPUiWVafXWu
1861Please respect copyright.PENANAUbJZPVrq4I
Aku malah terkekeh. Melihatnya seperti itu membuatku tergelitik.1861Please respect copyright.PENANAJp3hEZ9ls0
1861Please respect copyright.PENANAdVdC7UmPxu
Adit merubah posisi duduknya menghadapku. Wajahnya terlihat antusias. “Umi mau tau gak?”1861Please respect copyright.PENANA608vz4OFoY
1861Please respect copyright.PENANA8Hbm4NzPso
Aku mengernyit heran. “Gimana umi mau tahu. Kamu belum ngomong apa-apa.”1861Please respect copyright.PENANAN4JMF2ukM9
1861Please respect copyright.PENANALxPDhI4yDZ
Adit tertawa ringan. Matanya sedikit membesar, seakan ingin menyampaikan sebuah berita penting. “Barusan pacar Fajar, chat Adit, katanya dia lihat Fajar bonceng cewek.”1861Please respect copyright.PENANAL2aMh9IFSP
1861Please respect copyright.PENANAIOTXKiSBQ4
Aku membenarkan posisiku. Entah kenapa aku malah tertarik. “Terus?”1861Please respect copyright.PENANAk4OkA5gXP2
1861Please respect copyright.PENANA5pF8Yx4CFW
Adit melanjutkan. “Fajar selingkuh Umi. Adit gak habis fikir sama Fajar.” Adit menepuk jidatnya.1861Please respect copyright.PENANAG2M46fEsn0
1861Please respect copyright.PENANAoUxQbR9NNm
Aku tertawa sambil memegang perutku. Anakku malah bingung. Aku mengambil nafas sejenak. “Bilang sama pacarnya Si Fajar, yang dibonceng Fajar, itu Umi.”1861Please respect copyright.PENANACLCtWYDpQ6
1861Please respect copyright.PENANA5XdYHjKfdY
Giliran Adit yang tertawa. “Udah Adit duga.” Adit menggelengkan kepala, Kemudian ia meraih ponselnya. Aku menggeser tubuhku bersentuhan dengan bahu anakku.1861Please respect copyright.PENANAqqh3SjdgYh
1861Please respect copyright.PENANAUu5VN55s8f
“Kamu chatingan sama pacarnya Fajar?” tanyaku fokus menatap layar ponsel Adit.1861Please respect copyright.PENANAm7dRd39iYr
1861Please respect copyright.PENANATmGZHrVMRw
Adit menarik ponselnya menjauh dariku. “Ih, umi, kepo banget urusan anak muda.”1861Please respect copyright.PENANAfnC0OsMLxR
1861Please respect copyright.PENANAFg9uO48u5o
“Umi penasaran doang,” kataku.1861Please respect copyright.PENANA6xSexKFxai
1861Please respect copyright.PENANAnqFUqkXgmm
“Kan umi yang nyuruh Adit buat bilang sama pacarnya Fajar.”1861Please respect copyright.PENANAPmfNhj26ry
1861Please respect copyright.PENANAq2Y5cVxXxv
Entah kenapa, ada sebuah tusukan kecil dalam hatiku. yang membuatku merasa gundah. Apakah itu cemburu? Aku tidak tahu.1861Please respect copyright.PENANAAmKdaBbJlW
1861Please respect copyright.PENANAs78ySxR94V
Kemudian, Aku bergeser empat jengkal menjauh dari anakku. Memberi ruang privasi kepadanya. Fajar sudah punya pacar, ternyata. Mengetahui kenyataan itu membuatku sedikit merana. Terus kenapa dia memperlakukanku dengan romantis begitu? tapi, yang lebih anehnya, kenapa aku harus marah? Aku bersikap seolah-seolah sedang jatuh cinta kepadanya. Lantas aku menggeleng-geleng. Engga, Engga boleh. Aku udah punya suami.1861Please respect copyright.PENANA5dm18PXZmy
1861Please respect copyright.PENANAiAFDyIrCry
