
#2 Perspektif1856Please respect copyright.PENANAbCOYTZDebp
1856Please respect copyright.PENANAkQGI71KAOF
Klakson-klakson kendaraan saling bersahutan. Aku memandang ke keluar jendela mobil. Kota Pekanbaru terlihat indah di malam hari. Di bahu jalan, muda-mudi saling berkasih di bawah cahaya lampu. Pedagang kaki lima menyebar di setiap tempat, membuat riuh ramai kebersamaan.1856Please respect copyright.PENANA5LAW4kUJdm
1856Please respect copyright.PENANAT8k9DkN80G
Dimas fokus menyetir, sesekali ia bersenandung. Aku menoleh ke arahnya. “Abi gak ada kesibukan, kan?” tanyaku, memastikan. “Kalau sibuk kita putar balik aja.”1856Please respect copyright.PENANA7hoA7Qb6yC
1856Please respect copyright.PENANAjO5H7kLx7f
Dimas menggeleng. “Engga, umi.” Pandangannya masih ke depan, fokus ke arah jalan.1856Please respect copyright.PENANAPMgMnvxu7V
1856Please respect copyright.PENANAlxPtk1lugu
Aku tersenyum, lalu kembali memandang keluar jendela mobil. Jalanan ini mengingatkan ku tentang banyak hal. Dahulu, di tahun pertama aku menikah. Aku dan Dimas menyimpan banyak kenangan di pinggiran jalan. Dulu kami berdua tidak punya cukup uang untuk makan di restoran bintang lima, atau tempat megah lainnya. Alternatif yang kami pilih adalah angkringan di tepian jalan, dengan riuh orang-orang, aroma sate bakar, di tambah dengan berisik kendaraan lalu-lalang.1856Please respect copyright.PENANAn9H7SyGCU4
1856Please respect copyright.PENANAhK3L0r7uUt
Aku rindu suasana itu. Sekarang, kami tidak punya cukup waktu untuk bernostalgia tentang masa-masa awal pernikahan. Tapi aku cukup bangga dengan suamiku. ia mempunyai daya juang yang cukup besar, sehingga kami bisa sampai pada titik ini, ya, walaupun tidak kaya-kaya banget.1856Please respect copyright.PENANAZP2ydNFNN9
1856Please respect copyright.PENANAKq1yASmFlb
Kami berhenti Di sebuah Gedung dengan halaman yang luas. Dimas memarkirkan mobil berdempetan dengan mobil lain. Aku dan Dimas segera membuka pintu mobil dan turun. Sejenak kupejamkan mataku, menikmati suasana.1856Please respect copyright.PENANAkdIuE8Jq7S
1856Please respect copyright.PENANAHz6fFbMLWA
Dimas melangkah terlebih dahulu. Sementara Aku melangkah pelan sambil memperhatikan sekitar. Di samping Gedung, banyak sekali stand makanan, minuman, dan lainnya. Di tambah dengan riuh pengunjung yang saling berdesakan. Bau-bau keringat saling berbaur menjadi satu. Terdengar juga suara tawa dari kejauhan. Bazar, memang selalu semegah ini.1856Please respect copyright.PENANAEtjDs72i3N
1856Please respect copyright.PENANABWd0BJsNUN
Dimas berhenti sebentar dan menoleh kebelakang. Ke arahku. Aku menyengir, pastilah ia menyuruhku untuk berjalan cepat. Buru-buru aku menghampirinya. Aku sendiri belum memutuskan mau berbelanja apa. Bazar ini tidak melulu perihal makanan atau minuman, beragam jenis terdapat di sini. Pakaian, perlengkapan sekolah anak, buku-buku bekas, dan lain-lain.1856Please respect copyright.PENANA2KICpq1SM1
1856Please respect copyright.PENANAdHxC3JYROU
Aku dan Dimas terus melangkah berdampingan sambil memutuskan mau berbelanja apa. Suasana ramai membuatku harus hati-hati berjalan, khawatir menabrak pengunjung lain. Aku memepetkan bahuku ke bahu Dimas. Dimas melirik-ku dan tersenyum, kemudian ia melingkarkan tangannya ke pundakku. Kami terus melangkah. Tak lama kemudian, Kami berhenti di sebuah stand minuman.1856Please respect copyright.PENANAoHPUm1wqvo
1856Please respect copyright.PENANAEQUlxBOVZn
“Pop ice rasa mangga satu, sama rasa cokelat satu,” kata Dimas sambil menatap beragam rasa dari pop ice yang tergantung.1856Please respect copyright.PENANAdjp18NVtQt
1856Please respect copyright.PENANA8fvOG95VLY
Aku mengulum senyum. Dimas masih tahu perihal rasa kesukaanku, dan itu cukup untuk membuat pipiku merona.1856Please respect copyright.PENANACcQitcqiVj
1856Please respect copyright.PENANA4lPp0JoKjq
Si penjual mengangguk. Dengan piawai ia memasukan bubuk pop ice dan juga es batu ke dalam blender. tak lupa ia tuangkan air sebagai perantara. Tak lama, ia jentikan jarinya ke tombol penghancur, sepersekian detik itu pula terdengar suara bentrokan es batu dan bubuk pop ice yang menyatu bersama air. Warung sebelah tak ingin kalah, suara letupan-letupan minyak membahana. Di tambah dengan riuh pengunjung yang berbelanja. Aku bisa merasakan lalu-lalang yang intens di belakangku. Dari remaja, pemuda, sampai orang tua. Semuanya membaur menjadi satu.1856Please respect copyright.PENANA65umqDHCpH
1856Please respect copyright.PENANAoTUQa4flfp
Si penjual menyodorkan dua cup pop ice yang di bungkus dengan plastik putih, tak lupa ia tersenyum ramah kepada kami berdua.1856Please respect copyright.PENANAHbT0d7zW8u
1856Please respect copyright.PENANAci2wiAkoeH
“Makasih.” Dimas meraih pop ice itu, lalu mengeluarkan dua lembar uang pas, dan menyodorkan kepada si penjual.1856Please respect copyright.PENANAOPD0xgPBFn
