
Sekarang hari kelima pernikahanku. Dan kondisiku masih seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada yang berubah, Akbar masih sering memperlakukanku dengan kasar. Setelah aibnya terbongkar, Akbar semakin kejam kepadaku.
949Please respect copyright.PENANARu6n1v5xoZ
Aku tak mampu melawannya, karena mentalku rapuh. Tubuhku pun juga semakin kurus. Kadang kulihat Mbok Darmi berdiri di pojokan dapurku dengan terisak. Dengan sorot mataku, ingin kukatakan jika aku baik-baik saja.
949Please respect copyright.PENANAYMx7gs3iJe
Pak Salim, Pak Sukri dan Pak Dirman terus mengawasiku dari jauh. Tatapan mereka terpancar kesedihan yang terlihat dari raut wajah mereka. Saat mereka berusaha menolongku, aku mencegahnya. Sudah cukup aku melibatkan orang-orang yang tak bersalah, ikut merasakan pedih seperti yang kurasakan.
949Please respect copyright.PENANAbXIxRzq46t
"Mas, ampun!" kataku terisak karena tanganku terikat dengan kaki menekuk ke atas, yang terikat ke tanganku.
949Please respect copyright.PENANAd6giJmUzV0
Kondisiku yang sedang telanjang disiksa habis-habisan dengan dildo machine gun yang terus keluar masuk vaginaku.
949Please respect copyright.PENANAl0vm0kBQmB
Tak ada perasaan nikmat sedikit pun. Setiap sodokan yang masuk membekas. Ini perkosaan, yang semakin merusak mentalku.
949Please respect copyright.PENANAFduJ9Gfe4K
Tangisku, bahkan permohonanku agar Akbar menghentikan kegilaannya sia-sia. Akbar tak peduli dengan siksaan yang menderaku. Ia terus mengejekku dengan sebutan melecehkan sambil menyiksaku secara seksual.
949Please respect copyright.PENANAniDgswlvtj
"Hahaha, sundal sundal. Bukan salahku kalo aku ejakulasi dini. Itu kesalahanmu, perempuan sundal," kata Akbar dengan suara meninggi.
949Please respect copyright.PENANAUDEQ77EVUC
"Aku nggak nyalahin kamu, Mas. Tolong, jangan siksa aku kayak gini!" kataku merintih.
949Please respect copyright.PENANAzBLYxXOrmH
Akbar menunduk ke arah wajahku, dengan tatapan yang menusuk ulu hatiku. "Heh, sundal? Andai aja kamu bukan bispak, aku nggak bakal kayak gini," kata Akbar mendengus.
949Please respect copyright.PENANAYIue1A3kok
"Kenapa nyalahin aku? Aaaahh ssss, Mas. Hentikan!" kataku memohon.
949Please respect copyright.PENANAlSguTT5sSe
"Oh jadi kamu nggak mau disalahin?" tanya Akbar sambil menekan remot agar dildo itu bergerak dengan tempo lebih cepat.
949Please respect copyright.PENANAUVa2S5EdMt
"Aah ahh ah, Mas!" Tubuhku melengkung, mengejang hebat. Sampai orgasmeku pun sama sekali tak meninggalkan kepuasan. Dan psikisku menekan dorongan seksualku menjadi menyakitkan.
949Please respect copyright.PENANAipFfoN1bpo
Dengan perasaan menyiksa setelah orgasmeku yang pertama. Kucoba mengatur ulang mentalku yang kini hancur terserak. Sambil kurangkai akal sehatku, kuedarkan pandanganku ke arah Akbar yang kini telanjang. Batang penisnya yang jumbo bergelayut, menggelantung layu.
949Please respect copyright.PENANAlWqPf9dtqS
Aku mengernyitkan dahiku. Tak ada sedikit pun keinginan untuk mengejek. Namun, ada yang menggelitik pikiranku. Apakah ini coping mechanism? Untuk menutupi kelemahan dan rasa sakit yang disembunyikan?