“Umi kenapa?” Adit menatapku heran.1861Please respect copyright.PENANA7UrCB3pB9S
1861Please respect copyright.PENANABU8HdEmO6N
Aku memasang wajah galak, berpura-pura. “Umi lagi kesal sama abi!” aku malah menyalahkan suamiku, padahal yang membuatku kesal adalah sahabat dari anakku sendiri.1861Please respect copyright.PENANAYPMaPFifPw
1861Please respect copyright.PENANAuFwEyVNZDR
Adit hanya terkekeh, kembali menatap layar ponsel. Aku berkata lagi, sedikit galak, “Awas aja kalau kamu ketahuan sama umi kalau pacaran.”1861Please respect copyright.PENANADSO5iE3uY8
1861Please respect copyright.PENANAdD0AFGj3TA
Adit menoleh. “Iya umiku yang paling cantik.”1861Please respect copyright.PENANAtwhX2Ikkbo
1861Please respect copyright.PENANA5Mrw0tDOxr
Aku tersenyum lebar, lalu mengusap kepalanya lembut. “Itu baru anak umi.”1861Please respect copyright.PENANAXE3r5g4YxF
1861Please respect copyright.PENANAQdVVSAGAiC
Sebenarnya, aku bukan tidak menyuruh Adit berpacaran, atau dekat dengan perempuan. Aku sendiri akan mengiyakan jika dia sudah bisa memilih keputusan dengan baik. Bukan juga aku menormalisasikan perzinahan. Aku tidak ingin mengekang kebebasannya. Yang aku bisa, hanya menasehatinya, dan menjauhkannya dari larangan-Nya.1861Please respect copyright.PENANACtAFHDNzJI
1861Please respect copyright.PENANAohxmdle5gw
***1861Please respect copyright.PENANA5KPnXtCYf1
1861Please respect copyright.PENANAPgyB5bGaDV
Aku berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Entah kenapa pikiranku masih berkecamuk perihal Fajar. Ada yang menjanggal di benakku.1861Please respect copyright.PENANA8CJZoEY1eO
1861Please respect copyright.PENANASl4lwI6tRX
Aku menoleh ke samping, wajah Dimas terlihat terlelap. Entah kenapa ada racikan bersalah ketika aku melihat wajahnya. Bisa-bisanya aku memikirkan pria lain sementara dia berada di sampingku. Bukankah itu adalah perbuatan dosa? entahlah, hanya tuhan yang tahu.1861Please respect copyright.PENANAgL62qeKNGG
1861Please respect copyright.PENANAzbH2P03HFt
Sayup-sayup suara terdengar berisik. itu pastilah anakku yang sedang bermain console game tengah malam begini. Jika sudah begini, aku harus turun tangan. Mana pula besok ia harus sekolah. Aku beranjak berdiri, melangkah menuju pintu kamar.1861Please respect copyright.PENANAQCl1teJ5kC
1861Please respect copyright.PENANAzNmzXJlJyU
Sayu suara itu saling bersahutan. Selintas aku berfikit, jangan-jangan itu Fajar? Tapi, bukankah ia berkata ingin pulang? Untuk memastikan, aku melangkah cepat menuju kamar anakku.1861Please respect copyright.PENANAAjSb8E2qD6
1861Please respect copyright.PENANAxqrhjnfhmX
Tebakanku benar, Adit dan Fajar sedang asik bermain console game.1861Please respect copyright.PENANAjWOjBb9q7Q
1861Please respect copyright.PENANA5qjPQyOehx
“Udah malem, gak ada puas-puas-nya main game.” Aku berdiri di tengah pintu, menatap tajam mereka bergantian.1861Please respect copyright.PENANAhwDmhsbDBU
1861Please respect copyright.PENANAgfUOgKgzJw