1856Please respect copyright.PENANAQ2cSsmAFYy
Kami kembali melangkah, berdampingan. Aku menyesap pop ice dari sedotan, perpaduan manis coklat mendinginkan tenggorokanku. Sambil melangkah, kami mengobrol sedikit perihal akan membeli apa lagi.1856Please respect copyright.PENANAGHcwJvzc7g
1856Please respect copyright.PENANAytqx6qQfRA
“Mau ke tempat Fajar, mi?” Dimas melirik kiri-kanan.1856Please respect copyright.PENANArRhBZl5gxc
1856Please respect copyright.PENANAwMYgXBot0f
Aku mendongak ke arahnya. “Fajar buka stand, bi?”1856Please respect copyright.PENANAU3KGdmnmgm
1856Please respect copyright.PENANAb7FPyGiOEo
“Dia jaga stand buku.”.1856Please respect copyright.PENANAXcfdYPIrpP
1856Please respect copyright.PENANAy2ycZqqZlF
Aku mengangguk. Sudah tiga hari lamanya aku tidak bertemu sahabat anakku itu. Dimas menggenggam tanganku. Hangat. Aku tersenyum sambil membalas genggaman tangannya. lalu Kami menuju stand Fajar sambil berpegangan tangan layaknya pengantin baru.1856Please respect copyright.PENANA49A2GJEwIv
1856Please respect copyright.PENANAOC6E66v7hJ
Dari kejauhan, aku bisa melihat sosok remaja tinggi yang tak lain adalah Fajar. Stand bukunya lumayan ramai, ia terlihat sibuk melayani pembeli. Tak sabaran, aku mempercepat langkah. Membuat Dimas harus menyamakan langkahnya dengan langkahku.1856Please respect copyright.PENANAa0VEy2IlkM
1856Please respect copyright.PENANAMxvysxIuzY
Tibanya di stand buku Fajar, aku memanggilnya dengan riang. “tante baru tahu kamu jaga stand buku, lho.” Aku melirik ke bawah, tumpukan-tumpukan buku berjejer rapi di atas meja. Kemudian aku melirik ke kanan, di rak kecil terdapat beragam buku juga. Di samping kanan pun sama.1856Please respect copyright.PENANAG3wLno1hNu
1856Please respect copyright.PENANAjLIoMpZyId
Fajar berdiri menyambut kehadiran kami. Ia melirikku dan Dimas bergantian. “Om-tante. Mau beli buku?”1856Please respect copyright.PENANAiLXsAuGOUZ
1856Please respect copyright.PENANAhPcZivK948
Dimas memperhatikan tumpukan buku di meja. ia mengangguk-angguk. Lalu menunjuk salah satu buku. “Jar, om beli yang ini.”1856Please respect copyright.PENANAmCSD8ctWix
1856Please respect copyright.PENANAX3ZjJVeAdA
Sigap Fajar meraih buku itu, dan mengemasnya ke dalam plastik merah. Dimas merogoh dompet dan menyodorkan satu lembar uang.1856Please respect copyright.PENANA7DFt8C2g6y
1856Please respect copyright.PENANAIeRLD4dQaA
“Gratis, om.” Tolak Fajar.1856Please respect copyright.PENANAK5Q1vZIBzV
1856Please respect copyright.PENANA310qWZAvTN
Dimas tersenyum. “Udah, ambil aja.” Tangannya masih terangkat.1856Please respect copyright.PENANAMEK7dABIbp
1856Please respect copyright.PENANArO5UCPoXWd
Fajar meletakan kantung kresek itu di atas tumpukan buku. Dimas menggeleng, menurunkan tangannya, lalu meraih kantung kresek di meja. “Makasih, ya, Jar.”1856Please respect copyright.PENANAhA32OR6HtN
1856Please respect copyright.PENANAFyY2DXDtuI
Fajar menggangguk. Aku hanya memperhatikan mereka sedari tadi. Sesekali aku melirik Fajar, begitupun Fajar. Kami seperti saling mencuri-curi pandang.1856Please respect copyright.PENANAGY6NxuuTJk
1856Please respect copyright.PENANAjzEtsgEtgQ
“Tunggu bentar, Mi.” Aku menoleh ke arah Dimas. Ia merogoh ponselnya, kemudian beranjak menuju tempat sepi. Aku membiarkannya saja, barangkali ada telepon penting.1856Please respect copyright.PENANArQnw2mYOwE
1856Please respect copyright.PENANAXK9DqmG73y
Fajar memindahkan bangku di belakangnya ke samping bangkunya. Sambil tersenyum ia mempersilahkanku duduk. Aku melangkah melewati cela kecil di samping kanan, dan duduk di sebelahnya. Duduk berdua dengannya membuat degup jantungku berdetak cepat, tidak seperti biasanya.1856Please respect copyright.PENANALLdVU7wbk2
1856Please respect copyright.PENANAqsOUONziNi
Jejak kaki terdengar ribut seperti angin topan yang melanda desa. Di tambah dengan lalu-lalang orang-orang di hadapanku. Tapi, yang membuatku betah adalah aroma harum kertas yang menyeruak cuping hidungku.1856Please respect copyright.PENANAdiSWCwz6ri
1856Please respect copyright.PENANA2G925GR1tQ
Seorang lelaki menghampiri Stand tempat aku berada. Fajar berdiri dan tersenyum kepadanya. Lelaki itu melirikku sekilas. Ia berbisik kepada Fajar. “Pacarmu, Jar?” Walaupun bisik itu kecil dan suara pengunjung lain begitu riuh, tapi aku masih bisa mendengarnya.1856Please respect copyright.PENANA7BowOnX2cN
1856Please respect copyright.PENANA58KMDoHLcx
“Istri saya,” Fajar balas berbisik. Sekilas ia melihat ke arahku.1856Please respect copyright.PENANA7ifFRX5QrU
1856Please respect copyright.PENANA3qS5nU0P3A
Aku menelan ludah. Anehnya aku tidak marah dan justru merasa senang. Aku tidak tahu kenapa. Lelaki itu tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya.1856Please respect copyright.PENANA9NbtGX6X5V
1856Please respect copyright.PENANAyt347cqS9k
