
#2 Perspektif1851Please respect copyright.PENANAiGu8M58JJe
1851Please respect copyright.PENANAjH0iFQ3hKq
Klakson-klakson kendaraan saling bersahutan. Aku memandang ke keluar jendela mobil. Kota Pekanbaru terlihat indah di malam hari. Di bahu jalan, muda-mudi saling berkasih di bawah cahaya lampu. Pedagang kaki lima menyebar di setiap tempat, membuat riuh ramai kebersamaan.1851Please respect copyright.PENANAvZKySobNIU
1851Please respect copyright.PENANA0eYkVc0vnr
Dimas fokus menyetir, sesekali ia bersenandung. Aku menoleh ke arahnya. “Abi gak ada kesibukan, kan?” tanyaku, memastikan. “Kalau sibuk kita putar balik aja.”1851Please respect copyright.PENANAx1lKgcI6Ak
1851Please respect copyright.PENANAtAEgrXqpvQ
Dimas menggeleng. “Engga, umi.” Pandangannya masih ke depan, fokus ke arah jalan.1851Please respect copyright.PENANAAvoVqjFv4i
1851Please respect copyright.PENANAaBni0AwqPL
Aku tersenyum, lalu kembali memandang keluar jendela mobil. Jalanan ini mengingatkan ku tentang banyak hal. Dahulu, di tahun pertama aku menikah. Aku dan Dimas menyimpan banyak kenangan di pinggiran jalan. Dulu kami berdua tidak punya cukup uang untuk makan di restoran bintang lima, atau tempat megah lainnya. Alternatif yang kami pilih adalah angkringan di tepian jalan, dengan riuh orang-orang, aroma sate bakar, di tambah dengan berisik kendaraan lalu-lalang.1851Please respect copyright.PENANA8dfwCKgkyd
1851Please respect copyright.PENANAtobX4eNyzu
Aku rindu suasana itu. Sekarang, kami tidak punya cukup waktu untuk bernostalgia tentang masa-masa awal pernikahan. Tapi aku cukup bangga dengan suamiku. ia mempunyai daya juang yang cukup besar, sehingga kami bisa sampai pada titik ini, ya, walaupun tidak kaya-kaya banget.1851Please respect copyright.PENANARjICTsb3Ro
1851Please respect copyright.PENANANuGzfPVjgF
Kami berhenti Di sebuah Gedung dengan halaman yang luas. Dimas memarkirkan mobil berdempetan dengan mobil lain. Aku dan Dimas segera membuka pintu mobil dan turun. Sejenak kupejamkan mataku, menikmati suasana.1851Please respect copyright.PENANAWNtk3fRoWx
1851Please respect copyright.PENANArpHQeuqGmi
Dimas melangkah terlebih dahulu. Sementara Aku melangkah pelan sambil memperhatikan sekitar. Di samping Gedung, banyak sekali stand makanan, minuman, dan lainnya. Di tambah dengan riuh pengunjung yang saling berdesakan. Bau-bau keringat saling berbaur menjadi satu. Terdengar juga suara tawa dari kejauhan. Bazar, memang selalu semegah ini.1851Please respect copyright.PENANABLRa7yoNGD
1851Please respect copyright.PENANA8OSyDnDdPm
Dimas berhenti sebentar dan menoleh kebelakang. Ke arahku. Aku menyengir, pastilah ia menyuruhku untuk berjalan cepat. Buru-buru aku menghampirinya. Aku sendiri belum memutuskan mau berbelanja apa. Bazar ini tidak melulu perihal makanan atau minuman, beragam jenis terdapat di sini. Pakaian, perlengkapan sekolah anak, buku-buku bekas, dan lain-lain.1851Please respect copyright.PENANAbGMV29kJXK
1851Please respect copyright.PENANAiAXXvYcLnQ
Aku dan Dimas terus melangkah berdampingan sambil memutuskan mau berbelanja apa. Suasana ramai membuatku harus hati-hati berjalan, khawatir menabrak pengunjung lain. Aku memepetkan bahuku ke bahu Dimas. Dimas melirik-ku dan tersenyum, kemudian ia melingkarkan tangannya ke pundakku. Kami terus melangkah. Tak lama kemudian, Kami berhenti di sebuah stand minuman.1851Please respect copyright.PENANAn7mLUXxt6S
1851Please respect copyright.PENANAeyXW0OaK4G
“Pop ice rasa mangga satu, sama rasa cokelat satu,” kata Dimas sambil menatap beragam rasa dari pop ice yang tergantung.1851Please respect copyright.PENANAwVG1f5pw9l
1851Please respect copyright.PENANAoTdSXBkDHZ
Aku mengulum senyum. Dimas masih tahu perihal rasa kesukaanku, dan itu cukup untuk membuat pipiku merona.1851Please respect copyright.PENANAA57Coaj5Sw
1851Please respect copyright.PENANAPqoO02z4mL
Si penjual mengangguk. Dengan piawai ia memasukan bubuk pop ice dan juga es batu ke dalam blender. tak lupa ia tuangkan air sebagai perantara. Tak lama, ia jentikan jarinya ke tombol penghancur, sepersekian detik itu pula terdengar suara bentrokan es batu dan bubuk pop ice yang menyatu bersama air. Warung sebelah tak ingin kalah, suara letupan-letupan minyak membahana. Di tambah dengan riuh pengunjung yang berbelanja. Aku bisa merasakan lalu-lalang yang intens di belakangku. Dari remaja, pemuda, sampai orang tua. Semuanya membaur menjadi satu.1851Please respect copyright.PENANACbCcF73h2l
1851Please respect copyright.PENANAnijro3OF4G
Si penjual menyodorkan dua cup pop ice yang di bungkus dengan plastik putih, tak lupa ia tersenyum ramah kepada kami berdua.1851Please respect copyright.PENANArQNIy1MiaD
1851Please respect copyright.PENANAtSOcyU4w1q
“Makasih.” Dimas meraih pop ice itu, lalu mengeluarkan dua lembar uang pas, dan menyodorkan kepada si penjual.1851Please respect copyright.PENANAQQjvEv1eP5