949Please respect copyright.PENANAA8R0UU6OIH
Memikirkan itu, caraku memandang Akbar berubah. Semakin keras Akbar menciptakan persona dirinya, yang seakan-akan dirinya bukan laki-laki pecundang. Aku merasa kasian, karena cara menyembunyikan kelemahannya justru membuatnya menderita.
949Please respect copyright.PENANA1ae6BhQaaB
"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Akbar dengan suara meninggi.
949Please respect copyright.PENANAcDCQTiwxWj
"Engga, Mas... Aaaah ssssh."
949Please respect copyright.PENANAM9hXbdgi0j
Mesin dildo semakin cepat keluar masuk vaginaku. Nafsuku yang sempat tertahan kucoba lepas. Namun itu tak mudah, karena psikisku belum pulih sepenuhnya.
949Please respect copyright.PENANAl3hcLY4Qcn
"Ah ah ah, ssssh ah." Aku mendesah-desah tertahan, dengan mata terpejam. Tubuhku pun terlonjak-lonjak tak terkendali.
949Please respect copyright.PENANABAwjAXt3aQ
Kutatap Akbar sekilas. Wajahnya berubah menjadi murung yang menyiratkan ketidaksukaan. Di dalam hati, aku hanya bisa menerka. Mungkin, Akbar cemburu menatapku, yang mulai menikmati dildo keluar masuk lubangku. Dari sorot matanya, ada keputusasaan yang terpancar. Ia pun mengembuskan nafas panjang, sambil membanting tubuhnya ke atas kursi dengan tangannya yang tak berhenti menjambak rambutnya. Meski aku tak begitu mendengar apa yang diucapkan Akbar. Terdengar sayup-sayup, Akbar menyalahkan dirinya sendiri.
949Please respect copyright.PENANA0NbhG2YmnX
Lalu Akbar bangkit dari duduknya, berjalan mondar-mandir seperti frustasi. Yang berkali-kali merutuki dirinya sendiri, memaki, mengucapkan sumpah serapah.
949Please respect copyright.PENANAEClsBO7sZL
Diambilnya remot dildo machine gun dari sakunya. Kurasakan dildo yang masuk ke dalam vaginaku berhenti bergerak. Akbar dengan wajahnya yang kusut mendekatiku, melepas ikatan di kaki dan tanganku.
949Please respect copyright.PENANAALKln9TH0D
"Sana mandi!" kata Akbar dengan suara lemah.
949Please respect copyright.PENANAsRmvNI2YyB
Kutatap Akbar dengan pandangan iba. Sepertinya Akbar tau gelagatku, yang sedang mengamatinya.
949Please respect copyright.PENANAIgRT1hNaIa
"Kenapa?" tanya Akbar sinis.
949Please respect copyright.PENANAfJn3Rdrv9s
"Nggak, Mas!" kataku sambil menunduk.
949Please respect copyright.PENANAArAjvDLSMT
Saat aku berusaha bangkit, berdiri. Selangkanganku begitu perih. Rasanya ingin menangis saja, melihat vaginaku yang lebam. Yang awalnya berwarna putih kemerahan-merahan, menjadi merah darah dan lebih tebal. Kucoba menyentuhnya, rasanya begitu sakit sampai menjalar ke seluruh tubuhku.
949Please respect copyright.PENANAoVVeYOOopp
"Sakit?" tanya Akbar.
949Please respect copyright.PENANAQODPFAFQ0D
"Iya, Mas!" kataku sambil meringis menahan sakit.
949Please respect copyright.PENANA7gF8d80Jd1
Akbar mendekatiku, lalu memapahku ke dalam kamar mandi.
949Please respect copyright.PENANALRcsDtsI7g
"Makasih," kataku.
949Please respect copyright.PENANAQTz1JnG08Z
"Udah, buruan mandi! Sebentar lagi kita ke pesantren abahku," kata Akbar.
949Please respect copyright.PENANAwgJkdMH1ee
Aku sempat kaget mendengar yang Akbar ucapkan. Berkali-kali kucoba menenangkan hatiku. Kuharap di pesantren tak terjadi kejadian yang lebih buruk seperti yang kualami saat ini.