Setelah melayaninya, Fajar lekas duduk di sampingku. Aku menatapnya dengan tajam. “Tante denger, lho.” Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada.1856Please respect copyright.PENANAZ38ZWzX00v
1856Please respect copyright.PENANAV4b2jqH10B
Fajar terlihat gelagapan. “Emang Fajar bilang apa tadi, Tan?”1856Please respect copyright.PENANAy4qmEDT8In
1856Please respect copyright.PENANAUJbcoiUgSW
“Kamu bilang Tante istri kamu.” Aku mengernyitkan wajah memasang ekspresi garang.1856Please respect copyright.PENANAIpWgAohbA0
1856Please respect copyright.PENANAZxKtVgAaky
“Tante salah dengar kali.” Fajar bertahan, matanya lekat memandang lalu lalang orang. Ia terlihat gugup, seperti maling yang keciduk. Belum sempat aku menginterogasinya lebih lanjut. Dimas terlebih dahulu datang.1856Please respect copyright.PENANArwywQ2OJ87
1856Please respect copyright.PENANAO9oAWR0SJu
“Mi, abi ada urusan mendadak.” Dimas meringis sambil menggaruk hidungnya.1856Please respect copyright.PENANAkQ9X4mYgFc
1856Please respect copyright.PENANAlRimESCnKJ
Aku menghela nafas. “Jadi, mau pulang?” aku berkata dengan wajah cemberut.1856Please respect copyright.PENANAgYwYz1LQiS
1856Please respect copyright.PENANAPjLGKExlnF
Dimas berdehem sebentar. Ia melirik Fajar sekilas. “Jar, nanti kamu bisa anter tante pulang? Om ada urusan.”1856Please respect copyright.PENANAbhcd0fOzat
1856Please respect copyright.PENANAaRxzKSKwOq
Aku menoleh ke Fajar. Menunggu jawabannya.1856Please respect copyright.PENANAU6jdgUrTJD
1856Please respect copyright.PENANAQPXOu3ySiz
“Dengan senang hati, om,” Jawab fajar sambil berdiri, lalu menunduk sopan.1856Please respect copyright.PENANA5H1BOav6mv
1856Please respect copyright.PENANANIk0dAgTss
Dimas melirikku. “kalau umi masih mau di sini, nanti pulangnya sama Fajar, ya? Abi gak bisa lama-lama. Maaf ya, mi.”1856Please respect copyright.PENANARrAn1WTK5B
1856Please respect copyright.PENANAr4P6e3HEM7
Aku mengangguk tidak rela, tapi mau tak tamu aku harus membiarkan suamiku yang super sibuk itu kembali berkutat dengan pekerjaannya.1856Please respect copyright.PENANAXCpfHSoVzU
1856Please respect copyright.PENANAsrF6Ilkocg
Aku dan Fajar kembali ke dalam obrolan. Menit berlalu. Obrolan kami semakin intens. Obrolan kami kadang terhenti sejenak, Sebab Fajar haris melayani pembeli. Lalu kami jatuh dalam obrolan lagi. Menit ganjil menjelma genap. Obrolan semakin serius. Deru kaki pengunjung lain mulai mereda.1856Please respect copyright.PENANAJ40ru2zxN8
1856Please respect copyright.PENANAPOaCuwZl3U
“Kamu rencananya mau lanjut kuliah atau kerja, Jar?” tanyaku, menoleh ke arahnya.1856Please respect copyright.PENANAhslX4c4yqb
1856Please respect copyright.PENANAdkJAXKycRk
ia tersenyum. Sebuah senyum yang jika aku lihat dengan dalam, memancarkan sebuah kesedihan. “Fajar gak lanjut, Tan.”1856Please respect copyright.PENANAkZNfNEYpDr
1856Please respect copyright.PENANA7XNRFt91pQ
Aku menyedot pop iceku. “Sayang banget, sih, Jar. Kamu tuh anaknya rajin, lho,” kataku. Jujur saja, menurutku pribadi, Fajar sangatlah pintar. Ia bisa beradaptasi dalam kondisi apapun.1856Please respect copyright.PENANAJisaZ0i4fK
1856Please respect copyright.PENANA922AwqLvWD
“Fajar juga maunya gitu, Tan. Pengen kaya teman-teman yang lain. Tapi, mau gimana lagi?” ia tertawa, getir. Kemudian melanjutkan, “terkadang, keadaan membuat seseorang mati langkah.” Ada racikan duka yang kurasakan di setiap kalimatnya. ia berkata lagi. “Sebagian orang terlahir beruntung. Sebagian lagi, hanya menghiasi mereka yang beruntung,” ia terkekeh, getir.1856Please respect copyright.PENANA6vCedUgB0a
1856Please respect copyright.PENANAt12py8XLVl
Akhirnya aku bersuara. “Menurut tante, setiap orang beruntung, kok. Ya, kalau belum beruntung berarti coba lagi.”.1856Please respect copyright.PENANAjRzVdZHUZr
1856Please respect copyright.PENANAGBffo1G1gb
Hening sejenak. Derup langkah tidak terdengar lagi. Pengunjung kian menyepi. Hembusan angin menerpa wajahku, wajahnya, dan setumpuk buku. Fajar berdiri, menoleh ke arahku.1856Please respect copyright.PENANAzpyeBlAAWZ
1856Please respect copyright.PENANAIh406tjCPl
“Udah sepi, tan. Waktunya tutup,” katanya. “Tante gak masalah, kan, kalau bantuin Fajar berkemas?”1856Please respect copyright.PENANARKetfVJ94q
1856Please respect copyright.PENANAlVxL5bWJYm
Aku ikutan berdiri. tersenyum kepadanya. “Dengan senang hati,” kataku, riang.1856Please respect copyright.PENANAuYKNat2Bo4
1856Please respect copyright.PENANA0WCR4tqpzG
***1856Please respect copyright.PENANAIC48NQvs9d
1856Please respect copyright.PENANAI2Zo3m4oj5
Kami berdua berjalan bersampingan, menuju sepeda motor Fajar yang terletak di belakang Gedung. Hening malam seperti ini teramat kusukai. Jauh dari berisik kendaraan. Angin berhembus kencang di kemalaman, Bangku-bangku di depan setiap Stand sudah sunyi tak berpenghuni.1856Please respect copyright.PENANA4NjlollMrd