1851Please respect copyright.PENANA1CdwXYuBJC
Kami kembali melangkah, berdampingan. Aku menyesap pop ice dari sedotan, perpaduan manis coklat mendinginkan tenggorokanku. Sambil melangkah, kami mengobrol sedikit perihal akan membeli apa lagi.1851Please respect copyright.PENANAuaw53Db9aB
1851Please respect copyright.PENANATCYcqUXNr0
“Mau ke tempat Fajar, mi?” Dimas melirik kiri-kanan.1851Please respect copyright.PENANA1RTUOyzFbQ
1851Please respect copyright.PENANA1VmCbJPQHE
Aku mendongak ke arahnya. “Fajar buka stand, bi?”1851Please respect copyright.PENANAzvXO9qhw0y
1851Please respect copyright.PENANA5IYqun2oK0
“Dia jaga stand buku.”.1851Please respect copyright.PENANA5qE8UtzOZT
1851Please respect copyright.PENANAiCQ2oXovpI
Aku mengangguk. Sudah tiga hari lamanya aku tidak bertemu sahabat anakku itu. Dimas menggenggam tanganku. Hangat. Aku tersenyum sambil membalas genggaman tangannya. lalu Kami menuju stand Fajar sambil berpegangan tangan layaknya pengantin baru.1851Please respect copyright.PENANAdUv05tUXlc
1851Please respect copyright.PENANAltd75V1hKw
Dari kejauhan, aku bisa melihat sosok remaja tinggi yang tak lain adalah Fajar. Stand bukunya lumayan ramai, ia terlihat sibuk melayani pembeli. Tak sabaran, aku mempercepat langkah. Membuat Dimas harus menyamakan langkahnya dengan langkahku.1851Please respect copyright.PENANA7Ghyu6XxJw
1851Please respect copyright.PENANAGN0lObavHA
Tibanya di stand buku Fajar, aku memanggilnya dengan riang. “tante baru tahu kamu jaga stand buku, lho.” Aku melirik ke bawah, tumpukan-tumpukan buku berjejer rapi di atas meja. Kemudian aku melirik ke kanan, di rak kecil terdapat beragam buku juga. Di samping kanan pun sama.1851Please respect copyright.PENANA1w5hzPWJgF
1851Please respect copyright.PENANAqHHyTBNAik
Fajar berdiri menyambut kehadiran kami. Ia melirikku dan Dimas bergantian. “Om-tante. Mau beli buku?”1851Please respect copyright.PENANArxXUgNzY1q
1851Please respect copyright.PENANAMCA59EqERA
Dimas memperhatikan tumpukan buku di meja. ia mengangguk-angguk. Lalu menunjuk salah satu buku. “Jar, om beli yang ini.”1851Please respect copyright.PENANA65EbBfJmEs
1851Please respect copyright.PENANAti9AIfk3YR
Sigap Fajar meraih buku itu, dan mengemasnya ke dalam plastik merah. Dimas merogoh dompet dan menyodorkan satu lembar uang.1851Please respect copyright.PENANAFKLYDczXwM
1851Please respect copyright.PENANA5Nv88UKMAg
“Gratis, om.” Tolak Fajar.1851Please respect copyright.PENANAHeGI6f5OdN
1851Please respect copyright.PENANAezCjB5raJI
Dimas tersenyum. “Udah, ambil aja.” Tangannya masih terangkat.1851Please respect copyright.PENANAQeyjgqYFET
1851Please respect copyright.PENANAs2hcD67nNS
Fajar meletakan kantung kresek itu di atas tumpukan buku. Dimas menggeleng, menurunkan tangannya, lalu meraih kantung kresek di meja. “Makasih, ya, Jar.”1851Please respect copyright.PENANATQd6On7weM
1851Please respect copyright.PENANAb8dE9Zf2X7
Fajar menggangguk. Aku hanya memperhatikan mereka sedari tadi. Sesekali aku melirik Fajar, begitupun Fajar. Kami seperti saling mencuri-curi pandang.1851Please respect copyright.PENANASZ1Gg5QCd0
1851Please respect copyright.PENANACei8wCTdyS
“Tunggu bentar, Mi.” Aku menoleh ke arah Dimas. Ia merogoh ponselnya, kemudian beranjak menuju tempat sepi. Aku membiarkannya saja, barangkali ada telepon penting.1851Please respect copyright.PENANATUQBVBidPR
1851Please respect copyright.PENANA244DM8OpFI
Fajar memindahkan bangku di belakangnya ke samping bangkunya. Sambil tersenyum ia mempersilahkanku duduk. Aku melangkah melewati cela kecil di samping kanan, dan duduk di sebelahnya. Duduk berdua dengannya membuat degup jantungku berdetak cepat, tidak seperti biasanya.1851Please respect copyright.PENANAwNxz9dzJiy
1851Please respect copyright.PENANA7ghbqUAwvC
Jejak kaki terdengar ribut seperti angin topan yang melanda desa. Di tambah dengan lalu-lalang orang-orang di hadapanku. Tapi, yang membuatku betah adalah aroma harum kertas yang menyeruak cuping hidungku.1851Please respect copyright.PENANAjhcTt3wrSj
1851Please respect copyright.PENANAHhc4vrdVPS
Seorang lelaki menghampiri Stand tempat aku berada. Fajar berdiri dan tersenyum kepadanya. Lelaki itu melirikku sekilas. Ia berbisik kepada Fajar. “Pacarmu, Jar?” Walaupun bisik itu kecil dan suara pengunjung lain begitu riuh, tapi aku masih bisa mendengarnya.1851Please respect copyright.PENANAYH1ZYfGbfA
1851Please respect copyright.PENANAeYVb4hJVAG
“Istri saya,” Fajar balas berbisik. Sekilas ia melihat ke arahku.1851Please respect copyright.PENANAX4fjQo20M4
1851Please respect copyright.PENANAKb21mxn7Xh
Aku menelan ludah. Anehnya aku tidak marah dan justru merasa senang. Aku tidak tahu kenapa. Lelaki itu tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya.1851Please respect copyright.PENANABYBAi7V6RH
1851Please respect copyright.PENANALqPlRg6z8H