949Please respect copyright.PENANAlrYkmhgWC9
*********
949Please respect copyright.PENANAmI7TQJxRU6
Sekarang aku menuju ke pesantren. Di dalam mobil aku hanya menunduk saja tanpa mengucapkan satu kata pun.
949Please respect copyright.PENANAAeuVhBtwbO
"Mukanya jangan gitu! Aku nggak mau, Abah sama Umi ngeliat kamu dengan muka kucel kayak gitu!" kata Akbar.
949Please respect copyright.PENANAGUuYeurPab
"Iya, Mas!" kataku.
949Please respect copyright.PENANAlcmx9VFk2O
Akbar mengambil sebotol parfum mahal dari kantungnya. "Eh Mas, kok disemprot pake parfum?" tanyaku tak mengerti.
949Please respect copyright.PENANAOCDJsxTCvA
"Udah jangan bawel!" kata Akbar.
949Please respect copyright.PENANA4KTR6xblBC
Melihat sikap Akbar yang labil, aku semakin bingung. Kadang Akbar menjadi sosok relijius yang menjalankan Sunnah sepenuh hati. Dan sekarang Akbar menyemprotkan parfum dengan kadar alkohol tinggi ke outfitku. Padahal kemarin, aku berkali-kali ditampar, diikat dengan memberiku makan sekali sehari karena aku tak bisa menjaga adabku.
949Please respect copyright.PENANAnIPHQlj5t9
Aku benar-benar tak mengerti dengan perubahan Akbar. Gara-gara sikapnya yang strict kemarin, mentalitasku menjadi hancur. Bahkan sekarang, perasaan cemas, takut masih menghantuiku.
949Please respect copyright.PENANA5ZQOo1bAT7
Dan saat aku disiksa secara seksual menggunakan dildo, ada yang menahan dorongan seksual dalam diriku. Perasaan takut, seakan mengebiri kepribadianku yang sebelumnya lebih lepas. Aku juga merasa malu, meski itu di depan Mbok Darmi jika auratku tersingkap.
949Please respect copyright.PENANAGhixze2H46
Ada rasa bersalah, yang terus membayangiku. Aku benar-benar berubah.
949Please respect copyright.PENANAsBfYw2f2wQ
"Udah sampai..." kata Akbar memarkir mobilnya di pelataran pesantren.
949Please respect copyright.PENANAMoQuLEOq49
Dengan malu-malu sambil menundukkan pandangan, aku berjalan di samping Akbar.
949Please respect copyright.PENANAYGLQTr9RIQ
"Biasa aja, Dek! Nggak usah malu!" kata Akbar sambil merangkulku.
949Please respect copyright.PENANAsWAYJj5J9c
Sekarang Akbar dengan aku yang berdiri di sampingnya berada di depan rumah sederhana yang ada di dalam pesantren.
949Please respect copyright.PENANASWpFkALms7
"Ini rumah siapa, Mas?" tanyaku.
949Please respect copyright.PENANA85oIHYZ0ex
"Rumah Abah," kata Akbar.
949Please respect copyright.PENANAhEtvR9Mz1c
Entah kenapa jantungku berdetak kencang, teringat masa lalu, saat keluarga Akbar pertamakali melamarku. Keringat dinginku pun, mulai membasahi telapak tanganku yang terbalut oleh handshock.
949Please respect copyright.PENANA8MgXXTH9bQ
"Assalamualaikum..."
949Please respect copyright.PENANAGDfKXtBYy6
"Wa'alaikum salam. Eh Akbar, mari masuk! Biar Umi panggilin Abah dulu!" kata Umi Jamilah, istrinya Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANAj7VFRjV1b6
"Kamu ikut Umi dulu ya Dek!" kata Akbar.
949Please respect copyright.PENANADzW8J4whF2
"Iya, Mas!" kataku menunduk.
949Please respect copyright.PENANAmi0cqB4eYI
"Ayok ikut Umi ke dalam!" kata Umi Jamilah sambil merangkulku.
949Please respect copyright.PENANAEvfWknaBu5
Sesampainya di dalam rumah, Umi mengajakku ke dapur. Ternyata Umi sedang memasak. Entah kenapa melihat Umi memasak dan sikap Umi yang ramah padaku, suasana hatiku berubah.