1856Please respect copyright.PENANARjCOc4qNft
“Pernah naik motor, Tan?” Tanya Fajar sesampainya kami di depan motornya.1856Please respect copyright.PENANAUfwGwPBEFE
1856Please respect copyright.PENANAN4bJt9mL9u
“Waktu kuliah, tante sering naik motor, kok.” Jawabku.1856Please respect copyright.PENANAN6DsoCu9QR
1856Please respect copyright.PENANAytxOCjxKlw
Fajar menyodorkan helmnya kepadaku. Aku menatapnya heran. “Kamu aja yang pakai. Kan kamu yang bonceng.”1856Please respect copyright.PENANAOGgpdrcBJi
1856Please respect copyright.PENANAkwCCOyjrP0
Fajar tersenyum, kemudian mendekat ke arahku. Aku tercekat. Jarak kami dekat. sangat dekat. Ia mengangkat kedua tangannya dan memasangkan helm di kepalaku. Degup jantungku seakan mau melompat keluar. Bau keringatnya menyeruak cuping hidungku. Aku menelan ludah. Sudah lama aku tidak pernah diperlakukan seromantis ini.1856Please respect copyright.PENANArOGy7aXLgL
1856Please respect copyright.PENANAaEwJn7tfe1
“Pakai, ya, tan.” Fajar membungkuk sedikit. Mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. Wajah kami terlalu dekat. aku bisa merasakan hembusan nafasnya.1856Please respect copyright.PENANAcK6Uj3L1un
1856Please respect copyright.PENANAN502vUwB7b
“Debaran jantung tante kedengaran, lho.” Fajar mengedipkan mata. Aku bisa merasakan pipiku memanas. Fajar berkata lagi. “Pipinya juga merah.” Ia mengulum senyum.1856Please respect copyright.PENANAHS7udZO0Bl
1856Please respect copyright.PENANAQXv51AYqLi
Aku menunduk menyembunyikan semburat rona di wajahku. Tak ada satupun kata yang mampu keluar dari mulutku.1856Please respect copyright.PENANAadI7EBbe4I
1856Please respect copyright.PENANABhSRF21dxt
“Ayo tan.” Fajar sudah siap di atas motor. “Jangan salting mulu.” Ia kembali menggodaku. Dengan pipi yang masih merona, aku menaiki motornya.1856Please respect copyright.PENANAdiYhq2K7QE
1856Please respect copyright.PENANAL38Ofps7jd
“Duduknya jangan jauhan, nanti jatuh, lho,” Fajar menoleh sekilas ke belakang.1856Please respect copyright.PENANA7P45dbCqBY
1856Please respect copyright.PENANA95YikO2ygJ
Aku memukul pelan punggungnya. “Nyebelin!”1856Please respect copyright.PENANAMA3crb9PdG
1856Please respect copyright.PENANAEjeOqI33SK
Fajar malah terkekeh. Aku meletakan tanganku di depan dada, menjadi penyangga antara dadaku dan punggungnya. Ia memacu gas, perlahan kami menembus udara malam.1856Please respect copyright.PENANADS8qwF2Y0o
1856Please respect copyright.PENANAEye5f3ZSSN
Di spion motor, aku bisa melihat senyumnya. Sebuah senyum yang membuatku malah ikut tersenyum. Berisik knalpot motor di depan dan belakang kami, seakan menjadi pengiring musik perjalanan.1856Please respect copyright.PENANAgb4frs7z8n
1856Please respect copyright.PENANACq3Wo84OWh
Aku berpaling kanan-kiri, hotel-hotel menjulang tinggi. Bunyi-bunyi klakson saling bersahutan tak mau mengalah. Warung bakso, nasi padang, mie ayam, terlihat ramai. Gerombolan remaja berjalan di bahu jalan, saling tertawa.1856Please respect copyright.PENANAkiFOlMHWr3
1856Please respect copyright.PENANAlDVcNUxvfz
Aku menatap wajahnya dari spion, tak di sangka, ia malah melirik ke spion dan tersenyum. Sepersekian detik, aku memalingkan wajahku, kembali menatap jalanan. Remaja itu selalu membuatku tersipu dan salah tingkah. Entah kenapa.1856Please respect copyright.PENANA5IOtZPHQOV
1856Please respect copyright.PENANAy6gAlhhysT
***1856Please respect copyright.PENANAHcReNGrIss
1856Please respect copyright.PENANA063UZCpL65
Kami tiba di rumah. Aku turun dari motor. Melepas helm dan mengembalikan kepada Fajar.1856Please respect copyright.PENANAIQL8KLrLhK
1856Please respect copyright.PENANAjUEKeMgdej
“Mau mampir dulu, Jar?” Tawarku.1856Please respect copyright.PENANArOcQs1JSfl
1856Please respect copyright.PENANA7TzBpseouK
Sambil mengenakan helmnya, Fajar menyahut, “Besok aja, deh, Tan. Mau pulang dulu, capek.”1856Please respect copyright.PENANAWO8JRsBiGM
1856Please respect copyright.PENANAyASzhlsXeT
Aku membalas senyumnya. “Hati-hati, jangan ngebut.”1856Please respect copyright.PENANAY8nHrdrVvb
1856Please respect copyright.PENANA8cXncMvmli
Fajar mengangguk, melambaikan tangan. “Pulang dulu ya, tan.” Fajar meliuk-kan motornya. Sebelum ia menancap gas, ia menoleh kebelakang, lalu membuka kaca helm.1856Please respect copyright.PENANA7A2KBS6J9x
1856Please respect copyright.PENANAiwyhOyPdaD
“Oh, iya, tan. Perihal bisik-bisik tadi. Fajar bilang sama teman Fajar, kalau tante istri Fajar.” Fajar berkata dengan lugas. Aku tergagap. Fajar melanjutkan. “Fajar tahu, kok, tante udah tahu.” Ia mengedipkan matanya.1856Please respect copyright.PENANATeugx3TIsK
1856Please respect copyright.PENANA9f0ZvLP3j3
Untuk yang tidak tahu keberapa kalinya pipiku kembali memanas. Dan desir itu kembali datang, lagi dan lagi. Dua detik kemudian, terdengar suara knalpot motornya. Ia menancap gas, keluar dari pekarangan rumah, lalu menghilangkan dari pandanganku.1856Please respect copyright.PENANAjHN8sgDbeh