Setelah melayaninya, Fajar lekas duduk di sampingku. Aku menatapnya dengan tajam. “Tante denger, lho.” Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.1851Please respect copyright.PENANAopoNclnKaB
1851Please respect copyright.PENANASQkZtLLgE5
Fajar terlihat gelagapan. “Emang Fajar bilang apa tadi, Tan?”1851Please respect copyright.PENANAvFOlIHZ8RK
1851Please respect copyright.PENANAtjYJXtY5Wc
“Kamu bilang Tante istri kamu.” Aku mengernyitkan wajah memasang ekspresi garang.1851Please respect copyright.PENANAkq65NDb2hF
1851Please respect copyright.PENANAnN7mWXNXCe
“Tante salah dengar kali.” Fajar bertahan, matanya lekat memandang lalu lalang orang. Ia terlihat gugup, seperti maling yang keciduk. Belum sempat aku menginterogasinya lebih lanjut. Dimas terlebih dahulu datang.1851Please respect copyright.PENANAXJaNJ89MXc
1851Please respect copyright.PENANAWZ6QLbKkqz
“Mi, abi ada urusan mendadak.” Dimas meringis sambil menggaruk hidungnya.1851Please respect copyright.PENANABCBptehw9m
1851Please respect copyright.PENANAS4YxDWnB6v
Aku menghela nafas. “Jadi, mau pulang?” aku berkata dengan wajah cemberut.1851Please respect copyright.PENANAUE24TsbyJb
1851Please respect copyright.PENANAkJ7LsTIdM4
Dimas berdehem sebentar. Ia melirik Fajar sekilas. “Jar, nanti kamu bisa anter tante pulang? Om ada urusan.”1851Please respect copyright.PENANAnrC8QuoWCo
1851Please respect copyright.PENANAM76MKMYg0y
Aku menoleh ke Fajar. Menunggu jawabannya.1851Please respect copyright.PENANAZu9sESvNSc
1851Please respect copyright.PENANAu6S69lW09H
“Dengan senang hati, om,” Jawab fajar sambil berdiri, lalu menunduk sopan.1851Please respect copyright.PENANAxxqFjkG0XK
1851Please respect copyright.PENANAw8JaiNAwuz
Dimas melirikku. “kalau umi masih mau di sini, nanti pulangnya sama Fajar, ya? Abi gak bisa lama-lama. Maaf ya, mi.”1851Please respect copyright.PENANAqc6yWyvU3A
1851Please respect copyright.PENANA5qtzidEn3h
Aku mengangguk tidak rela, tapi mau tak tamu aku harus membiarkan suamiku yang super sibuk itu kembali berkutat dengan pekerjaannya.1851Please respect copyright.PENANAaZcTDOD6fo
1851Please respect copyright.PENANAR1wNizhfyB
Aku dan Fajar kembali ke dalam obrolan. Menit berlalu. Obrolan kami semakin intens. Obrolan kami kadang terhenti sejenak, Sebab Fajar haris melayani pembeli. Lalu kami jatuh dalam obrolan lagi. Menit ganjil menjelma genap. Obrolan semakin serius. Deru kaki pengunjung lain mulai mereda.1851Please respect copyright.PENANAsqrGWE7Czm
1851Please respect copyright.PENANAa2nd1O9Kc2
“Kamu rencananya mau lanjut kuliah atau kerja, Jar?” tanyaku, menoleh ke arahnya.1851Please respect copyright.PENANA4og7IYPL7K
1851Please respect copyright.PENANArZTq6rc4HP
ia tersenyum. Sebuah senyum yang jika aku lihat dengan dalam, memancarkan sebuah kesedihan. “Fajar gak lanjut, Tan.”1851Please respect copyright.PENANAhA2n5ERdbh
1851Please respect copyright.PENANAEhGacxSNNF
Aku menyedot pop iceku. “Sayang banget, sih, Jar. Kamu tuh anaknya rajin, lho,” kataku. Jujur saja, menurutku pribadi, Fajar sangatlah pintar. Ia bisa beradaptasi dalam kondisi apapun.1851Please respect copyright.PENANAuL6T5HA8M1
1851Please respect copyright.PENANAW2kyEmRsL1
“Fajar juga maunya gitu, Tan. Pengen kaya teman-teman yang lain. Tapi, mau gimana lagi?” ia tertawa, getir. Kemudian melanjutkan, “terkadang, keadaan membuat seseorang mati langkah.” Ada racikan duka yang kurasakan di setiap kalimatnya. ia berkata lagi. “Sebagian orang terlahir beruntung. Sebagian lagi, hanya menghiasi mereka yang beruntung,” ia terkekeh, getir.1851Please respect copyright.PENANAftBJ1EcSRq
1851Please respect copyright.PENANAaWRxS1HPxj
Akhirnya aku bersuara. “Menurut tante, setiap orang beruntung, kok. Ya, kalau belum beruntung berarti coba lagi.”.1851Please respect copyright.PENANACQ3zUiE67Q
1851Please respect copyright.PENANAE6OjEFgiJ0
Hening sejenak. Derup langkah tidak terdengar lagi. Pengunjung kian menyepi. Hembusan angin menerpa wajahku, wajahnya, dan setumpuk buku. Fajar berdiri, menoleh ke arahku.1851Please respect copyright.PENANALZ29wubzBn
1851Please respect copyright.PENANAgjL0GnK4Q8
“Udah sepi, tan. Waktunya tutup,” katanya. “Tante gak masalah, kan, kalau bantuin Fajar berkemas?”1851Please respect copyright.PENANA7SQB2jVoNh
1851Please respect copyright.PENANAt7zhCPw6lc
Aku ikutan berdiri. tersenyum kepadanya. “Dengan senang hati,” kataku, riang.1851Please respect copyright.PENANAFTUdgcq9y3
1851Please respect copyright.PENANA4GrRPVEv1o
***1851Please respect copyright.PENANAkLu36bkb9o
1851Please respect copyright.PENANAlhbTL5AMVA
Kami berdua berjalan bersampingan, menuju sepeda motor Fajar yang terletak di belakang Gedung. Hening malam seperti ini teramat kusukai. Jauh dari berisik kendaraan. Angin berhembus kencang di kemalaman, Bangku-bangku di depan setiap Stand sudah sunyi tak berpenghuni.1851Please respect copyright.PENANAERHSxof8pZ