“Lo sih Jar berisik.” Adit menoyor pelan baju fajar.1861Please respect copyright.PENANA9TdRlCLDdj
1861Please respect copyright.PENANAXAaNJnfREf
Fajar menatapku lekat. Aku memalingkan wajah, tak kuat akan tatapannya. “Kalian lekas tidur, besok sekolah.” Aku berkata sambil memalingkan wajah.1861Please respect copyright.PENANABnKXTQqroL
1861Please respect copyright.PENANAoEFH56gHBO
Adit mendengus, beranjak bangkit dan berbaring di ranjang. Sementara fajar mendekat ke arahku. Otomatis aku mundur satu langkah, mempersilahkannya. Sekilas, ketika ia melewatiku, ia melirikku dengan senyum simpul. Yang aku tak paham maksudnya. Bagai tersihir aku mengekor di belakangnya, sementara pintur kamar anakku, kubiarkan terbuka.1861Please respect copyright.PENANAsafVZ8sVDY
1861Please respect copyright.PENANAwe6phKCtsU
Fajar berhenti di ruang tamu dan duduk di sofa. Ia mendongak menatapku. “Kenapa tan?”1861Please respect copyright.PENANA8wrrRWL5CF
1861Please respect copyright.PENANAzbGJBEjVmq
Aku tergagap. “Susah tidur,” jawabku sedikit kikuk.1861Please respect copyright.PENANAcdTl1omxax
1861Please respect copyright.PENANAOe2RAGR47h
Fajar hanya ber-oh saja. Aku duduk di sofa, berhadapannya dengannya. Hening menyapa. Fajar merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya.1861Please respect copyright.PENANAUgvBA1cmOi
1861Please respect copyright.PENANAECP9RfK2GE
“Tante baru tahu kalau kamu merokok,” kataku memecah hening di antara kami.1861Please respect copyright.PENANAQU3lFkssou
1861Please respect copyright.PENANAOcZVgHq5Ma
Fajar mengepulkan asap. “Jarang, kok, tan. Palingan kalau pengen aja.”1861Please respect copyright.PENANAFtxjKISoQv
1861Please respect copyright.PENANATV8zdsvG7P
Aku mengangguk. “Oh, iya. Tadi ada kejadian lucu tauk.” Aku terkekeh. “Waktu kamu bonceng tante, pacar kamu ngira, kalau tante selingkuhanmu.”1861Please respect copyright.PENANANNOsZKKRxG
1861Please respect copyright.PENANACqaKrmw9Zt
“Adit udah cerita, tan,” Fajar berkata singkat. Kemudian ia berdiri, beranjak duduk di sampingku.1861Please respect copyright.PENANAIzir1cwpXk
1861Please respect copyright.PENANAFUB1IO4hpE
Aku menelan ludah dan bergeser sedikit.1861Please respect copyright.PENANAkvBGPQTcrG
1861Please respect copyright.PENANAJKYMjDdixz
“Tante cemburu?” dia menoleh.1861Please respect copyright.PENANAIa3KrpLG7k
1861Please respect copyright.PENANAkNzho1k6Az
Aku menggelengkan wajah, tak berani aku menoleh dan menatapnya.1861Please respect copyright.PENANADWF7CXG5be
1861Please respect copyright.PENANA7R3Tp8mopH
Fajar bergeser semakin dekat. Aku kembali menelan ludah. Semuanya terasa hening, suara detik jam terasa melengking. Ia kemudian mengendus area ketiakku. Entah kenapa aku membiarkannya, padahal perbuatan itu tidak pantas.1861Please respect copyright.PENANAYM7T2mCG4c
1861Please respect copyright.PENANA5rnuYEmBDR
“Tante bau ketek.” Ia bergeser agak menjauh.1861Please respect copyright.PENANA61XcMFiT5T
1861Please respect copyright.PENANA3X8Si1GZ49