1856Please respect copyright.PENANA8rfMtme63b
Aku berbalik dan melangkah menuju pintu dengan wajah yang kian merona. Tak bisa dipungkiri, bahwa aku sangat menikmati kebersamaan bersama Fajar. Ada sebuah gejolak dalam jiwaku yang meletup ketika Remaja itu menggodaku. Sedetik kemudian aku tersadar, lantas aku menggelengkan kepala. Engga, engga boleh.1856Please respect copyright.PENANA82zzQ4GySK
1856Please respect copyright.PENANA2QnFMCYDiF
Tiba aku di ruang tamu. Aku memperhatikan Adit, anakku, yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel. Lekas aku menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.1856Please respect copyright.PENANAASDePZzXc7
1856Please respect copyright.PENANAF18SSdO5Ka
“Abi udah pulang?” tanyaku kepadanya.1856Please respect copyright.PENANAog390tl1mC
1856Please respect copyright.PENANAPgY2mZnem3
“Belum, mi.” Adit menjawab singkat, matanya masih fokus ke layar ponsel.1856Please respect copyright.PENANAH14W9dEJmO
1856Please respect copyright.PENANAmlUh8JbQBB
Aku menghela nafas. “Adit, kalau umi ngomong, bisa gak stop main hp?”1856Please respect copyright.PENANAZvgoDvU5jA
1856Please respect copyright.PENANAVLrKhmhyWe
Dengan raut wajah muram, Adit meletakan ponsel di atasnya meja. “Iya, mi, iya. Maaf, Adit salah.”1856Please respect copyright.PENANAqLH8zkiFzu
1856Please respect copyright.PENANARizDDP59Zf
Aku malah terkekeh. Melihatnya seperti itu membuatku tergelitik.1856Please respect copyright.PENANAE10hWElxVu
1856Please respect copyright.PENANAmbxsZipQGD
Adit merubah posisi duduknya menghadapku. Wajahnya terlihat antusias. “Umi mau tau gak?”1856Please respect copyright.PENANAHk6e4UIfHy
1856Please respect copyright.PENANARCzdiIXktX
Aku mengernyit heran. “Gimana umi mau tahu. Kamu belum ngomong apa-apa.”1856Please respect copyright.PENANAhNJ0QxC2mC
1856Please respect copyright.PENANAc0MyPV1Hve
Adit tertawa ringan. Matanya sedikit membesar, seakan ingin menyampaikan sebuah berita penting. “Barusan pacar Fajar, chat Adit, katanya dia lihat Fajar bonceng cewek.”1856Please respect copyright.PENANAELQXwAw6tF
1856Please respect copyright.PENANAJNIR8AZS1q
Aku membenarkan posisiku. Entah kenapa aku malah tertarik. “Terus?”1856Please respect copyright.PENANAjgJ2NWHvkC
1856Please respect copyright.PENANALAbXXV7ljT
Adit melanjutkan. “Fajar selingkuh Umi. Adit gak habis fikir sama Fajar.” Adit menepuk jidatnya.1856Please respect copyright.PENANAkbw8AvndLg
1856Please respect copyright.PENANA1EchG0yUCM
Aku tertawa sambil memegang perutku. Anakku malah bingung. Aku mengambil nafas sejenak. “Bilang sama pacarnya Si Fajar, yang dibonceng Fajar, itu Umi.”1856Please respect copyright.PENANAARTsU8z7E5
1856Please respect copyright.PENANA5Eit8F4cvH
Giliran Adit yang tertawa. “Udah Adit duga.” Adit menggelengkan kepala, Kemudian ia meraih ponselnya. Aku menggeser tubuhku bersentuhan dengan bahu anakku.1856Please respect copyright.PENANADtuHVua1nV
1856Please respect copyright.PENANAH4tGtgEQFy
“Kamu chatingan sama pacarnya Fajar?” tanyaku fokus menatap layar ponsel Adit.1856Please respect copyright.PENANACcyoTF0lzd
1856Please respect copyright.PENANAR4dDBIg1vH
Adit menarik ponselnya menjauh dariku. “Ih, umi, kepo banget urusan anak muda.”1856Please respect copyright.PENANAw1TreWJPXV
1856Please respect copyright.PENANAVI3jOghveK
“Umi penasaran doang,” kataku.1856Please respect copyright.PENANAEf5pblByIP
1856Please respect copyright.PENANAh0MUAkVmWg
“Kan umi yang nyuruh Adit buat bilang sama pacarnya Fajar.”1856Please respect copyright.PENANAZkXtY35g91
1856Please respect copyright.PENANAvM2RDLhzmg
Entah kenapa, ada sebuah tusukan kecil dalam hatiku. yang membuatku merasa gundah. Apakah itu cemburu? Aku tidak tahu.1856Please respect copyright.PENANAThOYeIPqQ2
1856Please respect copyright.PENANAqQPQCJwRRm
Kemudian, Aku bergeser empat jengkal menjauh dari anakku. Memberi ruang privasi kepadanya. Fajar sudah punya pacar, ternyata. Mengetahui kenyataan itu membuatku sedikit merana. Terus kenapa dia memperlakukanku dengan romantis begitu? tapi, yang lebih anehnya, kenapa aku harus marah? Aku bersikap seolah-seolah sedang jatuh cinta kepadanya. Lantas aku menggeleng-geleng. Engga, Engga boleh. Aku udah punya suami.1856Please respect copyright.PENANAEPGQbC6nlH
1856Please respect copyright.PENANA5y5i4P5xTU
“Umi kenapa?” Adit menatapku heran.1856Please respect copyright.PENANAAwemoAMeI4
1856Please respect copyright.PENANAqLyQY6cNH9
Aku memasang wajah galak, berpura-pura. “Umi lagi kesal sama abi!” aku malah menyalahkan suamiku, padahal yang membuatku kesal adalah sahabat dari anakku sendiri.1856Please respect copyright.PENANAVUYwFXNkDP
1856Please respect copyright.PENANAeGHAYSa2rd