1851Please respect copyright.PENANATB3pXCqFNK
“Pernah naik motor, Tan?” Tanya Fajar sesampainya kami di depan motornya.1851Please respect copyright.PENANAFnFJzdV6da
1851Please respect copyright.PENANAxNjzHsa5Ar
“Waktu kuliah, tante sering naik motor, kok.” Jawabku.1851Please respect copyright.PENANAsHNVAOSnKx
1851Please respect copyright.PENANAVhM4957zco
Fajar menyodorkan helmnya kepadaku. Aku menatapnya heran. “Kamu aja yang pakai. Kan kamu yang bonceng.”1851Please respect copyright.PENANAhZOSUrekEH
1851Please respect copyright.PENANAnIo65bbF6M
Fajar tersenyum, kemudian mendekat ke arahku. Aku tercekat. Jarak kami dekat. sangat dekat. Ia mengangkat kedua tangannya dan memasangkan helm di kepalaku. Degup jantungku seakan mau melompat keluar. Bau keringatnya menyeruak cuping hidungku. Aku menelan ludah. Sudah lama aku tidak pernah diperlakukan seromantis ini.1851Please respect copyright.PENANAyGUygrvp06
1851Please respect copyright.PENANAXpQfJwKIFy
“Pakai, ya, tan.” Fajar membungkuk sedikit. Mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. Wajah kami terlalu dekat. aku bisa merasakan hembusan nafasnya.1851Please respect copyright.PENANAljm02kumaU
1851Please respect copyright.PENANAOs7byvKgBm
“Debaran jantung tante kedengaran, lho.” Fajar mengedipkan mata. Aku bisa merasakan pipiku memanas. Fajar berkata lagi. “Pipinya juga merah.” Ia mengulum senyum.1851Please respect copyright.PENANAXUsf1C9kbf
1851Please respect copyright.PENANArtcGWDyh4Y
Aku menunduk menyembunyikan semburat rona di wajahku. Tak ada satupun kata yang mampu keluar dari mulutku.1851Please respect copyright.PENANAYeEbKj6glG
1851Please respect copyright.PENANAspBbB3jc9b
“Ayo tan.” Fajar sudah siap di atas motor. “Jangan salting mulu.” Ia kembali menggodaku. Dengan pipi yang masih merona, aku menaiki motornya.1851Please respect copyright.PENANAgBo8TDuxlc
1851Please respect copyright.PENANADAITHj8p7I
“Duduknya jangan jauhan, nanti jatuh, lho,” Fajar menoleh sekilas ke belakang.1851Please respect copyright.PENANAGFWBxNjt5S
1851Please respect copyright.PENANA1zKnx7TmTX
Aku memukul pelan punggungnya. “Nyebelin!”1851Please respect copyright.PENANAloIhiVwId4
1851Please respect copyright.PENANAGBfIwfqpgC
Fajar malah terkekeh. Aku meletakan tanganku di depan dada, menjadi penyangga antara dadaku dan punggungnya. Ia memacu gas, perlahan kami menembus udara malam.1851Please respect copyright.PENANAZ7ENCI7Ary
1851Please respect copyright.PENANAalLTQk9oUD
Di spion motor, aku bisa melihat senyumnya. Sebuah senyum yang membuatku malah ikut tersenyum. Berisik knalpot motor di depan dan belakang kami, seakan menjadi pengiring musik perjalanan.1851Please respect copyright.PENANAU2X9YgzyNm
1851Please respect copyright.PENANAkpzN3xLaXA
Aku berpaling kanan-kiri, hotel-hotel menjulang tinggi. Bunyi-bunyi klakson saling bersahutan tak mau mengalah. Warung bakso, nasi padang, mie ayam, terlihat ramai. Gerombolan remaja berjalan di bahu jalan, saling tertawa.1851Please respect copyright.PENANASJ2tGbfe8B
1851Please respect copyright.PENANADqR0T7zNfK
Aku menatap wajahnya dari spion, tak di sangka, ia malah melirik ke spion dan tersenyum. Sepersekian detik, aku memalingkan wajahku, kembali menatap jalanan. Remaja itu selalu membuatku tersipu dan salah tingkah. Entah kenapa.1851Please respect copyright.PENANALIgP6KSQFd
1851Please respect copyright.PENANAnK7atNWvbk
***1851Please respect copyright.PENANAh3SHFf2S8g
1851Please respect copyright.PENANA120R7xY04V
Kami tiba di rumah. Aku turun dari motor. Melepas helm dan mengembalikan kepada Fajar.1851Please respect copyright.PENANAwuOh7OCd2h
1851Please respect copyright.PENANA0BKosGEexC
“Mau mampir dulu, Jar?” Tawarku.1851Please respect copyright.PENANA1uTxGeIFIH
1851Please respect copyright.PENANAEMe09Q0mAP
Sambil mengenakan helmnya, Fajar menyahut, “Besok aja, deh, Tan. Mau pulang dulu, capek.”1851Please respect copyright.PENANA0mS3oYIeDW
1851Please respect copyright.PENANAmYrS9wGkRT
Aku membalas senyumnya. “Hati-hati, jangan ngebut.”1851Please respect copyright.PENANAoeSB9vJCpI
1851Please respect copyright.PENANAIfI1HgKt3B
Fajar mengangguk, melambaikan tangan. “Pulang dulu ya, tan.” Fajar meliuk-kan motornya. Sebelum ia menancap gas, ia menoleh kebelakang, lalu membuka kaca helm.1851Please respect copyright.PENANASiFc8mUSTX
1851Please respect copyright.PENANAQSQQL6shSr
“Oh, iya, tan. Perihal bisik-bisik tadi. Fajar bilang sama teman Fajar, kalau tante istri Fajar.” Fajar berkata dengan lugas. Aku tergagap. Fajar melanjutkan. “Fajar tahu, kok, tante udah tahu.” Ia mengedipkan matanya.1851Please respect copyright.PENANAD8wP4hbajb
1851Please respect copyright.PENANAfqPl5HXFGP
Untuk yang tidak tahu keberapa kalinya pipiku kembali memanas. Dan desir itu kembali datang, lagi dan lagi. Dua detik kemudian, terdengar suara knalpot motornya. Ia menancap gas, keluar dari pekarangan rumah, lalu menghilangkan dari pandanganku.1851Please respect copyright.PENANAVL6kXnXlU5