Sontak aku menatapnya tajam. “Tante udah mandi!” Aku berkata ketus.1861Please respect copyright.PENANAq0cOl9YRII
1861Please respect copyright.PENANAURvlmmlB8K
Fajar malah terkekeh. Ia kembali mendekat ke arahku. “Lagian tante di tanya diem doang. Kaya ngomong sama tembok.”1861Please respect copyright.PENANATK33YlZXQm
1861Please respect copyright.PENANATO7hMaBqd2
Aku menyahut. “Lagian pertanyanmu aneh!” Aku memalingkan wajah, sebal.1861Please respect copyright.PENANAEJQ2JXIa19
1861Please respect copyright.PENANAVqKHndt679
“Aneh atau memang iya?” Fajar terus mencecer. “Tante juga gak nolak waktu aku endus ketiaknya.”1861Please respect copyright.PENANACNzq5HPan9
1861Please respect copyright.PENANAAZdArFx7mZ
“Jangan aneh-aneh, deh, Jar.” Aku berkata dengan nada sedikit tinggi. Bagaimanapun juga, ia sudah melampaui batas. Dan Jujur saja, aku tidak ingin terlampau jauh.1861Please respect copyright.PENANAJrNDIUJxHD
1861Please respect copyright.PENANAjxgZGgmL2s
Fajar tak menghiraukan. Dia malah menggodaku lagi. “Bau ketiak tante enak lho. Fajar suka. Harum.”1861Please respect copyright.PENANAZIJov6Pfvk
1861Please respect copyright.PENANAAP1sAdZid7
Aku merasa terhina atas perkataanya barusan, tapi entah kenapa aku masih ingin terus berbincang dengannya. Tapi, aku tidak mau obrolan kami mengarah ke hal tabu.1861Please respect copyright.PENANAEQnXqfD9sE
1861Please respect copyright.PENANAG9nvqfAab3
“Bahas yang lain, Jar. Tante gak suka bahas hal kaya gitu.” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.1861Please respect copyright.PENANAtJFJKbHnYZ
1861Please respect copyright.PENANAowwFvLmmgY
Fajar masih kekeuh. Kali ini ia semakin berani. Dengan lembut ia mengusap kepalaku bagai seorang ibu mengusap kepala anaknya. Lagi-lagi aku tak menolak, pun marah. Desir hangat itu kembali lagi, membelengguku dalam dosa yang aku sadari.1861Please respect copyright.PENANA641gTQ7FDy
1861Please respect copyright.PENANAb0G5B11KkM
Fajar menarik daguku menghadapnya. Mata kami bertemu. Bagai berada di kutub utara, aku seketika membeku. Perlahan ku rasakan jemarinya berjalan lembut di pipiku, lalu menuju keningku. Aku hanya diam, membiarkan jemarinya menyelusuri seluk-beluk wajahku. Desir darahku bergejolak ketika jemarinya menapak jejak di bibirku. perlahan ia usap halus bibirku dengan jemarinya.1861Please respect copyright.PENANAAeu453h1OV
1861Please respect copyright.PENANAIBFcesgLzG
Entah kenapa, sentuhan lembut jemarinya di bibirku membuatku memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara tertawa. Aku membuka mata, menatap bingung Fajar yang terkekeh.1861Please respect copyright.PENANAfsTOq1Yxnu
1861Please respect copyright.PENANAa1poRCeJB3
“Tante minta di cium?” Fajar bertanya dengan wajah gembira.1861Please respect copyright.PENANACWvDK7ejGH
1861Please respect copyright.PENANAVuKaSfK79u
Aku menatapnya kesal. Ia seolah-olah mempermainkan perasaanku, dan itu sangat mejengkelkan sekali. Lekas aku berdiri. Fajar menarik tanganku, membuatku kembali duduk.1861Please respect copyright.PENANA6ZCtIvFCi0