Adit hanya terkekeh, kembali menatap layar ponsel. Aku berkata lagi, sedikit galak, “Awas aja kalau kamu ketahuan sama umi kalau pacaran.”1856Please respect copyright.PENANAUomzy8iwLs
1856Please respect copyright.PENANAuVZOPGV17Y
Adit menoleh. “Iya umiku yang paling cantik.”1856Please respect copyright.PENANAq5QQpexjKb
1856Please respect copyright.PENANACIw4VkJfYr
Aku tersenyum lebar, lalu mengusap kepalanya lembut. “Itu baru anak umi.”1856Please respect copyright.PENANAlPNxr4LbfP
1856Please respect copyright.PENANAjCFNjJo6vI
Sebenarnya, aku bukan tidak menyuruh Adit berpacaran, atau dekat dengan perempuan. Aku sendiri akan mengiyakan jika dia sudah bisa memilih keputusan dengan baik. Bukan juga aku menormalisasikan perzinahan. Aku tidak ingin mengekang kebebasannya. Yang aku bisa, hanya menasehatinya, dan menjauhkannya dari larangan-Nya.1856Please respect copyright.PENANAU6830tEkg6
1856Please respect copyright.PENANAu1CgeRrM6g
***1856Please respect copyright.PENANApuGSN90gW4
1856Please respect copyright.PENANANEgDNYdQU3
Aku berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Entah kenapa pikiranku masih berkecamuk perihal Fajar. Ada yang menjanggal di benakku.1856Please respect copyright.PENANA2f11yGRc6Q
1856Please respect copyright.PENANAlZ4a5Nk4xk
Aku menoleh ke samping, wajah Dimas terlihat terlelap. Entah kenapa ada racikan bersalah ketika aku melihat wajahnya. Bisa-bisanya aku memikirkan pria lain sementara dia berada di sampingku. Bukankah itu adalah perbuatan dosa? entahlah, hanya tuhan yang tahu.1856Please respect copyright.PENANAiUpfeyiUUF
1856Please respect copyright.PENANA9BuEOgoaeZ
Sayup-sayup suara terdengar berisik. itu pastilah anakku yang sedang bermain console game tengah malam begini. Jika sudah begini, aku harus turun tangan. Mana pula besok ia harus sekolah. Aku beranjak berdiri, melangkah menuju pintu kamar.1856Please respect copyright.PENANAn6jT8EIob3
1856Please respect copyright.PENANAjLtzneag3g
Sayu suara itu saling bersahutan. Selintas aku berfikit, jangan-jangan itu Fajar? Tapi, bukankah ia berkata ingin pulang? Untuk memastikan, aku melangkah cepat menuju kamar anakku.1856Please respect copyright.PENANA8UPllwpTic
1856Please respect copyright.PENANAw2LYGEygpy
Tebakanku benar, Adit dan Fajar sedang asik bermain console game.1856Please respect copyright.PENANA9atppCIBFS
1856Please respect copyright.PENANAzgCY7CKN7u
“Udah malem, gak ada puas-puas-nya main game.” Aku berdiri di tengah pintu, menatap tajam mereka bergantian.1856Please respect copyright.PENANA60PfHO5vKF
1856Please respect copyright.PENANAaFpJotnhRV
“Lo sih Jar berisik.” Adit menoyor pelan baju fajar.1856Please respect copyright.PENANAunhS1iFaKo
1856Please respect copyright.PENANApPL3PlU5b1
Fajar menatapku lekat. Aku memalingkan wajah, tak kuat akan tatapannya. “Kalian lekas tidur, besok sekolah.” Aku berkata sambil memalingkan wajah.1856Please respect copyright.PENANAeZ8aB686Fy
1856Please respect copyright.PENANABlpSK4xPNd
Adit mendengus, beranjak bangkit dan berbaring di ranjang. Sementara fajar mendekat ke arahku. Otomatis aku mundur satu langkah, mempersilahkannya. Sekilas, ketika ia melewatiku, ia melirikku dengan senyum simpul. Yang aku tak paham maksudnya. Bagai tersihir aku mengekor di belakangnya, sementara pintur kamar anakku, kubiarkan terbuka.1856Please respect copyright.PENANANG35xV8XW2
1856Please respect copyright.PENANA6lmQSdMc7D
Fajar berhenti di ruang tamu dan duduk di sofa. Ia mendongak menatapku. “Kenapa tan?”1856Please respect copyright.PENANAND1leS5tn6
1856Please respect copyright.PENANAhGV3MLr1ia
Aku tergagap. “Susah tidur,” jawabku sedikit kikuk.1856Please respect copyright.PENANAcXwDMWxsDS
1856Please respect copyright.PENANAVLcfZVHzj0
Fajar hanya ber-oh saja. Aku duduk di sofa, berhadapannya dengannya. Hening menyapa. Fajar merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya.1856Please respect copyright.PENANA5TPXwj7lNu
1856Please respect copyright.PENANAF7tvu3468T
“Tante baru tahu kalau kamu merokok,” kataku memecah hening di antara kami.1856Please respect copyright.PENANAOnTF8hv041
1856Please respect copyright.PENANAVbp4AlbATF
Fajar mengepulkan asap. “Jarang, kok, tan. Palingan kalau pengen aja.”1856Please respect copyright.PENANAInHqj97hzv
1856Please respect copyright.PENANALTnbNzMAao
Aku mengangguk. “Oh, iya. Tadi ada kejadian lucu tauk.” Aku terkekeh. “Waktu kamu bonceng tante, pacar kamu ngira, kalau tante selingkuhanmu.”1856Please respect copyright.PENANAe7tpkNX1Cc
1856Please respect copyright.PENANAIhVNk44fEh
“Adit udah cerita, tan,” Fajar berkata singkat. Kemudian ia berdiri, beranjak duduk di sampingku.1856Please respect copyright.PENANA7UuUEqsPTE
1856Please respect copyright.PENANAvMOnH5X57u
Aku menelan ludah dan bergeser sedikit.1856Please respect copyright.PENANApav0mbIRM3
1856Please respect copyright.PENANAGBUivwKplf
“Tante cemburu?” dia menoleh.1856Please respect copyright.PENANAN8Pg2x43HF
