
Nadira terbangun dari tidur nyenyaknya, tubuhnya terasa berat seperti baru saja menjalani pertempuran sengit.
117Please respect copyright.PENANAobxHtiYCu3
Ia menyandar pelan, matanya memandang sekeliling kamar Bima yang mewah, kasur berantakan, seprai terpelintir, dan di tubuhnya sendiri, bukti-bukti pertempuran mereka berdua terpampang jelas. Lebam-lebam kecil berbentuk bekas jari menghiasi pahanya, tanda cakar Bima saat ia menggenggam terlalu kuat. Di dada Nadira, bercak merah seperti tanda gigitan tersebar di sekitar payudaranya, stempel kepemilikan seorang pria yang tak mau setengah-setengah dalam mengklaim apa yang menjadi miliknya.
117Please respect copyright.PENANAH6w2yZ6Swm
Pintu kamar terbuka, dan Bima masuk dengan membawa nampan berisi sarapan—atau lebih tepatnya, brunch, mengingat jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
"Hai sayang, makan dulu yuk, kita kan belum sarapan." ucapnya, meletakkan nampan di dekat Nadira.
117Please respect copyright.PENANACTh5fAUCqA
Nadira yang lapar dan lelah segera melahap roti panggang, buah-buahan, dan kopi hangat dengan nikmat. Tubuhnya memang kelelahan, tapi ada kepuasan aneh yang menggelora di dalam dirinya, perasaan disayang sepenuhnya, dimiliki seutuhnya.
"Aku ngeliburin asisten rumah," ujar Bima sambil duduk di tepi kasur, tangannya tanpa malu-melu meraih paha Nadira yang terbuka. "Kita punya privasi sampai besok." Nadira tersedak kopinya. "Besok?"
117Please respect copyright.PENANAlUZX0YyASb
Bima tersenyum, senyum nakal yang sudah mulai Nadira hafal. "Kamu pikir aku merasa cukup setelah semalam dan tadi pagi?" Tangannya bergerak lebih tinggi, jari-jarinya menari di bagian dalam pahanya. "Aku seperti baru saja mendapatkan mainan baru, dan aku ingin memainkannya lagi dan lagi.." Nadira merinding, menghabiskan semalam penuh lagi di tempat ini, dengan Bima yang terasa tak kenal puas.
117Please respect copyright.PENANAi7altpQQaN
"Tapi... aku tidak membawa baju ganti," protesnya lemah.
Bima tertawa. "Kamu tidak akan membutuhkannya."
117Please respect copyright.PENANA8j4oR96XI5
Sambil menyelesaikan makanannya, Nadira memandang Bima yang sedang memeriksa ponselnya. Pria itu tampak begitu santai, begitu puas, seolah-seolah mereka tidak berhubungan seks seperti orang gila, yang membuat ranjang ini berantakan.
117Please respect copyright.PENANAkXJJc5HYlg
"Sayang..." Nadira memanggil dengan sebutan baru itu di lidahnya. "Aku penasaran. Selama ini, sejak istrimu meninggal... bagaimana kamu..." Ia ragu, tidak yakin bagaimana mengatakannya.
Seperti bisa menangkap maksud Nadira, Bima pun menyelesaikan kalimat tanya itu untuknya, "Bagaimana aku memuaskan diri?" Nadira mengangguk, pipinya memerah.
117Please respect copyright.PENANA12theqlHze
Baca versi lengkapnya lihat dari profile penulis.
ns216.73.216.197da2