1851Please respect copyright.PENANA6xPMwaczw0
Aku berbalik dan melangkah menuju pintu dengan wajah yang kian merona. Tak bisa dipungkiri, bahwa aku sangat menikmati kebersamaan bersama Fajar. Ada sebuah gejolak dalam jiwaku yang meletup ketika Remaja itu menggodaku. Sedetik kemudian aku tersadar, lantas aku menggelengkan kepala. Engga, engga boleh.1851Please respect copyright.PENANAxMvJ85BHmx
1851Please respect copyright.PENANASBanJbchar
Tiba aku di ruang tamu. Aku memperhatikan Adit, anakku, yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel. Lekas aku menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.1851Please respect copyright.PENANA5vSxGozHGu
1851Please respect copyright.PENANAItX3CL7SoF
“Abi udah pulang?” tanyaku kepadanya.1851Please respect copyright.PENANABJNctiooku
1851Please respect copyright.PENANAltrsMMSe7V
“Belum, mi.” Adit menjawab singkat, matanya masih fokus ke layar ponsel.1851Please respect copyright.PENANAndYFlm193B
1851Please respect copyright.PENANAwvG5KzIZa0
Aku menghela nafas. “Adit, kalau umi ngomong, bisa gak stop main hp?”1851Please respect copyright.PENANA4N5OG4VPDw
1851Please respect copyright.PENANAE7axQqPzPh
Dengan raut wajah muram, Adit meletakan ponsel di atasnya meja. “Iya, mi, iya. Maaf, Adit salah.”1851Please respect copyright.PENANAUw1bRLvQY3
1851Please respect copyright.PENANAhq6EGuCyxG
Aku malah terkekeh. Melihatnya seperti itu membuatku tergelitik.1851Please respect copyright.PENANA2ShPMouSk7
1851Please respect copyright.PENANAECjThLVFoA
Adit merubah posisi duduknya menghadapku. Wajahnya terlihat antusias. “Umi mau tau gak?”1851Please respect copyright.PENANAmNHuyTGsFQ
1851Please respect copyright.PENANAf5MOafM3HO
Aku mengernyit heran. “Gimana umi mau tahu. Kamu belum ngomong apa-apa.”1851Please respect copyright.PENANAPriy7OTXcO
1851Please respect copyright.PENANAyTugFqYGuC
Adit tertawa ringan. Matanya sedikit membesar, seakan ingin menyampaikan sebuah berita penting. “Barusan pacar Fajar, chat Adit, katanya dia lihat Fajar bonceng cewek.”1851Please respect copyright.PENANALnpTVNQT4b
1851Please respect copyright.PENANAB9mItqqeVC
Aku membenarkan posisiku. Entah kenapa aku malah tertarik. “Terus?”1851Please respect copyright.PENANA546QuwruhY
1851Please respect copyright.PENANAPgfqnXuPjH
Adit melanjutkan. “Fajar selingkuh Umi. Adit gak habis fikir sama Fajar.” Adit menepuk jidatnya.1851Please respect copyright.PENANACdGVg1Xatl
1851Please respect copyright.PENANAkqEY5ieInN
Aku tertawa sambil memegang perutku. Anakku malah bingung. Aku mengambil nafas sejenak. “Bilang sama pacarnya Si Fajar, yang dibonceng Fajar, itu Umi.”1851Please respect copyright.PENANAXY3szzmLef
1851Please respect copyright.PENANA8jZVoNTI1e
Giliran Adit yang tertawa. “Udah Adit duga.” Adit menggelengkan kepala, Kemudian ia meraih ponselnya. Aku menggeser tubuhku bersentuhan dengan bahu anakku.1851Please respect copyright.PENANAYsa3Ct9EoT
1851Please respect copyright.PENANAYH1ohC2za4
“Kamu chatingan sama pacarnya Fajar?” tanyaku fokus menatap layar ponsel Adit.1851Please respect copyright.PENANAwf5EwBBEuX
1851Please respect copyright.PENANAX8Ppap42vV
Adit menarik ponselnya menjauh dariku. “Ih, umi, kepo banget urusan anak muda.”1851Please respect copyright.PENANAzYE1WoCge8
1851Please respect copyright.PENANAWPh52S78Cu
“Umi penasaran doang,” kataku.1851Please respect copyright.PENANAZAkCaE2Pb5
1851Please respect copyright.PENANAwAVHrOyEaX
“Kan umi yang nyuruh Adit buat bilang sama pacarnya Fajar.”1851Please respect copyright.PENANAnTxaTkTd6e
1851Please respect copyright.PENANA5BhuvCYeJd
Entah kenapa, ada sebuah tusukan kecil dalam hatiku. yang membuatku merasa gundah. Apakah itu cemburu? Aku tidak tahu.1851Please respect copyright.PENANA0qcCGX8S3H
1851Please respect copyright.PENANAHj0JjvJiIP
Kemudian, Aku bergeser empat jengkal menjauh dari anakku. Memberi ruang privasi kepadanya. Fajar sudah punya pacar, ternyata. Mengetahui kenyataan itu membuatku sedikit merana. Terus kenapa dia memperlakukanku dengan romantis begitu? tapi, yang lebih anehnya, kenapa aku harus marah? Aku bersikap seolah-seolah sedang jatuh cinta kepadanya. Lantas aku menggeleng-geleng. Engga, Engga boleh. Aku udah punya suami.1851Please respect copyright.PENANAMc3tctoJkj
1851Please respect copyright.PENANAzy1JsJuT1l
“Umi kenapa?” Adit menatapku heran.1851Please respect copyright.PENANAKQTo3yIYkN
1851Please respect copyright.PENANAAP5DQ2VkmZ
Aku memasang wajah galak, berpura-pura. “Umi lagi kesal sama abi!” aku malah menyalahkan suamiku, padahal yang membuatku kesal adalah sahabat dari anakku sendiri.1851Please respect copyright.PENANAtUtCVPeB4C
1851Please respect copyright.PENANA0LALMt6WSE