1856Please respect copyright.PENANACemlz61O27
Aku menggelengkan wajah, tak berani aku menoleh dan menatapnya.1856Please respect copyright.PENANAoAjdoGcVmS
1856Please respect copyright.PENANAovuiq8cpNN
Fajar bergeser semakin dekat. Aku kembali menelan ludah. Semuanya terasa hening, suara detik jam terasa melengking. Ia kemudian mengendus area ketiakku. Entah kenapa aku membiarkannya, padahal perbuatan itu tidak pantas.1856Please respect copyright.PENANA7bv28UPaAN
1856Please respect copyright.PENANAd91TD7faGx
“Tante bau ketek.” Ia bergeser agak menjauh.1856Please respect copyright.PENANASF6PXpkxQL
1856Please respect copyright.PENANAS7B96CHVHg
Sontak aku menatapnya tajam. “Tante udah mandi!” Aku berkata ketus.1856Please respect copyright.PENANAX9JRCeMo0T
1856Please respect copyright.PENANAkiseMfWWUF
Fajar malah terkekeh. Ia kembali mendekat ke arahku. “Lagian tante di tanya diem doang. Kaya ngomong sama tembok.”1856Please respect copyright.PENANAlNHZ7yqjST
1856Please respect copyright.PENANAKZ94Bp5J04
Aku menyahut. “Lagian pertanyanmu aneh!” Aku memalingkan wajah, sebal.1856Please respect copyright.PENANAriT4zaF7Kt
1856Please respect copyright.PENANA4D4Ve6pp5z
“Aneh atau memang iya?” Fajar terus mencecer. “Tante juga gak nolak waktu aku endus ketiaknya.”1856Please respect copyright.PENANAx4qZnViNOl
1856Please respect copyright.PENANAHympGJWzeP
“Jangan aneh-aneh, deh, Jar.” Aku berkata dengan nada sedikit tinggi. Bagaimanapun juga, ia sudah melampaui batas. Dan Jujur saja, aku tidak ingin terlampau jauh.1856Please respect copyright.PENANAzmzcnOfs7C
1856Please respect copyright.PENANAe3VnLHwn3F
Fajar tak menghiraukan. Dia malah menggodaku lagi. “Bau ketiak tante enak lho. Fajar suka. Harum.”1856Please respect copyright.PENANAfX079RppqA
1856Please respect copyright.PENANAoYMjO8onYJ
Aku merasa terhina atas perkataanya barusan, tapi entah kenapa aku masih ingin terus berbincang dengannya. Tapi, aku tidak mau obrolan kami mengarah ke hal tabu.1856Please respect copyright.PENANAzTxghPBRvf
1856Please respect copyright.PENANADP92K2R6HO
“Bahas yang lain, Jar. Tante gak suka bahas hal kaya gitu.” Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.1856Please respect copyright.PENANAaWR1dDkK5l
1856Please respect copyright.PENANAwIgdZOD2S3
Fajar masih kekeuh. Kali ini ia semakin berani. Dengan lembut ia mengusap kepalaku bagai seorang ibu mengusap kepala anaknya. Lagi-lagi aku tak menolak, pun marah. Desir hangat itu kembali lagi, membelengguku dalam dosa yang aku sadari.1856Please respect copyright.PENANAoaHqgkLgZY
1856Please respect copyright.PENANAnS8kKVOUrA
Fajar menarik daguku menghadapnya. Mata kami bertemu. Bagai berada di kutub utara, aku seketika membeku. Perlahan ku rasakan jemarinya berjalan lembut di pipiku, lalu menuju keningku. Aku hanya diam, membiarkan jemarinya menyelusuri seluk-beluk wajahku. Desir darahku bergejolak ketika jemarinya menapak jejak di bibirku. perlahan ia usap halus bibirku dengan jemarinya.1856Please respect copyright.PENANAlsOs2fsYAS
1856Please respect copyright.PENANAPHksvXpS67
Entah kenapa, sentuhan lembut jemarinya di bibirku membuatku memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara tertawa. Aku membuka mata, menatap bingung Fajar yang terkekeh.1856Please respect copyright.PENANAWaOM40drhp
1856Please respect copyright.PENANA7gaosKerk8
“Tante minta di cium?” Fajar bertanya dengan wajah gembira.1856Please respect copyright.PENANAJ6DWv8YGSv
1856Please respect copyright.PENANA2aI9VEEzia
Aku menatapnya kesal. Ia seolah-olah mempermainkan perasaanku, dan itu sangat mejengkelkan sekali. Lekas aku berdiri. Fajar menarik tanganku, membuatku kembali duduk.1856Please respect copyright.PENANAuTMFLZCAyf
1856Please respect copyright.PENANAreS1ALCc0L
Ia mendekat. Jantungku berdegup kencang. Lagi-lagi aku memejamkan mata, seakan rela jika ia mencumbu bibirku. Fajar malah berbisik, deruh nafasnya bisa kurasakan saking bibirnya dengan dengan telingaku.1856Please respect copyright.PENANAs8DmdeipQk
1856Please respect copyright.PENANAkvAesfaFgj
“Besok pagi kerumahku, Tan.” Seketika aku merinding mendengarnya. Kerumahnya? Kenapa? Untuk apa?1856Please respect copyright.PENANA4QxvqpuEYB
1856Please respect copyright.PENANAoUHEQl6y2z
Belum sempat aku bertanya, ia lekas beranjak berdiri sambil tersenyum kepadaku. Aku menatapnya penuh tanda tanya. Fajar malah berbalik, melangkah menujur kamar anakku.1856Please respect copyright.PENANA3Wghf06joK
1856Please respect copyright.PENANAIeZm2AAN3A
Pada sebuah cela kesadaraan, aku menyadari sesuatu. Bahwa aku jatuh cinta kepadanya, kepada sahabat anakku sendiri. Aku menghela nafas, dalam. Kamu gak boleh melanjutkan ini lagi. Laras, kamu harus sadar, kamu udah bersuami sekaligus ibu rumah tangga. Laras, kamu bisa. Ini semua dosa.1856Please respect copyright.PENANAphnSImVZb2