949Please respect copyright.PENANAA63FBmFWz3
Traumaku seakan memudar. Sesekali aku melirik ke arah Umi Jamilah yang wajahnya tertutup cadar. Dan hanya memperlihatkan matanya saja. Aku suka mata Umi, cantik, berwarna maroon.
949Please respect copyright.PENANAz1IlIeytw7
"Suka masak juga, Fa?" tanya Umi.
949Please respect copyright.PENANAvDT7VXWD52
"Eh, em. Saya nggak bisa masak Umi," kataku malu-malu.
949Please respect copyright.PENANA4zZWkeBzgE
"Hehe, nggak apa-apa. Nanti Umi ajarin sampai pinter!" kata Umi ramah.
949Please respect copyright.PENANAmjP76TCpQW
Baru beberapa menit aku bercengkrama dengan Umi, aku langsung akrab. Mungkin karena pembawaan Umi yang kalem, membuat aku merasa nyaman. Aku tak tau, apakah ini bentuk kerinduanku pada Mama ataukah murni kesanku yang aku peroleh dari Umi Jamilah.
949Please respect copyright.PENANAzgjDByJNEW
Melihat Umi yang cantik, ramah dan kalem, terbersit pikiranku pada Pak Aziz. Aku tak mengerti, kenapa Pak Aziz harus poligami. Sebagai sesama perempuan, aku bisa merasakan apa yang dirasakan Umi Jamilah. Meski Umi tak menceritakan keluh kesahnya, bagaimana perasaannya saat dimadu dengan perempuan lain. Namun, aku bisa mengerti apa yang dirasakan Umi dari sorot matanya yang menyembunyikan sesuatu.
949Please respect copyright.PENANAzYXwDgynqg
"Eh, kok ngelamun aja, Fa?" tanya Umi mengagetkanku.
949Please respect copyright.PENANAlWbUDFK38X
"Hehe, maaf Umi..." kataku sambil tersenyum malu-malu.
949Please respect copyright.PENANAEIv0cL440e
"Nggak baik lho, Fa. Ngelamun gitu!" kata Umi dengan tersenyum.
949Please respect copyright.PENANAB2woczJPrn
"Iya Umi..." kataku malu-malu sambil menunduk.
949Please respect copyright.PENANAQ0V39ANkDb
Keramahan Umi, membuatku lupa dengan traumaku. Aku benar-benar tenggelam ke dalam kehangatan seorang ibu. Berada di samping Umi, terasa nyaman seakan beban yang aku tanggung terlepas. Sampai aku pun kembali ceria, meski tertahan oleh pengalaman burukku. Setidaknya, hadirnya Umi bisa menjadi obat untuk menyembuhkan lukaku. Dan kerinduanku pada Mama.
949Please respect copyright.PENANA5KE5unHS0i
Saat aku memasak, aku tersadar dan aku berpikir... Dimana Mama? Sejak tadi, tak kulihat Mama di rumah ini. Aku tau, Pak Aziz memiliki empat istri termasuk Mama. Namun, hanya ada 3 perempuan disini. Salah satunya Umi Jamilah.
949Please respect copyright.PENANASbIj1xlewF
Sebenarnya, aku ingin menanyakan keberadaan Mama pada Umi. Namun, aku takut jika Umi sakit hati. Maka dari itu, aku urungkan niatku.
949Please respect copyright.PENANAOMlgZm9HVZ
"Yuk kita bawa ke ruang keluarga!" kata Umi yang sudah selesei memasak.
949Please respect copyright.PENANA39WoO6CFYw
"Iya, Umi!" kataku dengan wajah menunduk.
949Please respect copyright.PENANAOLlKNzg7NO
Saat aku mengangkat sayur di wadah, aku berpapasan dengan Ahsan. Mata kita sempat bertemu. Karena perasaan malu, aku menundukkan pandangan.