Adit hanya terkekeh, kembali menatap layar ponsel. Aku berkata lagi, sedikit galak, “Awas aja kalau kamu ketahuan sama umi kalau pacaran.”1851Please respect copyright.PENANASs68rplI6u
1851Please respect copyright.PENANAcGDgWnTgUT
Adit menoleh. “Iya umiku yang paling cantik.”1851Please respect copyright.PENANAzOvgE5tjoP
1851Please respect copyright.PENANAVyNouYF3TV
Aku tersenyum lebar, lalu mengusap kepalanya lembut. “Itu baru anak umi.”1851Please respect copyright.PENANA9rwSmF9MZV
1851Please respect copyright.PENANAMFGIzfzUIo
Sebenarnya, aku bukan tidak menyuruh Adit berpacaran, atau dekat dengan perempuan. Aku sendiri akan mengiyakan jika dia sudah bisa memilih keputusan dengan baik. Bukan juga aku menormalisasikan perzinahan. Aku tidak ingin mengekang kebebasannya. Yang aku bisa, hanya menasehatinya, dan menjauhkannya dari larangan-Nya.1851Please respect copyright.PENANAjdpBS3hQdu
1851Please respect copyright.PENANAEPDnUcjWZk
***1851Please respect copyright.PENANAr2rUyK9zNA
1851Please respect copyright.PENANAhcNZsQxAiC
Aku berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Entah kenapa pikiranku masih berkecamuk perihal Fajar. Ada yang menjanggal di benakku.1851Please respect copyright.PENANARGoRpoYe6q
1851Please respect copyright.PENANA5QNTwLVVrL
Aku menoleh ke samping, wajah Dimas terlihat terlelap. Entah kenapa ada racikan bersalah ketika aku melihat wajahnya. Bisa-bisanya aku memikirkan pria lain sementara dia berada di sampingku. Bukankah itu adalah perbuatan dosa? entahlah, hanya tuhan yang tahu.1851Please respect copyright.PENANA1Zxiohfm6k
1851Please respect copyright.PENANARuTdYrqupy
Sayup-sayup suara terdengar berisik. itu pastilah anakku yang sedang bermain console game tengah malam begini. Jika sudah begini, aku harus turun tangan. Mana pula besok ia harus sekolah. Aku beranjak berdiri, melangkah menuju pintu kamar.1851Please respect copyright.PENANAVe3a0ZmSjX
1851Please respect copyright.PENANAMEEaTrCnNK
Sayu suara itu saling bersahutan. Selintas aku berfikit, jangan-jangan itu Fajar? Tapi, bukankah ia berkata ingin pulang? Untuk memastikan, aku melangkah cepat menuju kamar anakku.1851Please respect copyright.PENANAZzEyXY1nD0
1851Please respect copyright.PENANAiBzxzEL0EX
Tebakanku benar, Adit dan Fajar sedang asik bermain console game.1851Please respect copyright.PENANAj7lhac7yYj
1851Please respect copyright.PENANAhd40eVB2pV
“Udah malem, gak ada puas-puas-nya main game.” Aku berdiri di tengah pintu, menatap tajam mereka bergantian.1851Please respect copyright.PENANA1HvMpm20mx
1851Please respect copyright.PENANAfc3vHtQrYV
“Lo sih Jar berisik.” Adit menoyor pelan baju fajar.1851Please respect copyright.PENANAJlFzrYIQ90
1851Please respect copyright.PENANA9NsCUig0yI
Fajar menatapku lekat. Aku memalingkan wajah, tak kuat akan tatapannya. “Kalian lekas tidur, besok sekolah.” Aku berkata sambil memalingkan wajah.1851Please respect copyright.PENANAQ91KtwV3dG
1851Please respect copyright.PENANAb0mkjfuSDf
Adit mendengus, beranjak bangkit dan berbaring di ranjang. Sementara fajar mendekat ke arahku. Otomatis aku mundur satu langkah, mempersilahkannya. Sekilas, ketika ia melewatiku, ia melirikku dengan senyum simpul. Yang aku tak paham maksudnya. Bagai tersihir aku mengekor di belakangnya, sementara pintur kamar anakku, kubiarkan terbuka.1851Please respect copyright.PENANAeZEvgkaUfv
1851Please respect copyright.PENANAsidnmMMkhW
Fajar berhenti di ruang tamu dan duduk di sofa. Ia mendongak menatapku. “Kenapa tan?”1851Please respect copyright.PENANACbZOW6Gk4R
1851Please respect copyright.PENANANcTHNqG6fS
Aku tergagap. “Susah tidur,” jawabku sedikit kikuk.1851Please respect copyright.PENANAgemJAuw8ll
1851Please respect copyright.PENANADcSJcz5lLz
Fajar hanya ber-oh saja. Aku duduk di sofa, berhadapannya dengannya. Hening menyapa. Fajar merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya.1851Please respect copyright.PENANAOr6EaxkbTo
1851Please respect copyright.PENANAyrQpciBXR0
“Tante baru tahu kalau kamu merokok,” kataku memecah hening di antara kami.1851Please respect copyright.PENANAtrnv2KQlRV
1851Please respect copyright.PENANApwZiiv2tEy
Fajar mengepulkan asap. “Jarang, kok, tan. Palingan kalau pengen aja.”1851Please respect copyright.PENANA5Hb0uwEzZV
1851Please respect copyright.PENANA9mvLvfQeGj
Aku mengangguk. “Oh, iya. Tadi ada kejadian lucu tauk.” Aku terkekeh. “Waktu kamu bonceng tante, pacar kamu ngira, kalau tante selingkuhanmu.”1851Please respect copyright.PENANAlZpvIOtDFF
1851Please respect copyright.PENANAIV1xVmFRdA
“Adit udah cerita, tan,” Fajar berkata singkat. Kemudian ia berdiri, beranjak duduk di sampingku.1851Please respect copyright.PENANA2zbQkCEp8W
1851Please respect copyright.PENANAPO2RMvzBlj
Aku menelan ludah dan bergeser sedikit.1851Please respect copyright.PENANAH2IZ9lqsPc
1851Please respect copyright.PENANAfTyLQk0A4n
“Tante cemburu?” dia menoleh.1851Please respect copyright.PENANAX3vK7RQHBr