1861Please respect copyright.PENANAnutK5F434I
Ia mendekat. Jantungku berdegup kencang. Lagi-lagi aku memejamkan mata, seakan rela jika ia mencumbu bibirku. Fajar malah berbisik, deruh nafasnya bisa kurasakan saking bibirnya dengan dengan telingaku.1861Please respect copyright.PENANAS3dZviLpqH
1861Please respect copyright.PENANAaKmlHEZdVK
“Besok pagi kerumahku, Tan.” Seketika aku merinding mendengarnya. Kerumahnya? Kenapa? Untuk apa?1861Please respect copyright.PENANAX0ut4EMcNH
1861Please respect copyright.PENANAp7PUcuzmkr
Belum sempat aku bertanya, ia lekas beranjak berdiri sambil tersenyum kepadaku. Aku menatapnya penuh tanda tanya. Fajar malah berbalik, melangkah menujur kamar anakku.1861Please respect copyright.PENANAsKxrPPnaCo
1861Please respect copyright.PENANASgMntQ1zI4
Pada sebuah cela kesadaraan, aku menyadari sesuatu. Bahwa aku jatuh cinta kepadanya, kepada sahabat anakku sendiri. Aku menghela nafas, dalam. Kamu gak boleh melanjutkan ini lagi. Laras, kamu harus sadar, kamu udah bersuami sekaligus ibu rumah tangga. Laras, kamu bisa. Ini semua dosa.1861Please respect copyright.PENANA5BvVmsPYPg
1861Please respect copyright.PENANA5gKdVuYhD5
***1861Please respect copyright.PENANAIocBpyH5WM
1861Please respect copyright.PENANAC11uPaEHzW
“Mati kau mati, kau akan terlahir berkali-kali”.1861Please respect copyright.PENANAFWmtQ6kIPW
1861Please respect copyright.PENANAyBqjd0JYTR
Sebuah kutipan yang aku ambil dari sebuah novel yang barusan aku baca. Aku memang kerap mengisi waktu soreku dengan membaca. Sejak dahulu, Ralat, lebih tepatnya sejak kecil, aku memang hobi membaca. Kebiasaan tersebut terbawa sampai sekarang.1861Please respect copyright.PENANA8mf5Gg4xj0
1861Please respect copyright.PENANAcN0Z76VXHL
Aku mendongak ke atas, melirik jam dinding. Sudah pukul tiga sore. Sekiranya, aku menghabiskan waktu satu jam untuk membaca buku. Rumah sepi, Adit belum pulang. Di hari tertentu, seperti hari ini, selasa, Adit biasanya pulang pukul empat, sebab ia mengikuti sebuah eskul di sekolahnya.1861Please respect copyright.PENANAq2ewgfGIS5
1861Please respect copyright.PENANAZnBKmPS8q1
Semalam, Aku dan Dimas membahas perihal Pendidikan Adit. Bulan depan, ia sudah lulus. Adit sendiri memilih untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tentu saja aku dan Dimas mensupport hal tersebut. Pendidikan anak tetap nomer satu.1861Please respect copyright.PENANAeubi8mKL2s
1861Please respect copyright.PENANArrRhL3yTDf
Dimas sedikit berbeda pendapat denganku. Aku sendiri ingin Adit masuk kuliah di kota ini. Sementara Dimas, menyuruhnya kuliah di Ibu Kota. Ya, apapun hasilnya yang penting dia kuliah.1861Please respect copyright.PENANA2i9RVisIN7
1861Please respect copyright.PENANAutM6vB3CBk
Aku kembali melihat jam dinding. Kemudian aku bangkit sambil meregangkan tangan, lalu menghela nafas secukupnya. Aku memutuskan untuk membuat kopi, caffein sangat ampuh untuk mencegah kantuk.1861Please respect copyright.PENANAwDyWBylHhn
1861Please respect copyright.PENANAJJ9ntWDEfC