949Please respect copyright.PENANAOpSwnco7lb
Di meja makan, sudah duduk Pak Aziz. Kulihat Pak Aziz menatapku lekat dengan tersenyum. Namun mata nakalnya sudah hilang, berganti dengan tatapan hangat.
949Please respect copyright.PENANAPmIM7uiIMB
Setelah aku dan Umi selesei menyiapkan makanan, kita sekeluarga makan bersama. Mataku sekilas menatap perempuan di sampingku.
949Please respect copyright.PENANApEIiLfeOI5
Mama? Meski penampilan Mama kini bercadar, aku hafal sorot mata Mama. Berkali-kali aku menatap Mama, namun Mama membuang muka tak mau menatapku.
949Please respect copyright.PENANACM8gIKi8PM
Acara makan bersama pun dimulai. Tanpa suara, hanya ada keheningan. Dengan mata yang saling bertaut, mengucapkan kata. Dari Mama, yang menyimpan sejuta rahasia. Ahsan yang menatapku dengan tatapan yang tak kukenal, berbeda dari sebelumnya. Dan yang terakhir, Akbar yang menyiratkan keputusasaan.
949Please respect copyright.PENANAMIEohJAOuQ
Sesekali kuhela nafasku, merasakan keheningan yang terkesan janggal. Namun, apakah ini sekedar perasaanku atau keheningan yang sengaja diciptakan di meja makan, aku sama sekali tak tau.
949Please respect copyright.PENANAS2rSbhMmfG
*******
949Please respect copyright.PENANAdOcHgqlakN
Hari ini aku dan Akbar menginap di rumah Pak Aziz, mertuaku. Meski aku mencoba beradaptasi saat bertemu Umi Jamilah. Namun, perasaan janggal tetap membuatku gelisah. Menghadap ke kiri, lalu karena tak kunjung bisa tidur. Kucoba membalikkan tubuhku, dengan menghadap ke kanan.
949Please respect copyright.PENANA0M2CyjXh17
Karena merasa tak tenang, akhirnya kuputuskan keluar kamar, sekedar untuk sholat lail.
949Please respect copyright.PENANAgQc2UOXT9M
Setelah aku keluar kamar, rumah begitu sepi. Lalu kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi meski suasana rumah ini sedikit menggangguku.
949Please respect copyright.PENANA0QB3WPrS1A
"Eh..." Saat aku berjalan menunduk, aku menabrak Ahsan.
949Please respect copyright.PENANA9AMLAOcC2t
Kita saling menatap cukup lama. Saat aku berjalan ke kanan, aku menabrak Ahsan yang berjalan ke kanan juga. Lalu aku berjalan ke kiri, lagi-lagi aku menabrak Ahsan.
949Please respect copyright.PENANAfBjhK53Qgm
"Ma'af..." kataku tersenyum sambil menundukkan pandangan.
949Please respect copyright.PENANAn4Lk7oGsus
"Hehe, nggak apa-apa, Ci," kata Ahsan, dengan tersenyum juga.
949Please respect copyright.PENANAa80VkD5ztk
Ahsan memberiku jalan untuk lewat. Dan aku pun berjalan dengan menunduk ke arah kamar mandi.
949Please respect copyright.PENANAL8cgoT8VaQ
Selesai berwudhu, aku kembali ke kamar. Entah kenapa, aku tak berani membangunkan Akbar. Kata Akbar, di dalam rumah, ada mushola kecil yang biasanya untuk sholat jama'ah sekeluarga. Namun, karena aku tak tau dimana letaknya, akhirnya aku memutuskan untuk sholat di kamar saja.
949Please respect copyright.PENANADPaYb7Eni0
Baru saja, aku membaca bacaan iftitah. Pikiranku melayang, membayangkan saat aku menabrak Ahsan di dekat kamar mandi. Berkali-kali kutepis, namun bayangan itu kembali muncul dan muncul lagi. Terus terbayang sampai bacaan terakhirku di posisi tasyahud akhir.
949Please respect copyright.PENANA8b9ys5iJdK
Selesei membaca salam, kulihat Akbar terbangun lalu duduk menatapku.
949Please respect copyright.PENANAwrW1JROaqk
"Udah lama bangunnya?" tanya Akbar tersenyum.