1851Please respect copyright.PENANAJQFNSiV9CX
Aku menggelengkan wajah, tak berani aku menoleh dan menatapnya.1851Please respect copyright.PENANApoyrrDtuKu
1851Please respect copyright.PENANAvfrMeHNW0O
Fajar bergeser semakin dekat. Aku kembali menelan ludah. Semuanya terasa hening, suara detik jam terasa melengking. Ia kemudian mengendus area ketiakku. Entah kenapa aku membiarkannya, padahal perbuatan itu tidak pantas.1851Please respect copyright.PENANAkWhuZ0pftv
1851Please respect copyright.PENANA8eybxGmKdn
“Tante bau ketek.” Ia bergeser agak menjauh.1851Please respect copyright.PENANAPhD37g1oSV
1851Please respect copyright.PENANAXTcTVbZhR6
Sontak aku menatapnya tajam. “Tante udah mandi!” Aku berkata ketus.1851Please respect copyright.PENANAWWoUGcgned
1851Please respect copyright.PENANASwdoV7WH67
Fajar malah terkekeh. Ia kembali mendekat ke arahku. “Lagian tante di tanya diem doang. Kaya ngomong sama tembok.”1851Please respect copyright.PENANALujY7Bq4Ks
1851Please respect copyright.PENANArBXgzob4pl
Aku menyahut. “Lagian pertanyanmu aneh!” Aku memalingkan wajah, sebal.1851Please respect copyright.PENANA4luCEnLE4k
1851Please respect copyright.PENANAK6Go4KymHc
“Aneh atau memang iya?” Fajar terus mencecer. “Tante juga gak nolak waktu aku endus ketiaknya.”1851Please respect copyright.PENANAnFQMA0pTkm
1851Please respect copyright.PENANArnHMdHRQ2i
“Jangan aneh-aneh, deh, Jar.” Aku berkata dengan nada sedikit tinggi. Bagaimanapun juga, ia sudah melampaui batas. Dan Jujur saja, aku tidak ingin terlampau jauh.1851Please respect copyright.PENANAsZWYq2Rjty
1851Please respect copyright.PENANAQg7bzBmUcP
Fajar tak menghiraukan. Dia malah menggodaku lagi. “Bau ketiak tante enak lho. Fajar suka. Harum.”1851Please respect copyright.PENANAMt5q2h1ZyN
1851Please respect copyright.PENANAkuiDDIfjuM
Aku merasa terhina atas perkataanya barusan, tapi entah kenapa aku masih ingin terus berbincang dengannya. Tapi, aku tidak mau obrolan kami mengarah ke hal tabu.1851Please respect copyright.PENANAF5ZyDvphhL
1851Please respect copyright.PENANAgLtkDF7TRN
“Bahas yang lain, Jar. Tante gak suka bahas hal kaya gitu.” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.1851Please respect copyright.PENANAEggscYFhTP
1851Please respect copyright.PENANA5yfTmptXOP
Fajar masih kekeuh. Kali ini ia semakin berani. Dengan lembut ia mengusap kepalaku bagai seorang ibu mengusap kepala anaknya. Lagi-lagi aku tak menolak, pun marah. Desir hangat itu kembali lagi, membelengguku dalam dosa yang aku sadari.1851Please respect copyright.PENANAQ49xsZjMBy
1851Please respect copyright.PENANA5tOrLrCGnI
Fajar menarik daguku menghadapnya. Mata kami bertemu. Bagai berada di kutub utara, aku seketika membeku. Perlahan ku rasakan jemarinya berjalan lembut di pipiku, lalu menuju keningku. Aku hanya diam, membiarkan jemarinya menyelusuri seluk-beluk wajahku. Desir darahku bergejolak ketika jemarinya menapak jejak di bibirku. perlahan ia usap halus bibirku dengan jemarinya.1851Please respect copyright.PENANAfyZweL6bpY
1851Please respect copyright.PENANAmHnQUu6V2R
Entah kenapa, sentuhan lembut jemarinya di bibirku membuatku memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara tertawa. Aku membuka mata, menatap bingung Fajar yang terkekeh.1851Please respect copyright.PENANAeajtsfX9vV
1851Please respect copyright.PENANA7g5X60Cmzd
“Tante minta di cium?” Fajar bertanya dengan wajah gembira.1851Please respect copyright.PENANAFgJPNvn1iH
1851Please respect copyright.PENANA5X2iN05uN7
Aku menatapnya kesal. Ia seolah-olah mempermainkan perasaanku, dan itu sangat mejengkelkan sekali. Lekas aku berdiri. Fajar menarik tanganku, membuatku kembali duduk.1851Please respect copyright.PENANAzctOx5mwUe
1851Please respect copyright.PENANAY2BD8748JK
Ia mendekat. Jantungku berdegup kencang. Lagi-lagi aku memejamkan mata, seakan rela jika ia mencumbu bibirku. Fajar malah berbisik, deruh nafasnya bisa kurasakan saking bibirnya dengan dengan telingaku.1851Please respect copyright.PENANAj7suaaWNvD
1851Please respect copyright.PENANA49djC8oYwa
“Besok pagi kerumahku, Tan.” Seketika aku merinding mendengarnya. Kerumahnya? Kenapa? Untuk apa?1851Please respect copyright.PENANAWVboYrorGe
1851Please respect copyright.PENANAgXsxaVKlQQ
Belum sempat aku bertanya, ia lekas beranjak berdiri sambil tersenyum kepadaku. Aku menatapnya penuh tanda tanya. Fajar malah berbalik, melangkah menujur kamar anakku.1851Please respect copyright.PENANAfS6eBS64aS
1851Please respect copyright.PENANA6QuvL7r0EM
Pada sebuah cela kesadaraan, aku menyadari sesuatu. Bahwa aku jatuh cinta kepadanya, kepada sahabat anakku sendiri. Aku menghela nafas, dalam. Kamu gak boleh melanjutkan ini lagi. Laras, kamu harus sadar, kamu udah bersuami sekaligus ibu rumah tangga. Laras, kamu bisa. Ini semua dosa.1851Please respect copyright.PENANAMqIw8M5HVY