Aku berjalan menuju dapur. Mengambil kopi hitam di selorakan meja dan juga gelas kaca. Sambil memanaskan air, aku kembali teringat soal pernyataan Fajar malam itu. Emangnya siapa dia? bisa memerintahku seenaknya begitu? Aku cukup merasa jengkel terhadap sikapnya yang seperti itu. bisa-bisa-nya dia menyuruhku untuk datang kerumahnya.1861Please respect copyright.PENANAz6oy86AoKf
1861Please respect copyright.PENANAYyP6V3gKKD
Gemercik air bergemuruh kecil, sigap aku mematikan kompor gas. Lalu menuangkan air panas ke gelas, tak lupa sendok ku taruh terlebih dahulu. Fisika dasar, sendok bisa menjadi penghantar panas. Jika langsung kutuangkan tanpa sendok, kemungkinan gelas akan retak.1861Please respect copyright.PENANAsnjsxtJ7JZ
1861Please respect copyright.PENANAcWakB00Oa0
Aku kembali ke sofa ruang tamu dengan kopi hitam di atas meja. Duduk takzim sambil sesekali menyesap kopi. Aku menyukai kopi sudah lama. aku hanya sekedar penikmat saja, untuk jenis-jenis kopi, aku tidak terlalu tahu.1861Please respect copyright.PENANAvoAnCajcjG
1861Please respect copyright.PENANALCpQThXbK9
Terdengar suara pintu terbuka. Adit tersenyum kepadaku dan beranjak mendekat.1861Please respect copyright.PENANAg5vuC3VQG6
1861Please respect copyright.PENANAhh6VhKCwyx
“Umi, laper,” kata Adit sambil duduk di sofa, berhadapan denganku.1861Please respect copyright.PENANAWCUYTCGXpX
1861Please respect copyright.PENANA1Aw5SuYF4w
“Umi udah masak ayam goreng, makan gih,” kataku.1861Please respect copyright.PENANAF4bUTInuGt
1861Please respect copyright.PENANAemcG5ziURY
Adit meletekan tasnya disampingnya. Wajahnya tampak kusam dan berminyak. “Fajar tadi ke sini, mi?” Tanya Adit.1861Please respect copyright.PENANAxC9VWcAwo3
1861Please respect copyright.PENANA7rzaVgyvof
Aku menggelang.1861Please respect copyright.PENANANMQ55nOFV8
1861Please respect copyright.PENANAaNmSuoXvLI
“Dia gak sekolah tadi, tumben banget.”1861Please respect copyright.PENANApDn8qPd8I0
1861Please respect copyright.PENANALkAlJBDFam
Aku ber-oh saja. “Mungkin lagi demam.”1861Please respect copyright.PENANAYjpwwTEBhT
1861Please respect copyright.PENANA328FxEBGQr
“Yaudah, mi. Adit mau makan dulu, laper.” Adit meraih tasnya kemudian berdiri.1861Please respect copyright.PENANArAFnmfCUiX
1861Please respect copyright.PENANAZ3I4UENuLr
“Ganti baju dulu, sayang,” kataku.1861Please respect copyright.PENANAnQa768V750
1861Please respect copyright.PENANAnIJ5Wt4BHM
“Iya umiiii.” Adit melangkah menuju kamarnya,1861Please respect copyright.PENANAUxoEtfRjtM
1861Please respect copyright.PENANAkZrfYtUF7v
Aku kembali menyesap kopi. Aku sebenarnya tahu alasan Fajar tidak sekolah, ia pasti menunggu kehadiranku di rumahnya. Ia menyangka bahwa aku akan datang, mengenaskan sekali jika ia berfikir seperti itu. Aku bukanlah perempuan murahan yang akan tunduk kepadanya. Lagian, aku sudah mempunyai keluarga. Jadi, apapun yang dia lakukan, pasti akan sia-sia. Pasti.
Bersambung
1861Please respect copyright.PENANAJFklHYIhmY