949Please respect copyright.PENANANro0wJULJj
"Belum lama sih, Mas," kataku sambil melipat mukenaku.
949Please respect copyright.PENANARKnU4um2rC
"Sini!" kata Akbar sambil menarik tanganku agar aku naik ke atas ranjang.
949Please respect copyright.PENANAEmcrvPDj42
Sekarang aku tidur miring ke samping dengan Akbar memelukku dari belakang. Perasaan aneh, tiba-tiba muncul. Pelukan Akbar pada tubuhku, sama sekali tak memberiku kehangatan.
949Please respect copyright.PENANAfdVhgKhEWV
Semacam ketakutan yang membayang di dalam kepatuhanku. Tubuhku tak mampu menolak, namun perasaanku terasa getir.
949Please respect copyright.PENANAb09EZp0ZaV
Saat aku memejamkan mataku, mencoba untuk terlelap. Kubuka mataku... Setelah membuka mataku, aku terkejut karena posisiku tak lagi dalam pelukan Akbar. Melainkan dalam posisi terlentang, dengan seseorang sedang penetrasi ke dalam lubang vaginaku.
949Please respect copyright.PENANAAnrQRIvEAv
Karena kamar gelap, aku tidak tau siapa yang sedang menyutubuhiku.
949Please respect copyright.PENANAtPlUKJwbic
"Ah ah ah, sss ah." Aku berkali-kali mendongakkan wajahku menerima sodokan pada vaginaku. Dengan mata yang terpejam kunikmati sensasi yang kurasakan.
949Please respect copyright.PENANAIvGyxLJCwQ
"Aaaaahh." Aku mendesah sambil mengernyitkan dahiku karena perasaan cemas yang menderaku.
949Please respect copyright.PENANA4Kc36BC9XN
"Aaaaah, menjepit banget."
949Please respect copyright.PENANADfGhJI0occ
Kucoba mengingat suara yang sepertinya aku kenal. Saat lampu dinyalakan, aku benar-benar kaget.
949Please respect copyright.PENANASLoKWie2sy
Sekarang aku sedang disetubuhi oleh Pak Aziz. Rasa takutku pun tiba-tiba muncul. Timbul rasa bersalah yang menekan batinku, apalagi saat aku mengingat Akbar memperlakukanku dengan kasar.
949Please respect copyright.PENANAwTuS8VpqHC
"Abah, jangan!" kucoba dorong tubuh Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANA6v0D0mxdDn
"Kenapa bisa seenak ini, Fa? Empot-empotan..."
949Please respect copyright.PENANAezDYMEefWq
Semakin aku meronta, otot vaginaku mencengkeram penis Pak Aziz lebih erat. Terasa penuh, sampai aku berkali-kali menggelengkan kepalaku karena berusaha menyangkal nikmat yang mulai menjalar.
949Please respect copyright.PENANA6n780uvTQa
"Abah... aaaah." Aku mendesah hebat dengan nafsu yang tertahan.
949Please respect copyright.PENANArFCNmtBwqe
Pak Aziz mengubah posisinya, dengan aku berada di atas. Aku yang telungkup di atas dada Pak Aziz, sesekali kuputar-putar pinggulku. Penis Pak Aziz di dalam lubangku seakan mengobel-obel penuh. Kurasakan Pak Aziz mengecup kepalaku. Lalu merapikan rambut panjangku yang tergerai, menutupi wajahku.
949Please respect copyright.PENANA1HqTQq8JjF
"Enak?" tanya Pak Aziz sambil mengangkat wajahku.
949Please respect copyright.PENANAMeHqSna89r
Tak kujawab pertanyaan Pak Aziz. Kurasakan pergolakan batinku yang berkali-kali kutepis. Semakin kusangkal, penyangkalan itu menciptakan sensasi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
949Please respect copyright.PENANAV002Wtgq80
Aku benar-benar tersiksa. Rasa bersalahku justru membawaku pada kenikmatan yang tak terperi.
949Please respect copyright.PENANAyVi6fVDZ17
"Elm, muah." Pak Aziz mulai melumat bibirku.