1851Please respect copyright.PENANA7mu0tqRhA2
***1851Please respect copyright.PENANAO3mpvI0ygi
1851Please respect copyright.PENANAWJho0eoPC3
“Mati kau mati, kau akan terlahir berkali-kali”.1851Please respect copyright.PENANAarOUggCWzP
1851Please respect copyright.PENANALQMJ0GG8m4
Sebuah kutipan yang aku ambil dari sebuah novel yang barusan aku baca. Aku memang kerap mengisi waktu soreku dengan membaca. Sejak dahulu, Ralat, lebih tepatnya sejak kecil, aku memang hobi membaca. Kebiasaan tersebut terbawa sampai sekarang.1851Please respect copyright.PENANAG0niyHkBeK
1851Please respect copyright.PENANAQcm1BhzKy8
Aku mendongak ke atas, melirik jam dinding. Sudah pukul tiga sore. Sekiranya, aku menghabiskan waktu satu jam untuk membaca buku. Rumah sepi, Adit belum pulang. Di hari tertentu, seperti hari ini, selasa, Adit biasanya pulang pukul empat, sebab ia mengikuti sebuah eskul di sekolahnya.1851Please respect copyright.PENANAIxSjAfkHjg
1851Please respect copyright.PENANAkDWhIPDdh2
Semalam, Aku dan Dimas membahas perihal Pendidikan Adit. Bulan depan, ia sudah lulus. Adit sendiri memilih untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tentu saja aku dan Dimas mensupport hal tersebut. Pendidikan anak tetap nomer satu.1851Please respect copyright.PENANA6cjrUbZ5u0
1851Please respect copyright.PENANA5DqQLqIzCC
Dimas sedikit berbeda pendapat denganku. Aku sendiri ingin Adit masuk kuliah di kota ini. Sementara Dimas, menyuruhnya kuliah di Ibu Kota. Ya, apapun hasilnya yang penting dia kuliah.1851Please respect copyright.PENANAz0hXGpMrnU
1851Please respect copyright.PENANAQYZ3QhP4BF
Aku kembali melihat jam dinding. Kemudian aku bangkit sambil meregangkan tangan, lalu menghela nafas secukupnya. Aku memutuskan untuk membuat kopi, caffein sangat ampuh untuk mencegah kantuk.1851Please respect copyright.PENANAifvzO3HDuD
1851Please respect copyright.PENANAX7S1gDmNdZ
Aku berjalan menuju dapur. Mengambil kopi hitam di selorakan meja dan juga gelas kaca. Sambil memanaskan air, aku kembali teringat soal pernyataan Fajar malam itu. Emangnya siapa dia? bisa memerintahku seenaknya begitu? Aku cukup merasa jengkel terhadap sikapnya yang seperti itu. bisa-bisa-nya dia menyuruhku untuk datang kerumahnya.1851Please respect copyright.PENANAhd3KbicqbW
1851Please respect copyright.PENANABWhIW6WPrj
Gemercik air bergemuruh kecil, sigap aku mematikan kompor gas. Lalu menuangkan air panas ke gelas, tak lupa sendok ku taruh terlebih dahulu. Fisika dasar, sendok bisa menjadi penghantar panas. Jika langsung kutuangkan tanpa sendok, kemungkinan gelas akan retak.1851Please respect copyright.PENANAzPB0D7br1k
1851Please respect copyright.PENANAJeP839gPBp
Aku kembali ke sofa ruang tamu dengan kopi hitam di atas meja. Duduk takzim sambil sesekali menyesap kopi. Aku menyukai kopi sudah lama. aku hanya sekedar penikmat saja, untuk jenis-jenis kopi, aku tidak terlalu tahu.1851Please respect copyright.PENANArOOAlw0qfT
1851Please respect copyright.PENANAxj10esHwFO
Terdengar suara pintu terbuka. Adit tersenyum kepadaku dan beranjak mendekat.1851Please respect copyright.PENANAjxP2zdPEVU
1851Please respect copyright.PENANA7Qf6YtTicE
“Umi, laper,” kata Adit sambil duduk di sofa, berhadapan denganku.1851Please respect copyright.PENANAmc8mJ10p7v
1851Please respect copyright.PENANAaOfIoYUgE4
“Umi udah masak ayam goreng, makan gih,” kataku.1851Please respect copyright.PENANA8Hl2u27lsE
1851Please respect copyright.PENANAxTVmCKgCjk
Adit meletekan tasnya disampingnya. Wajahnya tampak kusam dan berminyak. “Fajar tadi ke sini, mi?” Tanya Adit.1851Please respect copyright.PENANASItDltOZjC
1851Please respect copyright.PENANA7Xs8Wfjgcs
Aku menggelang.1851Please respect copyright.PENANA9fzr1OT9A1
1851Please respect copyright.PENANAaVDoKFCnZ2
“Dia gak sekolah tadi, tumben banget.”1851Please respect copyright.PENANA28mquQO2cD
1851Please respect copyright.PENANAU1VfqaNi4y
Aku ber-oh saja. “Mungkin lagi demam.”1851Please respect copyright.PENANA1TF8HEsZOL
1851Please respect copyright.PENANA5X3cKyZ6A1
“Yaudah, mi. Adit mau makan dulu, laper.” Adit meraih tasnya kemudian berdiri.1851Please respect copyright.PENANAtG3Kl7fOwr
1851Please respect copyright.PENANAsYDUjbzLlS
“Ganti baju dulu, sayang,” kataku.1851Please respect copyright.PENANADrOUNOc9qx
1851Please respect copyright.PENANAyop5ngoM67
“Iya umiiii.” Adit melangkah menuju kamarnya,1851Please respect copyright.PENANA6OYNK3M05e
1851Please respect copyright.PENANAE6Zd9jKmND
Aku kembali menyesap kopi. Aku sebenarnya tahu alasan Fajar tidak sekolah, ia pasti menunggu kehadiranku di rumahnya. Ia menyangka bahwa aku akan datang, mengenaskan sekali jika ia berfikir seperti itu. Aku bukanlah perempuan murahan yang akan tunduk kepadanya. Lagian, aku sudah mempunyai keluarga. Jadi, apapun yang dia lakukan, pasti akan sia-sia. Pasti.
Bersambung
1851Please respect copyright.PENANAtrHiWVFMnL