1856Please respect copyright.PENANAOk0Z8ybhY8
***1856Please respect copyright.PENANAVGCGyl8qsM
1856Please respect copyright.PENANAYgbR8NLurL
“Mati kau mati, kau akan terlahir berkali-kali”.1856Please respect copyright.PENANAso8gauMjJt
1856Please respect copyright.PENANA85zNBcXGoD
Sebuah kutipan yang aku ambil dari sebuah novel yang barusan aku baca. Aku memang kerap mengisi waktu soreku dengan membaca. Sejak dahulu, Ralat, lebih tepatnya sejak kecil, aku memang hobi membaca. Kebiasaan tersebut terbawa sampai sekarang.1856Please respect copyright.PENANA3g7nVmsYjI
1856Please respect copyright.PENANANPk52rm0yx
Aku mendongak ke atas, melirik jam dinding. Sudah pukul tiga sore. Sekiranya, aku menghabiskan waktu satu jam untuk membaca buku. Rumah sepi, Adit belum pulang. Di hari tertentu, seperti hari ini, selasa, Adit biasanya pulang pukul empat, sebab ia mengikuti sebuah eskul di sekolahnya.1856Please respect copyright.PENANAPbVGFXiVaw
1856Please respect copyright.PENANA6H2qxpwgEd
Semalam, Aku dan Dimas membahas perihal Pendidikan Adit. Bulan depan, ia sudah lulus. Adit sendiri memilih untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tentu saja aku dan Dimas mensupport hal tersebut. Pendidikan anak tetap nomer satu.1856Please respect copyright.PENANAs81SpOahpu
1856Please respect copyright.PENANA20fgsOaOBI
Dimas sedikit berbeda pendapat denganku. Aku sendiri ingin Adit masuk kuliah di kota ini. Sementara Dimas, menyuruhnya kuliah di Ibu Kota. Ya, apapun hasilnya yang penting dia kuliah.1856Please respect copyright.PENANAaB90blgRbI
1856Please respect copyright.PENANATtSYd6ws4p
Aku kembali melihat jam dinding. Kemudian aku bangkit sambil meregangkan tangan, lalu menghela nafas secukupnya. Aku memutuskan untuk membuat kopi, caffein sangat ampuh untuk mencegah kantuk.1856Please respect copyright.PENANAUfF6SAIglq
1856Please respect copyright.PENANAFJGXvj5kgB
Aku berjalan menuju dapur. Mengambil kopi hitam di selorakan meja dan juga gelas kaca. Sambil memanaskan air, aku kembali teringat soal pernyataan Fajar malam itu. Emangnya siapa dia? bisa memerintahku seenaknya begitu? Aku cukup merasa jengkel terhadap sikapnya yang seperti itu. bisa-bisa-nya dia menyuruhku untuk datang kerumahnya.1856Please respect copyright.PENANAbaA3aKxyjm
1856Please respect copyright.PENANA3B8kMZuONG
Gemercik air bergemuruh kecil, sigap aku mematikan kompor gas. Lalu menuangkan air panas ke gelas, tak lupa sendok ku taruh terlebih dahulu. Fisika dasar, sendok bisa menjadi penghantar panas. Jika langsung kutuangkan tanpa sendok, kemungkinan gelas akan retak.1856Please respect copyright.PENANAlXRhGZJTMl
1856Please respect copyright.PENANA6hSVHdwzvA
Aku kembali ke sofa ruang tamu dengan kopi hitam di atas meja. Duduk takzim sambil sesekali menyesap kopi. Aku menyukai kopi sudah lama. aku hanya sekedar penikmat saja, untuk jenis-jenis kopi, aku tidak terlalu tahu.1856Please respect copyright.PENANAVZqsMy21vc
1856Please respect copyright.PENANAD3VFCcA97S
Terdengar suara pintu terbuka. Adit tersenyum kepadaku dan beranjak mendekat.1856Please respect copyright.PENANAbuzPBBROuI
1856Please respect copyright.PENANAKZxwDbBtd0
“Umi, laper,” kata Adit sambil duduk di sofa, berhadapan denganku.1856Please respect copyright.PENANA2uIgMn5N1v
1856Please respect copyright.PENANAaKp5GKWCp6
“Umi udah masak ayam goreng, makan gih,” kataku.1856Please respect copyright.PENANASCn2cn2VXn
1856Please respect copyright.PENANARd1HfJ3RC1
Adit meletekan tasnya disampingnya. Wajahnya tampak kusam dan berminyak. “Fajar tadi ke sini, mi?” Tanya Adit.1856Please respect copyright.PENANAnSCEevM8Bo
1856Please respect copyright.PENANAnzvNU4fko5
Aku menggelang.1856Please respect copyright.PENANAu1TGqz05Pn
1856Please respect copyright.PENANABoNkVAH1gu
“Dia gak sekolah tadi, tumben banget.”1856Please respect copyright.PENANAdSjfRWL2w6
1856Please respect copyright.PENANAGygbZEqxzD
Aku ber-oh saja. “Mungkin lagi demam.”1856Please respect copyright.PENANAdCzAPZaazQ
1856Please respect copyright.PENANAguQoSdjhv9
“Yaudah, mi. Adit mau makan dulu, laper.” Adit meraih tasnya kemudian berdiri.1856Please respect copyright.PENANAYZoJOxezIn
1856Please respect copyright.PENANAvVGNhTgBqq
“Ganti baju dulu, sayang,” kataku.1856Please respect copyright.PENANAXVRYzDwZ9i
1856Please respect copyright.PENANAj2LUMejqvz
“Iya umiiii.” Adit melangkah menuju kamarnya,1856Please respect copyright.PENANA1ihM34judW
1856Please respect copyright.PENANAzx1d8vqghg
Aku kembali menyesap kopi. Aku sebenarnya tahu alasan Fajar tidak sekolah, ia pasti menunggu kehadiranku di rumahnya. Ia menyangka bahwa aku akan datang, mengenaskan sekali jika ia berfikir seperti itu. Aku bukanlah perempuan murahan yang akan tunduk kepadanya. Lagian, aku sudah mempunyai keluarga. Jadi, apapun yang dia lakukan, pasti akan sia-sia. Pasti.
Bersambung
1856Please respect copyright.PENANAAGQdPKplfT