949Please respect copyright.PENANAdbhYflxYmH
Dengan mata terpejam, kubalas lumatan Pak Aziz dengan membuka mulutku. Lidah Pak Aziz yang masuk ke dalam rongga mulutku, kurespon dengan lidahku yang membelit lidah Pak Aziz. Menari-nari, saling mengisap.
949Please respect copyright.PENANAiGhEeMaxUb
"Buka matamu, Sayang!" kata Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANACUzasB5CvT
Di sampingku, sedang duduk Akbar yang sedang mengocok penisnya. Penisnya mulai ereksi, namun tak maksimal.
949Please respect copyright.PENANARxvhwWYztw
"Ah ah ah, Mas suka?" tanyaku.
949Please respect copyright.PENANA6rW70CPeCu
"Jalang kamu, Dek!" kata Akbar sambil terus mengocok penisnya.
949Please respect copyright.PENANAKN3L5lpcLq
"Aku bukan jalang, Mas! Jangan hukum aku!" kataku menahan nafsuku sambil merasakan perasaan bersalah.
949Please respect copyright.PENANAz7IApCTmEQ
"Aaaah, nikmat banget, Fa. Mencengkeram, nyedot-nyedot gini," kata Pak Aziz meracau.
949Please respect copyright.PENANAdOEwtnK3mF
Sekarang aku menegakkan tubuhku dalam posisi woman on top. Dengan masih memakai dress panjang, aku naik turun di atas tubuh Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANAxnv3GMbdk1
"Ah ah ah, enak banget," kataku sambil memejamkan mataku.
949Please respect copyright.PENANAGTzhobrNXk
Pak Aziz menarik tubuhku dan kita kembali berciuman. Dengan mata terpejam, kurasakan Pak Aziz mengentak-entakkan penisnya agar masuk lebih dalam ke dalam lubang vaginaku.
949Please respect copyright.PENANACOHqBd9eyK
Udara semakin panas, sampai peluhku membasahi dress panjangku.
949Please respect copyright.PENANAwqZH0tubUP
"Aaaaahhh." Tubuhku melengkung, aku mengalami orgasmeku yang pertama.
949Please respect copyright.PENANAT4ELtWBMOW
Lalu tubuhku ambruk ke atas tubuh Pak Aziz. Pak Aziz yang memelukku berguling untuk mengubah posisi. Setelah aku dalam posisi terlentang, Pak Aziz melepas dress panjangku yang sudah basah oleh keringat.
949Please respect copyright.PENANAfSWiOcMVtp
Senyum cabul Pak Aziz kembali nampak, dengan perlahan cup braku yang berwarna putih diangkat ke atas.
949Please respect copyright.PENANAqige3TzBjE
Kubuang mukaku ke samping karena perasaan malu yang menyergapku.
949Please respect copyright.PENANAA8fcoBxrw4
"Kamu cantik..." kata Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANA7HU19W2Abp
Akbar duduk mendekat ke arahku untuk menyeka keringat di dahiku. Lalu aku tersenyum menatap Akbar.
949Please respect copyright.PENANApHp1Ryuuj2
"Enak?" tanya Akbar sambil tangannya mengocok penisnya yang tak kunjung ereksi dengan sempurna.
949Please respect copyright.PENANATxFFLWPjX8
Kutatap penis Akbar dengan tersenyum. "Kenapa? Mau ngejek aku?" tanya Akbar.
949Please respect copyright.PENANAjWVasV8LJq
"Nggak kok, Mas," kataku yang masih dalam kondisi tersenyum, namun tatapanku beralih ke wajah Akbar.
949Please respect copyright.PENANAQG6BaluMdB
"Masih mau lanjut, Fa?" tanya Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANACrLJqi0vGJ
Kutatap Akbar meminta persetujuan. "Terserah kamu..." kata Akbar turun dari ranjang sambil merapikan celananya.
949Please respect copyright.PENANA75FzPJkfqY
"Mas?"
949Please respect copyright.PENANAsfiRknxfnC
"Apa?" tanya Akbar.
949Please respect copyright.PENANA0hLx8tE5rM
"A... aku..."aku tak melanjutkan kata-kataku.
949Please respect copyright.PENANASUnnmxxrIy
Tanpa persetujuan dariku, Pak Aziz kembali memompa penisnya ke dalam vaginaku.
949Please respect copyright.PENANAcWrdYvd2rW
"Aaaaaah..."
949Please respect copyright.PENANAYENaVbKXpp
"Masih mau lanjut, Fa?" tanya Pak Aziz sambil mempercepat sodokan penisnya ke dalam vaginaku.
949Please respect copyright.PENANAdahnfek8R6
Kugeleng-gelengkan kepalaku, aku takut Akbar kembali kasar padaku.
949Please respect copyright.PENANAKRC8KfbS2Z
"Nggak mau lanjut?" tanya Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANABwZ3EJ4cB8
Setelah penis Pak Aziz keluar dari dalam vaginaku, terasa ada yang hilang.
949Please respect copyright.PENANAGSj9dF7bGp
"Kok mukanya gitu?" tanya Pak Aziz sambil memegang penisnya yang menegang besar.
949Please respect copyright.PENANAuGBnMYvTTy
Kugigit bibir bawahku sambil jari tanganku menggesek bibir vaginaku.
949Please respect copyright.PENANAAcJYSKlUfG
"Ssss, aaaah." Kupejamkan mataku menahan hasrat yang benar-benar tertahan.
949Please respect copyright.PENANAJvSVsuJKp2
"Lepas aja, Fa! Nggak usah ditahan!" kata Pak Aziz.
949Please respect copyright.PENANAVNxjvaCFPU
Berkali-kali kugeleng-gelengkan kepalaku. "Nggak bisa, Bah... ssssh aaaah."
949Please respect copyright.PENANAY2DluWrte2
Sekejap kubuka mataku untuk menatap Akbar. Ada seringai di wajahnya.
949Please respect copyright.PENANAECxjhhvnM0
Saat Pak Aziz turun dari ranjang dan memakai celananya kembali. Dengan perasaan takut, malu, merasa bersalah kuucapkan satu patah kata dengan bibir bergetar.
949Please respect copyright.PENANAPfHGEW4KKY
"Abah..."
949Please respect copyright.PENANA0M6NQ3dWJ6
"Iya?" Pak Aziz menoleh ke arahku.
949Please respect copyright.PENANAA0PWgXZYTQ
"Lanjut!" kataku malu-malu dengan membuang mukaku.
949Please respect copyright.PENANAusBpgd2W82
Kulihat Ahsan masuk ke dalam kamar. "Sekarang giliranku, Ci..."
949Please respect copyright.PENANA44lsv8t0CM
Spontan, kutarik selimut yang berada di sampingku untuk menutupi ketelanjanganku. Aku benar-benar malu.
949Please respect copyright.PENANADnYh59GKNw
Ahsan pun naik ke atas ranjang, lalu dengan senyum hangatnya mencoba menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku.
949Please respect copyright.PENANA9xHwmSysmh
"Jangan! Aku malu..." kataku.
949Please respect copyright.PENANALgj0D9Qcup
"Kenapa malu, Ci?" tanya Ahsan.
949Please respect copyright.PENANAVb3XG6VWx4
Kuhela nafasku, lalu kupandang Akbar. Akbar yang tau aku menatapnya, membuang mukanya ke samping.
949Please respect copyright.PENANAXoad0Ixz1H
"Sssssh, aaaah." Ahsan menindihku sambil tangannya meremas dadaku yang masih tertutup selimut.
949Please respect copyright.PENANAUyxTVZ8tMv
"Menggemaskan!" kata Ahsan.
949Please respect copyright.PENANAcEqzMCHEFF
Ahsan yang sudah telanjang kini masuk ke dalam selimut..
949Please respect copyright.PENANAocbfmdYFuI
"Masih malu, Ci?" tanya Ahsan.
949Please respect copyright.PENANAFDAGDBvsgD
Aku tersenyum dengan mengangguk malu-malu.
949Please respect copyright.PENANAz1aQz1qpNY